Kalau ada typo tandai ya
900
🍭
🍭
🍭
"Rumah sakit macam apa ini. Aku sangat lapar, mengapa hanya makanan itu saja yang tersedia." Lia menatap dengan ngeri pada nampan yang berisi makanan khas rumah sakit. Pastinya nasi yang lembek alias bubur dan sayur bening juga buah-buahan. Sudah tadi dirinya makan bubur dengan jumlah yang banyak bersama dengan Brian. Memang tadinya perut Lia terasa mengerat karena terlalu banyak makan. Namun, dalam waktu yang singkat dia sudah merasakan lapar lagi.
Bagaimana tidak. Lia baru saja menonton reality show yang sedang review makanan lezat. Hal itulah membuat Lia tergiur ingin makan juga. Jika yang dilihatnya di dalam televisi adalah mie ayam dengan toping lengkap, maka Lia ingin mie instan saja.
Pastinya karena lebih murah.
"Lalu kau ingin apa? Ini sudah malam." Stea berucap. Pandangannya hanya fokus kepada buku sejarah nya yang lebih menarik dibanding berbincang dengan Lia, yang ada nanti dirinya kesal saja.
"Kantin masih buka. Beli mie instan dalam cup saja, pilihlah rasa yang begitu pedas. Lidahku saat ini pahit, pasti kalau diiming-imingi rasa pedas, maka lidahku tak pahit lagi."
Stella mengangguk. Dia tak ingin nanti saat tidur akan terus mendapatkan teror dari Lia yang ingin makan mie. Lebih baik dikabulkan sekarang. Stella beranjak, menuju ke arah Lia yang terduduk di atas ranjang.
Tangannya terulur, membuat dahi Lia berkerut sempurna. Lia menaikan dagunya dan menatap Stella dengan satu alis yang naik. "Ada apa dengan tanganmu?" tanya Lia yang tak mengerti maksud Stella.
"Uang. Kau pikir aku bawa uang simpanan ke sini. Tentu tidak," ucap Stella.
"Aku kira kau punya uang." Terpaksa, Lia harus memakai uang yang Brian berikan tadi untuknya. Upah dari Brian untuknya yang telah makan bubur. Dia memberikan satu lembar uang yang bewarna merah dengan gambar Presiden pertama dan Wakil Presiden pertama di Indonesia pada uang tersebut. "Awas saja saat ku lihat kau tak membawa uang kembalian uang pas," ucap Lia dengan waswas. Harga mie instan begitu murah, Lia tak ingin mendapatkan kerugian kalau sahabatnya ini gak memberikan uang kembaliannya.
Dengan kalkulator yang ada di gadgetnya. Lia menghitung kemungkinan harga dan jumlah uangnya. "Kalau harga mie dalam cup adalah Rp. 4.500, berarti ditambah air panas harganya menjadi sekitaran di bawah Rp. 10.000. Jadi, nanti kau harus mengembalikan uang padaku minimal Rp. 80.000," ucap Lia. Dia telah menghitung seluruh pengeluaran uangnya malam ini.
"Ingat kau harus beli 2, satu untukmu dan satu lagi untukku."Stella mengangguk. Dia menerima uang yang telah Lia berikan. Tak ingin bertanya, dari mana yang ini berasal? Pasti jawabannya dari Brian. Karena setahu Stella, Lia tak mungkin mendapatkan uang sebanyak ini jika bukan dari seorang Brian yang kaya. "Aku akan keluar."
Melihat Stella yang telah keluar dari kamar ruang inapnya, Lia langsung menjatuhkan tubuhnya. Hari sudah tengah malam dan Lia belum juga merasakan kantuk. Ada suatu hal yang membuatnya menjadi cemas.
"Semoga saja apa yang ku lakukan ini benar.''
Seraya menunggu Stella, Lia memhambil gadgetnya. Melihat notifikasi pesan dari Brian. Pria itu masih ingat saja dengan peraturan yang telah dibuatkannya untuk Brian. "Padahal kalau dia tak mengabarkan aku, pasti aku mendapatkan uang.'' Lia bergumam.
Untuk beberapa hari ini, Brian selaku mengikuti peraturan yang telah Lia berikan, tak ada keuntungan yang Lia dapatkan kecuali uang Rp. 500.000 tadi. Dia menutup matanya sejenak, terasa berat sekali. Namun, dengan mengingat mie pedas yang mengeluarkan aroma sedapnya dan juga asap, membuat Lia tak jadi mengantuk.
Menunggu sekitar 15 menit. Akhirnya, pintu terbuka. Ada Stella yang memegang dua cup bergambar mie berair. Lia langsung merasakan kelaparan saat mencium bau dari mie tersebut.
"Nih." Stella memberikan mie dalam cup nya. Mereka makan dalam diam. Akibat mie yang begitu panas dan pedas, Lia harus berhati-hati. Lidahnya sedikit membaik dan tak ada sedikitpun rasa pahit pada lidahnya, hal itulah yang membuat Lia meraskana kelegaan.
Lia mengambil air mineral dan meminumnya dengan cepat. Ditatapnya lagi mie pedas tersebut. Ternyata porsi cukup besar juga apa Lia saja yang tak kuat makan sebanyak itu? Entahlah. Intinya saat ini, Lia merasakan kenyang.
"Kau tahu, tadi aku bertemu dengan Brian," ucap Stella.
"Di mana? Rumah sakit ini? Katanya dia lagi sibuk mengurusi geng motor itu." Lia bertanya.
"Aku tak tahu. Saat aku menyapanya, Dia justru langsung pergi bersama orangtuanya." Stella menyuapkan mie nya ke dalam mulutnya. Miliknya tak pedas, jadi Stella tak merasakan pedas sedikitpun. Hanya panas saja yang mengganggunya. "Kau tahu. Bahkan wajahnya saja tampak banyak levam dan juga luka," ucap Stella.
Mendengarnya, membuat Lia berpikir. Luka? Dia mengangguk kecil. "Pasti Brian habis bertengkar. Makanya dia terluka. Biasalah anak geng motor," ucap Lia.
"Ya. Kau benar. Apakah kau tak khawatir?" tanya Stella. Dilihat wajah Lia yang tampak biasa saja, membuatnya merasa aneh. Biasanya kalau seorang kekasih terluka, pasti akan merasakan khawatir yang amat sangat. Stella tak bisa menggambarkannya, dia juga tak terlalu mengerti karena Stella sendiri tak pernah pacaran selama hidupnya.
"Tak perlu khawatir. Dia saja tak mengkhawatirkan tubuhnya saat jadi anak geng motor, mengapa aku yang khawatir? Semua itu kembali pada diri masing-masing. Jika dia keras ingin terjebak dalam kenakalannya, maka aku pun tak berniat untuk membebaskannya, jika dia saja tak meminta tolong."
***
Di pagi ini, Lia kembali mendapatkan notifikasi pesan dari Brian. Kepalanya menggeleng pelan melihat pesan gang Brian tak jauh-jauh dari pada menghitung waktu.
Selamat pagi.
Selamat siang.
Selamat sore.
Selamat malam.
Selama tidur nyenyak.
Sudah hanya itu saja pesan yang biasa Brian kirimkan. Setelah Lia jawab pun, Brian tak kembali mengirimkan pesan.
Lia mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Melihat Stella yang akan membukakan tirai jendela, agar sinar matahari dapat masuk. Mata Lia menyipit saat sinar matahari yang masuk dan menyorotnya. "Untung saja hari ini libur.'' Lia jadi tak perlu memikirkan abesnnya lagi yang sudah bolong sebanyak 2 kali dalam bulan ini.
Bisa dipanggil orangtuanya jika Lia kebanyakan tak sekolah.
Sebentar, Lia menjadi teringat akan sesuatu. "Stella. Apakah kau sudah meberitahu kepada orangtuaku kalau aku sedang sakit?" tanya Lia dengan khawatirnya. Jika saja orangtuanya tak tahu, maka mereka kama mencarinya, Lia takut kalau ayahnya akan marah dan berpikir kalau Lia sedang melakukan yang tidak-tidak.
"Tentu. Aku bahkan sudah mengirimkan pesan dan juga telepon. Hanya satu kali telepon yang dijawab dan sudah ku beritahu kabar kamu. Namun, entahlah mengapa mereka tak ada di sini," ucap Stella dengan tak enaknya.
Melihat wajah Lia yang tengah sedih saat ini.
Sudah Lia ini sudah biasa. Mengapa kau harus merasakan sakit juga?
TBC
Jumat, 27 November 2020.
Publikasi: Rabu, 20 Januari 2020.
GOOOO 1K!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Money (END)
Ficção AdolescenteIni tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya. Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...