Part 40

1K 67 16
                                    

Kalau ada typo tandai ya

856

🍭

🍭

🍭

Motor yang Brian kendarai memakai kecepatan begitu tinggi. Dia memang membawa mobil untuk ke rumah sakit, tetapi Brian telah menyuruh Farhan dan Felix untuk menaruh motornya ke rumah sakit saja, agar dirinya bisa langsung ke markasnya.

Motor berbelok, memasuki gang yang begitu sepi. Dia menggunakan jalan pintas agar cepat sampai ke tempat tujuannya. Sebuah restoran yang masih ramai, terdengar lagu beat dengan volume begitu besar, bisa membuat telinga siapapun akan merasakan sakit jika tak biasa.

Berbeda dengan orang yang mengunjungi, tampak biasa saja karena mereka sering datang ke Restoran Mavros. Restoran tersebut seperti telah berubah, yang tadinya tampak lebih cerah dan sejuk, kini justru sebaliknya, di mana lampu remang-remang dan juga satu lampu yang berkedip-kedip membuatnya seperti berada di dalam Bar atau Klub.

Memasuki bagian belakang restoran. Saat gerbang dibuka, ada puluhan motor ninja dengan dominasi warna hitam terparkir dengan sempurna. Tempat parkir ini memang telah dibuat agar motor dapat tersusun rapih dengan cat bewarna putih yang menjadi pembatas. Brian sangat tak menyukai jika puluhan motor itu parkir sembarangan. Dia akan menusuk satu-persatu ban motor, jika ada yang berani melewati garis pembatas.

Saat memasuki markas, terlihatnya puluhan pria dan wanita yang sedang asik bermain game, merokok seraya berbincang dan juga mengobrol biasa. Brian menghampiri Ardi yang sedang asik dengan bukunya. Di mana-mana, pria itu akan membawa buku. Brian sempat heran mengapa pria di depannya ini mau saja menjadi anggota geng motor Mavros yang pastinya akan membuat citranya menjadi buruk.

"Aku sudah mengatakan kalau hanya ingin mengisi waktu saja untuk mengikuti geng motor kalian." Ardi berucap seraya membaca bukunya, dia bahkan sudah mengetahui akan pertanyaan . Tak begitu peduli dengan kebisingan dan ilmu tetap didapatkannya.

"Bilang saja kau ingin mengawasi Lala." Bria menatap pada seorang wanita yang tengah asik dengan game nya. Bermain dengan pria lain. Dia adalah wanita yang memiliki penampilan layaknya seorang pria. "Kau masih saja menyukainya."

Ardi menutup bukunya dengan kesal, dia menatap secara datar Brian. Ingin rasanya Ardi menghancurkan Brian yang sedang tersenyum biasa, seolah ucapannya tadi bukanlah apa-apa. "Berhentilah membicarakannya.''

"Kau menyukainya. Namun, tak mengatakannya. Percuma punya otak pintar kalau seperti itu." Untuk menghindari gejolak emosi Ardi yang berada di puncak, Brian beranjak menjauhinya. Menuju ke kulkas dan mengambil minuman soda.

"Dasar. Tak sadar diri." Ardi bergumam. Dia sendiri mengetahui kalau Brian tak berbanding jauh dengan dirinya. Brian mencintai seseorang, tetapi tak mengatakannya. Bahkan lebih baik Ardi karena Baru merasakannya selama 1 tahun ini. Sedangkan Brian? Dia telah jatuh cinta pada seseorang sejak lama sekali.

Brian duduk di sebelah Farhan yang masih asik dengan game nya. Brian hanya melirik sejenak, tak ada rasa ketertarikannya untuk bermain game saat ini. Brian lebih fokus kepada kegiatannya malam ini. Mungkin dengan menghancurkan markas geng motor Tiger juga. Hanya klub motor itulah yang menghambatnya untuk menguasai jalanan.

Telepon Brian berdenging. Brian mengambil gadgetnya di dalam kantung. Melihat notifikasi pesan dari Lia. "Apakah wanita itu tak tidur?" Brian bergumam. Tadi saja, Lia mengeluh terus padanya karena ingin tidur. Mungkin karena keasikannya bersama Stella, membuatnya tak mengantuk lagi.
Brian membuka pesan yang Lia kirim.

Lia.
Jangan membuat banyak masalah. Apalagi sampai merugikan orang lain, itu tak baik. Aku tahu, geng-geng motor yang menguasai jalanan itu pasti berandalan semua. Lebih baik, kau buat inovasi baru yang memiliki geng motor berlandaskan kebaikan. Daripada membuat onar di jalanan, yang ada kau ketangkap polisi dan aku pasti mengirimkan doa untukmu agar kau dikurung seumur hidup.

"Ternyata dia memiliki otak pintar juga. Aku kira pikirannya hanya uang," gumam Brian seraya terkekeh geli. Baru kali ini Lia mengirimkan pesan yang begitu panjang sampai Brian saja malas membacanya. Isinya saja hanya nasihat semata. Tentu Brian tak ingin menuruti ucapan Lia untuk mengubah visi geng motor ini.

Brian menutup gadgetnya. Fokus utamanya saat ini adalah mencari informasi sebanyaknya tentang geng motor Tiger. Dengan tablet di tangannya, file yang berisi penuh data tentang geng motor tersebut dibacanya. "Ternyata anak buah mereka cukup banyak." Tangan Brian terangkat, memijat keningnya yang sangat pusing memikirkan masalahnya saat ini.

"Kita akan berangkat jam berapa, Brian?" tanya Felix tanpa melihat ketua geng motor Mavros. Dia masih fokus pada game nya.

"Saat ini, mereka tak berkumpul di markas. Aku ingin mencari barang-barang yang mereka sembunyikan.''

Felix mengalihkan pandangannya. Dia langsung mematikan gadgetnya, tak peduli jika dirinya tengah bermain game saat ini bersama teman-temannya. Teman main bareng Felix justru langsung melotot tak percaya. Kelompok mereka akan kalah saat Felix tak ikut bermain game lagi.

Saat teman-teman Felix akan komplain, justru Felix mengangkat tangannya. Mencegah mereka untuk berbicara.

"Maksudmu, senjata macam apa?" tanya Felix ingin tahu.

Brian mendekatkan mulutnya ke telinga Felix. "Ada beberapa senjata ilegal yang mereka simpan. Mereka adalah geng motor yang sangat berandalan dan nakal." Brian berucap dengan bisikan. Dirinya sempat tak yakin akan mengalahkan geng motor mereka, karena catatan kriminal yang begitu banyak. Namun, dia sudah sampai setengah jalan dan tak mungkin untuknya menyia-nyiakan masalah ini.

"Ayo. Kita berangkat." Brian mengambil jaketnya. Dengan tangannya yang masih memegang botol minuman soda dan tablet yang akan ditaruh di atas meja, dia beranjak dan keluar

Setelah itu, Felix langsung memberikan pengemuman untuk yang lain kalau jam mereka akan dimulai. Di mana mereka akan beraksi malam hari untuk menghancurkan markas Tiger. Semua menuju ke motor masing-masing. Meski kebanyakan motor ninja hitam, mereka tetap mengetahui letak motor secara pribadi.

Saat motor melaju, membelah jalanan. Saat itulah para pengendara lain memilih untuk melewati jalan lain, karena sangat takut jalan searah dengan mereka. Cuaca baik yang mendukung membuat mereka tetap semangat.

Saat sampai di rumah kosong yang terlihat seperti rumah hantu, mereka langsung turun dari motor masing-masing. Menyerbu dan mendobrak pintu untuk masuk. Bagaikan orang yang kesetanan, mereka terus saja menghancurkan apapun barang-barang di dalamnya. Sedangkan Brian, dia tampak fokus mencari barang yang dibutuhkannya. Barang itu sangat ilegal, bukan karena Brian ingin memiliki.

Karena dia tahu, banyak korban yang mati akibat barang tersebut.

Namun, sangat sulit. Seolah disembunyikan dalam tanah, tak dapat ditemui oleh dirinya. Ditambah tak ada penerangan di rumah ini, membuatnya sangat sulit untuk mencari. Hanya mengandalkan senter di gadgetnya, Brian dapat menemukannya.

"Aku sudah menduga kalau kau yang membuat kekacauan ini.''











TBC

Kamis, 26 November 2020.

Publikasi: Minggu, 17 Januari 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang