Kalau ada typo tandai ya.
987
🍭
🍭
🍭
Stella menatap dengan alis yang mengkerut kepada Lia dan Brian yang saat ini tengah asik bermesraan. Ingin sekali Stella berteriak dengan kesalnya. Dia tadi sudah menunggu bermenit-menit, Brian yang tengah menenenagkan Lia. Dikiranya, Lia masih menangis dan mengamuk ke Brian.
Namun, situasi sebaliknya. Lia yang tengah makak disuap oleh Brian tampak sangat bahagia. Rasa cemasnya dari tadi hanya cuma-cuma saja, orang yang dicemaskan justru sedang bahagia saat ini. Mengetahui kalau mereka tak ingin di ganggu, Stella lebih memilih untuk keluar dan kantin, untuk mencari sarapan paginya.
Sedangkan Brian yang tengah asik menyuapkan Lia makanan, terus mentertawakan wajah Lia yang memerah akibat menangis sampai saat ini. "Kau terlihat seperti badut pagi ini." Tak ingin mendengar Lia yang mengoceh, Brian langsung memasukkan sesendok bubur ke mulut Lia.
"Sadar diri. Wajahmu juga terlihat seperti Badut. Luka di wajahmu itulah penyebabnya," ucap Lia dengan sinisnya. Melihat begitu banyak luka di wajah Brian, membuat Lia meringis pelan. Bagaimana bisa pria itu tampak biasa saja saat tubuhnya sudah dipenuhi oleh banyak luka?
"Kalau pria seperti ku ini memiliki lebam yang menghiasi wajah. Justru ketampanan aku semakin bertambah." Brian berucap. Dia menaruh mangkuk yang dipegangnya. Dengan sengaja, Brian menyingkirkan rambut lebat yang menghalangi keningnya, membuat Brian tambah tampan di pagi ini.
Memang benar. Mengapa kalau pria tampan memiliki luka di wajah justru terlihat bertambah seksi? Lia hanya bisa menggeleng kecil melihat kenyataan yang berada di depannya.
"Kau justru terlihat menjijikkan. Sebelas dua belas seperti Setan." Lia berucap dengan sarkasnya. Dia melihat ke bubur yang masih banyak. "Bisakah kau tak memesan bubur dengan porsi besar seperti itu? Aku sudah merasakan snagat kenyang saat ini."
"Kalau kau kenyang, ya sudah tak perlu makan." Brian berucap. Dia menaruh bekas makanan dalam plastik yang dibawanya tadi. Membawa plastik itu ke luar ruang inap Lia untuk membuangnya ke kotak sampah. Brian menepuk tangannya setelah selesai membuang sampahnya. Dia kembali ke ruangan Lia, melihat wanita itu yang sudah terlentang seraya menutup matanya.
Brian mendekati Lia. Kedua tangannya mengapit kuat pipi Lia, sehingga bibir wanuta itu menjadi maju beberapa sentimeter. Lia langsung membuka matanya, dia menatap tak percaya pada Brian yang berada sangat dekat dengannya. Ingin berbicara, tetapi mulutnya susah digerkkan karena Brian yang mengapitnya kuat.
"Kau beghtu lucu dengan wajah seperti ini." Brian berucap dengan terkekeh.
Tak ada yang bisa Lia lakukan kecuali memukul kuat perut Brian. Pria itu langsung meraskana sakit yang menjalar. Tangannya tak lagi mengapit wajah Lia lagi, dia saat ini sedang memegang perutnya yang sakit.
Bukan apa-apa. Lia baru saja memukul perut bagian kakannanya, di mana letak tulang rusuk palsu berada. Memang semalam tulangnya sempat patah, tetapi Brian tak begitu peduli, karena dirinya tak meraskan sakit yang amat sangat. Namun, saat Lia memukulnya dengan keras, membuat Brian kembali merasakan sakit.
"Ada apa denganmu?" tanya Lia. Dia begitu khawatir saat melihat Brian yang tengah kesakitan. Tak pernah sedikitpun dia melihat Brian yang kesakitan seperti itu. Apa pukulannya tadi terlalu kuat? Kalau iya, berarti di sini Lia yang paling salah. "Apakah kau baik-baik saja?"
Brian yang sudah mulai tenang karena rasa nyeri di perutnya mulai menghilang, hanya mengangguk saja. Dia kembali duduk di dekat Lia, tangan kanannya masih memegang perutnya. "Kau tahu, tulangku patah. Wajar saja aku merasakan sakit."
"Kau tak ngomong kalau lagi sakit. Apakah Samapi sekarang sakitnya berasa?" Lia bertanya. Dia sangat yakin sekali kalau sakit tersebut pasti berasal dari pertengkaran pria itu. Ternyata, bukan hanya wajah atau fisik saja yang diserang, melainkan organ dalam Brian juga ikut diserang. "Mengapa kau tak melakukan perawatan saja. Nanti, tulang mu bisa keropos.''
"Tak mungkin, aku masih muda. Lagian juga, ya. Rasa sakitnya tak terlalu menyiksa ku. Jadi, tak masalah sedikitpun," ucap Brian. Dia mengambil botol mineral dan memghabiskam satu botol minuman penuh. Tubuhnya sudah kembali membaik. Brian bisa bernapas lega, dia sangat senang memiliki tubuh yang cukup kuat untuk anak remaja.
"Baguslah kalau begitu." Lia menendang kecil tubuh Brian yang duduk di bibir ranjang. Saat Brian menengok, Lia langsung melihat ke arah kursi di dekatnya. "Duduk saja di kursi itu. Aku tak nyaman kalau kau duduk di situ."
"Kau ini sangat plin-plan. Tadi saja memelukku, sekarang justru mengusirku," ucap Brian.
"Aku selalu lupa untuk tak berdekatan denga pria. Kau juga yang salah, mengapa harus mengambil kesempatan untuk bisa berdekatan denganku," ucap Lia.
"Tak sadar diri."
Lia tak menjawab lagi. Dia sedang malas berdebat dengan Brian. Inilah siklus hubungan mereka. Bercanda, bermesraan dan berdebat. Dengan kedua pihak yang sama-sama keras kepala, membuat Lia dan Brian sering berdebat dalam jangka waktu yang panjang.
Kebetulan pagi ini Lia tak ingin berdebat, akhirnya dia mengalah.
"Brian. Aku merasa sangat bosan," ucap Lia. Dia menatap ke arah jendela, ingin sekali dirinya keluar ruangan dan beraktivitas. Tidur di ranjang tanpa ada kegiatan yang lain, membuat Lia merasa sangat bosan.
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja di rumah sakit ini?"
"Ayo." Wajah Lia tampak ekbih bersemangat. Setidaknya, dengan menghirup angin yang segar, dirinya bisa suasana hatinya menjadi lebih baik.
Brian mengambil kursi roda yang telah tersedia di ruangan ini. Lia tak perlu dibantu lagi untuk berjalan. Wanita itu tampak sudah sehat.
Duduk di kursi roda. Melihat setiap Baner yang terpasang tentang kesehatan di setiap tembok. Banyak pasien yang lainnya berjalan-jalan juga.
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah taman. Dengan melihat pemandangan taman yang indah, Lia merasakan lebih baik. Oksigen yang disaring oleh pepohonan di sini, membuatnya bisa bernapas dengan lega. Lia tersenyum kecil saat melihat beberapa anak kecil yang sakit, didampingi oleh orangtuanya. Tampak sangat bahagia.
"Tak perlu memikirkan sesuatu yang tak penting." Brian berucap. Dua sendiri tak mengetahui masalah internal Lia saat ini. Namun, dia dapat mengetahui kalau Lia adalah anak broken home.
"Lebih baik. Hari ini kau merasa senang. Kau tahu, masalah datang, karena kita sering memikirkannya. Cobalah untuk melupakan masalah. Maka, ku pastikan kau akan merasa bahagia."
Lia menerbitkan senyumnya. Jika dia melupakan seluruh masalahnya, pasti akan merasa senang. Benar apa yang pria itu ucapkan. Apa yang harus dicemasknannya. "Kau benar, aku akan bersenang-senang hari ini--"
"Brian!"
Suara itu, cukup Lia kenali. Lia hanya bisa mengepalkan tangannya.
Mengapa dirinya begitu benci akan suara itu?
TBC
Jumat, 27 November 2020.
Publikasi: Jumat, 22 Januari 2021.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Money (END)
Teen FictionIni tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya. Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...