Part 48

821 63 9
                                    

Kalau ada typo tandai ya.

1,09 K

🍭

🍭

🍭

Tak ada yang perlu diperdebatkan lagi kalau ayahnya sudah angkat bicara. Tak boleh ada sanggahan, hanya untuk Lia. Dia tak boleh bersuara untuk mengungkapkan kebenaran atau sebuah pukulan akan dirasakannya. Lia cukup tahu bagaimana watak ayahnya yang terlalu keras kepada Lia, membuatnya tak bisa banyak bersuara.

"Aku sakit, mungkin terdengar lebay hingga aku harus masuk ke rumah sakit. Ayah tak perlu khawatir, aku memiliki uang simpanan agar Ayah tak perlu lagi membayarnya," ucap Lia selembut mungkin agar ayahnya percaya.

Namun, Lia lupa kalau di samping ayahnya ada jelmaan setan yang sedang menggoda ayahnya untuk marah. Terbukti saat ini, Clara mendekati ayahnya dan membisikkan beberapa kalimat. Pastinya, kalimat tersebutlah yang membuat Reza marah saat ini.

Tangan pria itu tampak mengepal, bahkan urat yang menonjol sangat terlihat saat ini. Mata yang membara, membuktikan kalau ayahnya sedang marah.

Lia bangun dari tidurnya. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tak perlu melihatnya dulu. "Aku tak pernah sekalipun melakukan sesuatu yang haram. Ayah, selama ini aku selalu di rumah dan bahkan hanya keluar rumah saat sekolah saja. Semua itu, aku serahkan kepada Ayah. Aku mendapatkan uang, bukan hasil jual diri, tetapi dari Ayah.'' Tangan Lia mencabut infus yamg mengirimkan cairan ke tubuhnya.

"Nyatanya kau selalu hidup enak. Ibu tahu, kau adalah anak yang memiliki hobi berfoya-foya, lalu dari mana uang itu? Ingat, Lia! Uangmu hanya diberi Rp. 500.000 per bulannya." Clara angkat suara. Suasana yang seperti ini, tentu tak ditinggalkannya. Dia ingin melihat suaminya marah lagi, seperti sebelumnya. Melihat Lia yang menderita, membuatnya sangat senang.

Kebetulan aku sedang bosan. Melihat penganiyaan, mungkin akan membuatku merasa bahagia.

Kalau mulut manis Clara sudah angkat bicara, maka akan susah untyk membuat pikiran ayahnya menjadi radikal. Seperti seorang manusia yang sudah di guna-guna oleh iblis, itulah penggambaran yang tepat untuk mereka. "Jika aku suka berfoya-foya, maka aku memiliki fasilitas. Namun, aku saja sering memakai baju yang sudah lama dan bisa robek. Tak ada barang bagus yang ku simpan. Di mana hasil aku berfoya-foya?"

"Kau bisa saja menyembunyikannya," ucap Clara tak mau kalah. "Mas. Lihat anakmu yang selalu menentang ucapanku."

Dada Lia yang masih kembang kempis akibat menahan rasa kesalnya. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat. "Jika mengangkat suara saja aku tak diperbolehkan, mengapa kalian harus bertanya dengan ku? Lebih baik simpan pertanyaan itu dan jawab melalui opini saja," jawab Lia. Dia berdiri dari duduknya. Kakinya terasa sangat lemas saat ini. Mengungkapkan sebuah kebenaran memang sangat tak mudah. Lia sangat jarang berdebat dengan ibunya, karena dia tahu apa drama yang akan terjadi selanjutnya.

Menangis.

Ya, Clara saat ini tengah menangis. Entah karena urusan apa, intinya dia berucap seolah-olah Lia lah yang paling bersalah saat ini. Ayahnya yang menjadi budak cinta dari Clara, langsung saja menenangkan istrinya tersebut.

"Aku salah. Aku minta maaf. Mungkin saja kebutuhanku selama ini dianggap foya-foya. Sungguh, aku minta maaf." Lia mengambil uang yang Brian berikan. Berjalan keluar dari ruang inapnya. Membiarkan orangtuanya yang saat ini tengah berada di dalam ruang inapnya.

Lia tak peduli tubuhnya yang lemas. Saat ini, dia harus berjalan menuju ke ruang administrasi. Lia tahu kalau uangnya tak cukup, tetapi setidaknya dia bisa meminta tolong dengan Brian.

Memang memalukan. Lia saja merasa malu dengan dirinya. Seperti wanita yang tak memiliki harga diri lagi. Lia mengetik beberapa huruf dalam keyboard nya dan menelpon seseorang. "Brian. Aku ingin keluar dari rumah sakit. Bisakah aku minta tolong padamu untuk membayar seluruh biaya rumah sakit ini?"

"Kau sudah membayar dengan lunas?" Lia begitu bersemangat dan menutup sambungan telepon.

Rumah sakit sudah dibayar hanya surat-surat yang harus diurusnya. Namun, Lia tak begitu peduli akan surat-surat tersebut, pasti Brian yang akan mengurus semuanya. Dia hanya ingin keluar dari rumah sakit ini agar bisa memlihat pemandangan diluar sana.

Langit menjadi mendung. Awan hitam menggumpal di atas langit. Sebentar lagi akan turun hujan. Penggambaran di atas langit sangat tepat untuk keadaanmya saat ini. Dimana Lia yang merasa muram, awan hitam mengumpul di hatinya dan sebentar lagi dirinya akan menangis.

Lia terkekeh kecil. Dia menyibak rambut poni yang menghalangi wajahnya dengan cara kasar. Dadanya kembang kempis, menahan seluruh emosi yang tengah dirasakannya, bahkan sampai hari ini. Lia ingin melampiaskan seluruh amarnya, tetapi dengan cara apa? Dia tak mungkin mengamuk tak jelas dengan menghancurkan fasilitas di sini, yang ada dirinya akan ditangkap oleh polisi.

Saat waktu berjalan, detik dan menit berlalu. Proses turunnya hujan telah terjadi, di mana tetesan air yang turun secara lambat, tetapi semakin berjalannya waktu, kecepatan air untuk turun semakin tinggi. Lia dapat merasakan serangan yang didapatkannya dari atas langit. "Hujan mewakili diriku saat ini," ucap Lia. Tangannya terulur, membiarkan air membasahi telapak tangannya.

Wajah Lia tampak sangat muram. Diantara tetesan air hujan yang membasahi wajahnya, ada beberapa tetes air matanya yang ikut bergabung. Lia tak bisa menahan tangisnya lagi. Semua tabungan kesedihannya hari ini telah rusak, karena terlalu banyak kesedihan yang Lia simpan.

"Semua ini terlalu jahat untukku." Lia bergumam. Tangannya terangkat, menutup mulutnya yang akan mengeluarkan suara tangisannya. Dia tak ingin terlihat lemah, dengan tetesan air hujan yang membasahi nya, semua orang tak akan tahu kalau Lia tengah menangis. Kakinya yang lemah dipaksannya untuk terus berjalan tak tentu arah. Bahkan Lia sendiri tak tahu, di mana keberadaannya saat ini.

Sebuah mobil melaju dengan lambatnya. Lia menengok ke kanan, di mana mobil itu berada. Tanpa dibuka kaca mobil atau pintunya, Lia tahu siapa yang sedang menghampirinya ini. Ayah dan ibu tirinya.

Disaat ayahnya membuka jendela kacanya, Lia hanya memberikan senyum kecil. Dia berusaha menjaga attitude nya di depan Reza saat ini.

"Masuklah. Perjalanan masih panjang--"

"Mas. Mobil kita sudah bersih. Dia sangat kotor dan basah. Nanti mobil akan kotor jika dia masuk," keluh Clara. Dia tentu tak menerima tamu seperti Lia memasuki mobil mahalnya ini. Dia begutu mewanti-wanti.

"Namun. Dia bisa kehujanan."

Clara berdecak dengan kesalnya. Otaknya berusaha untuk berjalan, mencari jalan agar Reza tak mempersilahkan Lia untuk masuk. "Dia memasuki mobil ini atau aku yang akan keluar?" ancam Clara. Hanya dengan cara inilah, dia bisa membuat Reza tak memiliki kesempatan.

"Jangan!" Reza mencegah, dia sangat tak ingin kalau istrinya harus kehujanan. Tatapan matanya beralih ke arah Lia. "Kau jalan saja. Ayah tunggu kedatangan mu."

Saat mobil melaju kencang, Lia hanya bisa menahan lagi rasa sakitnya. Tangannya mengepal dengan kuat.

"Tenang Lia. Ini sudah biasa.''












TBC.

Jumat, 27 November 2020.

Publikasi: Rabu, 27 Januari 2020.


Kemarin mau update, tetapi internet langsung lemot.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang