Ini tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya.
Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...
Punggung Lia terasa sangat sakit sekali akibat dirinya yang membungkuk untuk memeluk tubuh Brian. Motornya berhenti di depan komplek perumahan, Lia tak ingin terjadi kesalahpahaman lagi, seperti sebelumnya.
Terasa sesak pernapasannya akibat memakai helm, tangan Lia berushaa untuk membuka kunci. Giginya menggigit keras bibirnya, mulai merasa geram kepada helm yang masih belum terbuka.
Lama-lama, tangan Lia mulai pegal karena berusaha untuk membuka hel. Dia menghembuskan napasnya kasar, kaca helm dinaik, 'kan ke atas agar Lia tak merasakan sesak.
"Ada apa?" tanya Brian seraya terkekeh pelan. Melihat Lia yang marah, seperti anak kecil, membuat kebahagiaan sendiri untuk Brian. Brian bangun dari duduknya dan berkata, "naikkan dagu mu. Biar aku yang membukanya."
Mengikuti ucapan Brian, Lia melihat ke arah atas. Melihat langit yang biru ditemani dengan awan yang bergerak secara lambat. Setelah mendengar bunyi, yang berarti kunci telah terbuka, Lia langsung melihat ke arah Brian.
Tatapan mata Mereka sempat bertemu, hanya sementara saja. Lia segera mengalihkan pandangannya, melihat ke arah pohon yang sedang melambaikan rating kepadanya akibat dersik.
"Sudah," ucap Brian. Dia membantu Lia untuk melepaskan helmnya. "Mengapa hanya membuka helm saja, kau tidak bisa?" tanya Brian. Dia merasa cukup aneh karena Lia yang tak mampu membuka helm.
"Aku sangat jarang menggunakan helm. Bahkan kemarin saat Aku menaiki motormu, Aku sengaja tak menguncinya." Lia berucap seraya menbnarkan tantanan rambutnya yang berantakan. Lia melepaskan ikat rambutnya dan membuatkan surau hitamnya terurai menutupi punggungnya.
"Kau memang wanita yang sangat unik." Brian menarik keras hidung Lia, membuat wanita itu merasakan sakit di hidungnya. Lia memikul tangan Brian, untuk dilepaskan.
"Astaga. Lepas, ini sakit." Brian tertawa dengan lebarnya saat melihat wajah Lia yang seperti badut saat ini. Hidung yang memerah, sangat ketara karena kuitnya yang putih. "Kau memang pria yabg sangat menyebalkan."
"Mengapa kau begitu lucu saat hidungmu menjadi merah seperti ini?" ucap Brian di sela-sela tawanya.
Lia mengumpat kecil. Disaat dirinya merasakan kesakitan, justru pria di depannya ketawa dengan lebarnya, seolah ingin mengguncang dunia ini. "Puaslah, kau tertawa," ucapnya.
Lia melihat ke arah kanan, tanpa sengaja penglihatannya menangkap sebuah mobil yang akan membelok dan menuju ke arahnya. Jaraknya begitu jauh, tetapi dari model mobilnya, Lia tahu siapa orang yang mengendarai mobil tersebut. "Cepat pergi." Lia mendorong pelan bahu Brian, melihat pria itu yang mulai kebingungan dan bahkan tak cepat-cepat pergi, membuat Lia bertambah kesal.
Terpaksa, Lia yang harus bersembunyi, seraya membawa plastik yang diberikan oleh Brian tadi. Menuju ke sebuah pohon yang tua dan besar, banyak dedaunan yang rontok di bawahnya, akarnya begitu besar merayap ke tanah. Lia hanya melihat sedikit ke arah Brian, jarinya tangannya tergerak ke depan dan belakang, menyuruh untuk Brian pergi secepatnya.
Brian yang mengerti mengangguk. Buru-buru, Dia mengenakan helmnya dan menghidupkan mesin motor. Saat akan motornya berbalik, bertepatan dengan mobil yang akan lewat. Brian sempat melihat seseorang yang berada dalam mobil tersebut.
Seorang wanita yang tampaknya tengah menangis. Brian menggeleng pelan, apakah wanita itu tak takut kalau kecelakaan? Bisa saja matanya blur dan sedang asik dengan kesedihannya, sehingga penyebab kecelakaan.
'Dasar tak sadar diri.' entah berasal dari mana suara tersebut. Seolah mengingatkan Brian kalau dirinya jauh lebih para dibanding dengan wanita itu. Menggunakan kecepatan di atas rata-rata, tak mematuhi lalu lintas juga sering balap-balapan. Brian terjebak oleh kenakalan remaja, entah kapan sifatnya tersebut akan berubah, yang pasti sangat tak mudah merubah sikap seseorang kalau dia nya sendiri tak ingin berubah.
Mobil hitam tersbeut sudah melewati pohon besar, di mana tempat Lia bersembunyi. "Tika. Enak sekali wanita itu, dihukum tetapi fasilitasnya tak disita," ucap Lia dengan kesalnya.
Tika sudah kuliah, dan tempatnya untuk mencari ilmu sangatlah dekat, hanya berjarak sekitar 1,5 KM saja dan Tika memakai kendaraan pribadi. Sedangkan Lia yang jaraknya 40 KM dari rumahnya, harus memakai angkot atau plaing patah berjalan kaki.
"Hidup memang tak adil, maka biasakanlah diri ini," gumam Lia. Bukan Dia yang telah membuat kata-kata tersebut, tetapi Lia dapatkan dari sebuah film animasi Spongebob yang diucapkan oleh Patrick.
Lia melanjutkan perjalanannya. Kali ini, dirinya tampak tenang. Tangannya berayun-ayun, sehingga plastik yang dibawanya ikut mengayun. Sampai di depan rumah, Lia memasukkan kunci gerbang yang kecil.
Pintu garasi masih terbuka, artinya Tika masih berada dalam mobilnya. Semakin Lia mendekat, pendengarannya menangkap suara isak tangis dari mobil Tika. Lia mengetuk pelan kaca mobil Tika, sehingga sang empu langsung menghapus air matanya.
Memasang wajah datar dan sangat garang, menyorot Lia dengan intens.
"Aku tak menyangka kalau Kau bisa menangis juga. Kau tahu ...." Lia mengambil air mata yang masih menghiasi wajah Tika. "Aku merasa sangat senang, disaat kau sedang sedih seperti ini."
Dapat Lia lihat bagaimana Tika yang sedang marah saat ini. Lia terkekeh kecil, Dia kembali berjalan. Memasuki bagian dapur, dilihatnya Bi Siti saat ini tengah masak. Tak seperti biasa, jika Lia langsung lapar saat mencium aroma makanan buatan Bi Siti, saat ini Lia justru sedang tak bernapsu makan. Akibat Dia tadi yang makan bersama dengan Brian, Lia menjadi sangat kenyang.
Lia menuju kamarnya. Kebetulan ada sbeuha cermin yang berada di dekat kamar Lia, dapat dilihatnya ada Tika yang mengejarnya dari belakang. Apakah wnaita itu akan membuat masalah lagi kepadanya? Sebenarnya, Lia snagat malas untuk meladeninya.
Hanya saja, Lia lah yang memulai memancing emosi Tika terlebih dahulu. Jadinya, Lia harus meladeninya. Lia berbalik, melihat Tika yang mendekatinya dengan penuh kemarahan.
Taoa aba-aba, tangan wanita itu melayang ke pipinya. Menyentuh permukaan kulitnya dengan sangat kuat dan mengeluarkan bunyi yang sangat ketara. Tak ada pergerakkan sedikitpun dari Lia, panas pada kulit pipi dirasakannya. "Sudah, melampiaskan kemarahan mu? Kau seperti orang gila saja yang mengamuk tak jelas," ucap Lia dengan sinisnya.
Lia mengambil kunci kamarnya. Saat Dia hendak membuka pintu kamar, Tika terlebih dahulu menarik bahunya dengan kuat, sehingga kaki Lia tergerak mundur. "Ada apa lagi?"
"KAU. AKU YAKIN, INI SEMUA KARENA KAU!" Jari telunjuk Tika menunjuk Lia yang mengangkat dagunya ke atas.
"Aku tak tahu permasalah mu apa. Namun, ayah tak gila menghukum mu tanpa sebab," ucap Lia dengan bohongnya.
"AKU YAKIN KAU YANG MENGIRIMKAM FOTO ITU KE AYAH!" Lagi, tangan Tika melayang sempurna. Sebelum mendarat di pipi Lia, terdebgar sebuah suara yang keras, sangat mengangetkan mereka.
"TIKA. HENTIKAN!"
TBC.
Minggu, 22 November 2020.
Publikasi: Sabtu, 19 Desember 2020.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.