Part 35

660 66 19
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

701

🍭

🍭

🍭

"Kau habis dari mana?"

Tubuh lembab dan rambut yang basah, membuat lantai terkena tetesan air bekas hujan. Lia tersenyum kecil kepada ayahnya dan menghampirinya. "Di sekolah ku hujan. Jadi, aku tak bisa langsung pulang, Ayah." Lia memberikan alasan. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri, agar rasa dinginnya kembali hangat.

"Banyak alasan. Cepat, katakan habis dari mana kau?"

Melihat ayahnya yang keras kepala dan tak ingin mempercayai ucapannya, Lia hanya bisa diam sejenak dan melihat ke arah ibunya yang sedang melihat Lia dengan senyum manis.

Senyum yang paling Lia benci.

"Aku tak memiliki transportasi. Jarak antara sekolah dengan rumah sangat jauh. Aku juga harus jalan kaki untuk sampai ke tujuan. Lalu, bagaimana jika aku ketinggalan angkot? Aku harus jalan kaki, sedangkan saat ini sedang hujan hingga aku harus menunggu hujan reda," ucap Lia, matanya enggan menatap ayahnya. Baru kali ini, Lia menceritakannya tentang masalah sekolahnya yang sangat pelik. "Aku harus bagaimana? Menempuh hujan dan berjalan kaki? Aku bukanlah wanita yang kuat seperti itu."

"Kau terlalu banyak alasan. Uang yang selalu Ayah berikan setiap bulan kepadamu, kau gunakan untuk apa? Jika kau tidak bisa naik angkot, maka cobalah transportasi yang lain."

Lia menghela napasnya kasar. Tangannya mengepal kuat dan saliva nya ditelan, untuk meredakan emosinya tak tak berkesudahan. "Ya, Ayah benar. Aku salah." Lia berucap dengan pasrah nya.

Tangan Lia digenggam dengan kuatnya oleh ayahnya. Diseret, entah mau dibawa ke mana. Tubuh Lia didorong dengan kuatnya saat sampai di kamar mandi. Ayahnya langsung menghidupkan shower dan menekan tombol merah agar airnya yang keluar adalah air panas. Reza mendorong Lia mendekati shower dan menumpahkan air panas tersebut ke tubuh Lia.

Kulit Lia terasa sangat sakit saat ini, seperti terkelupas, apalagi saat menyentuh beberapa luka di bagian tangan dan punggungnya. Dia hanya bisa melindungi matanya dari air panas itu, takut kalau matanya bisa kenapa-napa. Kepala Lia menunduk, membiarkan air panas membasahi rambutnya.

Lima menit tersiram air yang panas, akhirnya Reza memberhentikan aksinya. Melihat putrinya yang hanya diam, ada rasa miris dalam dirinya melihat Lia yang selalu pasrah jika dirinya menyiksanya. "Ribuan kali kau langgar peraturan yang Ayah buatkan. Kau memang sangat keras kepala. Ayah sudah tak tahu lagi cara mengurus mu."

Reza berbalik, dia pergi dari kamar mandi terbit. Tak lupa mengunci kamar mandi dan membiarkan Lia di dalamnya. Lia yang terdiam. Menatap tubuhnya, kulitnya yang putih menjadi merah. Lia meringis kecil saat merasakan luka di punggungnya yang terasa sangat sakit sekali.

"Semua ini terasa sangat sakit." Dengan susah payah, Lia bangun. Dia berusaha membuka kenop pintu, sayangnya pintu telah terkunci.

Lia terkurung dalam kamar mandi. Tempat yang sangat lembab, membuatnya menjadi tambah kedinginan. Lia menatap kosong pada obyek. Matanya berkaca-kaca. Tak ingin menangis, Lia menengadahkan kepalanya.

"Jangan jadi wanita lemah, Lia. Ingat itu." Lia berucap, hanya sebagai kalimat penyemangat nya.

***

Lia.
Ingat! Nanti kau harus menyusul ku. Sesuai dengan aturan yang telah ku buat. Jika kau melanggarnya, siapkan uang yang pas untuk ku.

Melihat pesan di pagi hari yang indah ini dari Lia, membuat Brian hanya bisa menggeleng kecil saja. Bahkan wanita itu sudah memperingatinya sehati-hari. Entah akan rugi berapa dirinya akibat membayar segala pelanggaran dari aturan yang telah dibuat oleh Lia. "Dia memang sangat gila," ucapnya.

Brian mematikan gadgetnya. Fokus utamanya hanya pada roti tawar dan selai cokelat yang tertempel. Memakannya dengan santai dan meminum teh hangat setelah selesai.

Mendengar bunyi ketukan sepatu, Brian langsung menengok ke arah tangga. Senyumnya terbit kala melihat ibunya yang memegang banyak jenis dokumen. Bahu dari wanita yang telah melahirkannya itu, mengapit gadgetnya. Dia sibuk berbicara dari sambungan telepon.

Ibunya kesusahan dan Brian melihat itu. Oleh sebabnya, Brian menghampiri ibunya dan mengambil setumpuk dokumen. Ibunya hanya memberikan senyum kepada Brian dan kembali berjalan menuju ruang makan.

Brian tersenyum miris. Ibunya terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sedikit membuat hati Brian terasa gerah. Lia menghampiri ibunya dan duduk di tempat sebelumnya. Kembali melanjutkan makanannya. Matanya melirik kepada kursi ayahnya yang tampak kosong.

Hatinya bertanya-tanya, ke mana ayahnya?

"Ibu, ayah di---

"Tunggu dulu, Brian. Ibu sedang berbincang sekertaris Ibu. Tunggu, ya, Nak." Bria hanya bisa mengangguk saja. Tak ada perbincangan hangat di pagi ini yang bisa membuatnya meras semangat untuk memulai aktivitas.

Bahkan sampai selesai makan saja, ibunya tengah asik dengan telepon atau membaca tiap file yang ada dalam dokumennya. Sudah berulangkali Brian berusaha berbicara dengan ibunya, tetapi tak pernah ditanggapinya sekalipun.

Selesai makan. Ibunya langsung keluar dan memasuki mobilnya. Ngomong ada rapat penting di pagi ini, makanya harus cepat-cepat. Brian beranjak, menuju motornya yang terparkir sempurna di garasi.

Mengendarai motornya dengan kecepatan yang begitu tinggi. Tak terlalu peduli jika dirinya telah melanggar peraturan. Hal pertama yang dilakukannya adalah menyusul Lia. Wanita itu akan mengenakan denda yang begitu besar jika Brian melakukan pelanggaran dalam peraturan.

Untuk Brian, dirinya belum membuat surat peraturan khusus untuk hubungan jalin kasih mereka. Dia ingin menjalaninya dulu, nanti setelah ada sesuatu yang penting, maka Brian akan membuat peraturannya.

Motor Brian berhenti saat sampai di lampu merah. Ada pos Polisi terdekat di sini dan bisa saja dirinya ditangkap jika melewati lampu merah. Lagian juga, jalan raya dari arah barat banyak mobil truk atau Fuso yang memiliki ukuran sangat besar.

Mata Brian mengedar jalan raya ini. Fokus penglihatannya hanya pada sebuah mobil. Brian menajamkan penglihatannya, melihat seorang wanita yang sangat dikenalinya.

Wanita keturunan Jawa-Palembang yang selalu menjadi sahabatnya, Dewi. Tangan Brian mengepal sempurna saat melihat kedekatan Dewi bersama dengan seorang pria yang tak dikenalinya. Dada Brian kembang kempis melihatnya, dia mengalihkan pandangannya.

Berusaha untuk tak mengamuk di sore hari ini. Motornya kembali melaju saat lampu berubah menjadi kuning. Ingatan akan kejadian beberapa menit lalu, membuat emosinya kian menambah emosinya.

Menuju ke rumah Lia. Melihat wanita itu yang telah menunggu di luar. Dahinya mengkerut saat melihat Lia yang memakai jaket, padahal cuaca sedang baik.

Saat motornya sampai di depan Lia, tampaklah wanita itu yang terlihat tak biasa. Beberapa bagian tubuhnya memerah, termasuk wajah. Bibirnya memutih karena pucat. "Apakah kau baik-baik saja?"

"Aku tak apa-apa." Lia langsung mengambil helm dan memakainya.

Melihat tangan Lia yang sangat merah dan dilapisi oleh perban, Brian memegang tangan wanita itu. Menatapnya secara dalam, terlihat sekali raut sedih dari wajahnya.

"Cerita, 'kan padaku. Apakah kau baik-baik saja?"












TBC

Selasa, 12 Januari 2021.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang