Part 36

878 68 16
                                    

Kalau ada typo tandai ya

739

🍭

🍭

🍭

Pagi ini, Lia tampak tak semangat dalam menjalani aktivitasnya. Hanya ada lamunan kosong saat Guru menjelaskan pelajaran atau helaan napas yang kasar dilakukannya. Lia tak bisa berbuat banyak aktivitas. Tubuhnya seolah retak. Kulitnya yang memerah, menjadi sensitif terhadap sinar matahari.

Kepala Lia terasa sangat berat sekali. Lia menjatuhkan kepalanya di atas meja. Tak peduli dengan Gurunya yang sedang menjelaskan tentang Sudut Paruh, Matematika Peminatan. Sesekali, Lia akan meringis saat lukanya semakin sakit dirasakannya.

Lia menutup matanya. Tak peduli dengan Stella yang berusaha membangunkannya dengan menyenggol tangan Lia. Saat ini, wanita itu ingin membuat kepalanya menjadi tak pusing lagi.

"Lia, bangun. Ibu Aisyah sudah mengarah ke sini." Wajah Stella tampak pucat. Dia begitu khawatir saat melihat Cia yang sangat pucat. Ditambah Bu Aisyah yang sudah menatap ke arah Lia, seraya memanggil wanita itu.

Stella tak bisa berbuat banyak saat ini. Lia sedang sakit, seharusnya wanita itu tak sekolah atau ke UKS untuk istirahat. Namun, dengan keras kepalanya Lia ingin ke kelas. Wanita itu sangat benci ke UKS, mendengar para PMR yang justru asik bergosip dibanding melaksanakan tugasnya, membuat Lia akan naik darah nantinya.

Kepala Lia sudah sangat pusing, tak mau akan marah-marah tak jelas kepada PMR. Bayangkan saja, disaat orang-orang ingin beristirahat atau memulihkan diri, justru mereka berisik di luar. Entah kenapa tak ada Guru yang mengetahui kelakuan mereka.

Mata Lia yang terasa panas dan berat, membuatnya enggan membuka mata. Tanpa menyadari kalau saat ini Bu Aisyah sedang membawa penggaris ke meja Lia. Guru Matematika Peminatan itu, menatap penuh keanehan dengan wajah Lia yang tampak pucat.

"Lia. Apakah kau sakit?" Tangan lembut Bu Aisyah mengelus kepala Lia. Cukup terkejut kala merasakan suhu tubuh Lia yang sangat panas. "Lebih baik kau ke UKS saja."

Lia meringis kecil. Matanya terbuka dengan sempurna. Napasnya yang hangat, tampak sesak.

"Mengapa kau pakai jaket? Lepaslah, kau akan bertambah panas nantinya.''

Stella mengangguk membenarkan. Dirinya yang melihat Lia memakai jaket saja, sudah gerah. Bagaimana tidak, cuaca siang ini begitu panas, matahari dengan semangatnya menyinari bumi. Sedangkan Lia, justru membuat tubuhnya semakin panas.

"Tidak, Bu. Tubuhku sedang menggigil saja," ucap Lia seadanya. Suaranya begitu serak saat berucap dan juga, dia tak bisa berbicara lebih banyak karena pita suaranya yang begitu sakit.

"Kalau gitu kau istirahat saja, ya. Mau Ibu antar ke UKS atau diantar oleh teman mu?" Lia mengangkat kepalanya. Mendengar nada suara Bu Aisyah yang terdengar sangat memaksa, membuat Lia harus menuruti ucapan gurunya tersebut.

"Aku akan ke UKS bersama dengan Stella." Stella mengangguk. Dia sangat setuju dengan ucapan Lia. Melihat sahabatnya yang sangat tersiksa karena sedang sakit, membuat dirinya menjadi tak tega. Stella rela meninggalkan jam pelajaran Matematika, di mana kekuatan tersebut adalah ilmu Favoritnya hanya dekia Sahabatnya saja.

"Ya sudah. Kau bisa ke UKS." Lia berdiri. Kepalanya yang tadinya berat, berubah menjadi pusing. Rasa pusingnya lebih menyakitkan dibanding sakitnya kemarin. Tubuhnya bisa terjatuh karena kemas jika Stella tak menahannya. Stella memegang bahu Lia dengan kuatnya dan menbantu Lia berjalan.

"Jangan pingsan di jalan, ya. Aku tak mungkin menggendong tubuh besar mu ini," bisik Stella. Dia begitu was-was, sesekali akan memperhatikan Lia, takut kalau wanita itu akan pingsan. Para siswa dan siswi yang masih sibuk dengan jam pelajaran, membuat sekolah tampak begitu sepi di koridornya, sehingga Stella tak bisa meminta tolong kepada siapapun itu jika Lia pingsan.

"Aku bukan orang bodoh, Stella." Lia menatap malas pada tangga yang begitu panjang. Untuk sampai ke UKS, mereka memang harus menuruni tangga dulu. "Mengapa UKS tak ada di lantai 2 aja, sih." Lia berucap tak habis pikir. Harusnya UKS sekolah ini lebih dari satu, kalau tidak, ya setiap lantai nya ada UKS agar orang yang sakit gak perlu lagi turun lantai.

Yang ada, orang akan pingsan lebih dulu sebelum sampai ke UKS.

"Sudah, tak apa-apa. Jalannya pelan-pelan saja. Insya Allah kita akan cepat sampai ke lantai 1." Stella berucap, berusaha menenangkan Lia yang terus mengeluh. Setiap kali menuruni satu anak tangga, Lia akan mengumpat karena sisa tenaga nya yang sedikit terus berkurang.

Saat anak tangga ke-9, Lia langsung menjatuhkan tubuhnya karena sudah terlalu lelah. Kepalanya di sandaran ke tembok. "Aku sakit, Stella." Lia sudah tak kuat lagi hanya untuk berjalan saja. Tak peduli seberapa keras Stella yang berusaha membujuknya untuk berjalan lagi, Lia tetap duduk. Daripada nanti dirinya terjatuh di tangga dan terguling-guling seperti yang ada di sinetron, lebih baik Lia tetap beristirahat dan tak memaksakan diri untuk mengeluarkan tenaga.

Kepala Stella celingukan, mencari keberadaan seseorang yang bisa membantunya. Hanya ada suasana yang sepi. Stekka menyesali melewati tangga yang berada di bagian selatan sekolah ini, karena tangga di sini sangat jarang dilewati oekh orang-orang. Stella kira, dengan melewati tangga ini dirinya bisa cepat sampai, tetapi ternyata salah.

Hanya ada satu ide yang Stella dapatkan untuk membantu Lia. Dia mengambil gadget wanita itu, untuk menghubungi seseorang yang penting dalam hidup Lia, Brian. Stella mengambil gadget Lia yang ada di kantung rok rampel wanita itu. Tak ada perlawanan atau pertanyaan dari Lia, kemungkinan besar Lia sedang berada di ambang kesadarannya.

Sekali menelpon. Menunggu beberapa detik nada dering, baru Stella mendengar suara berat dan serak dari seberang telepon. "Lia sakit. Bisakah kau ke tangga lantai 2 yang berada di dekat gudang. Dia ...." Stella melihat ke arah Lia sejenak. "Pingsan. Oleh karena itu, datang, ya." Setelah mengucapkannya, Stella langsung menutup telepon. Dia bahkan harus berbohong kepada Brian agar pria itu cepat sampai untuk menjemput Lia.

Stella duduk di samping Lia. Dia mengecek suhu wanita itu. Panasnya terasa lebih naik daripada sebelumnya. Stelal sangat berharap kalau Lia cepat untum sampai. Sekitar menunggu 13 menit, Stelal hanya bisa melihat ke arah belakangnya, untuk melihat apakah Brian telah datang apa belum.

"Lia.''

Suara itu membuat Stella terbangun. Dia mempersilahkan Brian untum memgjamoiri Lia. Melihat bagaimana Brian yang menepuk pelan pipi Lia, untuk menyadarkan wanita itu. Lia hanya bergumam kecil, hal itulah yang memastikan kalau dia belum pingsan.

Untuk mendapatkan perawatan, Brian mengangkat tubuh Lia. Membuat Lia yang tadinya memejamkan matanya, langsung terbuka. Dalam buram nya penglihatannya, Lia tahu kalau Brian cukup khawatir padanya. Lia tersnehum kecil. Dia pasrah dan menaruh kepalanya di dada bidang Brian.

"Aku tahu kau khawatir. Entah mengapa, hatiku terasa puas melihatmu yang mengkhawatirkan aku."













TBC

Rabu, 25 November 2020.

Publikasi: Rabu, 13 Januari 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang