Part 22

964 75 18
                                    

Kalau ada typo tandai ya.

452 K 🎉

🍭

🍭

🍭

Kepala Lia yang terasa pusing, menjadikan bahu lebar Brian sebagai sandarannya. Menutup matanya sejenak, sekarang dia baru merasakan kehangatan karena Brian telah memberikan jaket padanya. Tak peduli dengan kelajuan yang Brian gunakan, saat ini Lia hanya bisa tertidur saja.

Dari kaca spionnya, Brian melihat secara sekilas Lia yang tertidur. Helm yang digunakan wanita itu, membuatnya merasa tak nyaman untuk tidur nyenyak. Brian tersenyum kecil, sampai saat ini dirinya tak tahu alasan untuk memilih Lia. Kelakuan wanita itu yang awalnya baik, seperti kebanyakan wanita mulai berubah untuk memerasnya. Brian tak masalah saat dirinya dimanfaatkan oleh Lia, justru ada sebuah kesenangan sendiri saat melihat Lia yang bahagia.

Sebisa mungkin, Brian menghindari kubangan yang bisa membahayakan atau membangun, 'kan tidur Lia. Kenyamanan, dirasakannya saat bahunya menjadi tempat tidur Lia saat ini. Waktu seperti berjalan dengan lambat, Brian sangat menikmati waktu ini. Meski cuaca yang kurang mendukung, setidaknya hujan gerimis menambah keromantisan diantara mereka.

Jarak rumah Brian dengan Lia, tak terlalu jauh, hanya sekitar 10 KM saja. Membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai. Sebuah rumah mewah dikawasan elite berdiri dengan megahnya. Saat melihat motor Brian akan memasuki kawasan rumah megahnya, seorang penjaga langsung membukakan pintu gerbang.

Motor kembali melaju saat pintu telah dibuka. Memasuki garasi dan memarkirkan motornya. Brian menegakkan tubuhnya, melepaskan helmnya. Dilihat, Lia yang masih tertidur. Brian menggerakkan bahunya agar Lia terganggu dalam tidurnya, dan benar saja Lia mengeluarkan kata-kata untuk tak memganggunya. Namun, Brian tak berhenti, dia tetap menggoyangkan bahunya dengan kuat, membuat wanita itu terbangun.

"Astaga. Siapa sih yang mengganggu ku ini." Lia menegakan tubuhnya. Hendak melepas helm yang tak dikuncinya, agar Lia bisa membukanya dengan mudah. Melihat dirinya di tempat yang sangat asing, Lia lalu melihat Brian.

Dia bernapas lega. Tadi, pikirannya begitu buruk, Lia pikir kalau dirinya sedang diculik. Ternyata, Lia lupa kalau dia bersedia datang bersama dengan Brian ke tempat tinggal pria itu.

"Kau bisa membangunkan Aku dengan benar. Jangan asal menggoyangkan bahu mu. Mengganggu tidur ku saja," ucap Lia. Baru saja dirinya mendapatkan mimpi yang sangat bagus, tetapi dengan mudahnya pria itu menggoyangkan bahunya.

"Kau sangat sulit di bangunkan."

"Tak mungkin." Lia memegang bahu Brian, dia turun dengan selamat dari motor yang berukuran besar tersebut. Lia menaruh helm Brian di tempat duduknya tadi dan melepaskan jaket yang akan dikembalikannya lagi kepada Brian. "Nih, jaket mu. Terimakasih."

Brian menerima jaketnya. "Yuk, masuk." Melalui sebuah pintu, mereka memasuki rumah Brian. Cukup besar. Cat nya didominasi oleh warna silver, sehingga terkesan sangat mewah. Beberapa langit-langit rumah ini dihiasi oleh lampu gantung yang sangat mewah. Foto atau lukisan menghiasi tembok, Lia terkekeh pelan saat melihat foto seorang anak kecil yang tengah bermain salju, dapat dipastikan anak itu adalah Brian. Bajunya yang kebesaran dan lehernya yang ditutupi oleh syal, membuat Brian tampak imut.

Mata Lia berkedip beberapa kali saat rasa pusingnya kembali datang. "Disaat suhu yang dingin ini, sangat cocok untuk kita menonton film." Lia hanya mengangguk saja. Setidaknya, Dia merasa lega saat melihat beberapa pembantu yang melewatinya, artinya tak hanya ada Brian dan Lia sendiri yang ada dalam rumah ini.

Menuju ke ruang tv yang sangat besar sekali. Tiga pelayan datang, dengan membawakan cemilan untuk Lia dan Brian. Melihat ada mie instan rebus dengan mengeluarkan aroma yang begitu menyengat, berhasil membuat Lia terhipnotis dalam waktu sekejap. Saat para pelayan tersebut sudah pergi, Lia segera mengambil mie rebus tersebut.

Sedangkan Brian, maish tampak asik memilih film dari Netflix yang akan ditontonnya, melalui laptop yang akan disambungkan ke televisi. "Film apa?"

"Film yang dibintangi oleh James Bond saja." Lia memilih film aksi, hanya genre itu saja yang membuat Lia bahagia. Sudah berapa lama dia tak menonton film yang dibintangi oleh James Bond? Sudah sangat lama sekali.

"Kita akan menonton film Spectre." Lia mengangguk. Seraya menonton film, mulutnya tak berhenti mengunyah. Tak seperti kebanyakan orang yang akan merasakan pahit di lidahnya saat sakit, Lia justru merasakan nikmat makanan yang disajikan oleh pembantu Brian.

Lia mengambil bantal, dia menyandarkan bantal tersebut di bahu Brian, lalu Lia menjatuhkan kepalanya yang masih terasa pusing di bantal tersebut. Saat ini, kedekatan mereka terhalangi oleh sebuah bantal. Brian sendiri merasa aneh, otaknya harus dipaksa untuk berjalan agar bisa mengerti pola pikir Lia. Tadi saja wnaita itu tak masalah menyadarkan kepala di bahunya, saat ini justru Lia memakai penghalang.

Film aksi ini terus membuat Lia merasakan greget, belum lagi konspirasi yang harus dicari tahu jalan keluarnya. Dengan otak pintar James Bond, Lia yakin pasti masalah dalam film ini akan selesai.

2 jam 30 menit, Lia dan Brian habiskan dengan menonton televisi. Dari berbagai makanan yang tersedia, hampir ludes akibat Lia memakannya. Bahkan Brian sendiri belum memasukkan apa-apa ke mulutnya.

Lia mengambil minuman soda, saat tutupnya dibuka sebuah bunyi khas kaleng meniman soda keluar. Lia menenguknya hingga habis. "Apa yang akan kita lakukan? Melanjutkan untuk menonton film?"

"Kau masih merasakan pusing?"

Lia terdiam sejenak. Dia mengangkat kepalanya, saat kepalanya tak bersandar maka pusing akan terasa, berbeda jika kepalanya bersandar di bantal, maka pusingnya hilang. "Masih."

"Baiklah, kalau begitu. Kita akan menonton saja, nanti setelah pusing mu telah hilang, Aku akan mengajakmu ke suatu tempat." Brian beranjak, menuju ke laptopnya.

Sedangkan Lia langsung mengambil gadgetnya. Banyak pesan chat yang didapatkannya dari Stella. Dia terus bertanya alasan Lia tak masuk sekolah, ingin Lia berucap jujur hanya saja Stella bisa menjemputnya ke rumah. Lia menggeleng, Stella bisa dengan mudahnya mengatakan kepada keluarganya kalau Lia tak sekolah.

Lia.
Aku sedang pusing saja. Akibat cuaca semalam yang kurang baik. Saat ini, aku sudah merasa lebih baik. Jangan khawatir.

Mematikan gadgetnya, Lia fokus pada Brian yang masih asik dengan laptopnya. Memilih film yang akan mereka tonton nantinya. Lia menghabiskan popcorn, fokusnya saat ini hanya pada makanan saja. Berkali-kali Lia hanya bisa menghela napasnya dengan kesalnya, suasana hatinya menjadi lebih buruk, entah karena alasan apa.

"Kita akan menonton film hantu. Apakah kau berani?"

"Tentu."

Meski seringkali hantu keluar dengan penampilan yang seram dan nada pengiringnya membuat suasana menjadi menyeramkan, tak membuat Lia menjadi takut. Dia justru fokus menonoton. Tak seperti yang ada dalam bayangan Brian, pria itu sedari tadi memperhatikan Lia dan menunggu Lia takut saat ada jump scare.

'Ku kira dia akan takut dan memelukku."













TBC.

Senin, 23 Oktober 2020.

Publikasi: Rabu, 23 Desember 2020.


Publikasi: Rabu, 23 Desember 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang