Part 29

891 66 17
                                    

Kalau ada typo tandai ya.

559

🍭

🍭

🍭

Rambut Lia yang basah, meneteskan air yang dapat membasahi bagian belakang baju Lia. Dengan handuk yang bergambar Pokemon, Lia mengeringkan rambutnya. Dia tak memiliki Hair Dryer yang bisa mengeringkan rambut dalam waktu yang cepat, secara manual inilah yang biasa Lia lakukan.

Setelah dirasa rambutnya sudah kering, Lia melemparkan handuk nya ke ranjangnya. Berdiri di depan jendela, menunggu ayahnya pulang dan pastinya Lia akan langsung melaporkan kejadian tadi sore. Dari yang Lia ketahui, hari ini orangtuanya itu tengah melakukan liburan di sepanjang hari. Lia bahkan melupakan jadwal ayahnya hari ini, setiap hari Kamis, mereka akan berlibur entah berantah.

Memang aneh, biasanya orang akan berlibur di tanggal merah, sedangkan orangtuanya berlibur di hari kerja.

Melihat gerbang yang dibuka, Lia bisa tahu kalau Mereka sudah pulang. Lia melihat mobil ayahnya yang memasuki garasi. Saat ini akan Maghrib, Lia ingin menunaikan ibadahnya terlebih dahulu, sebelum menghadapi para Iblis yang selalu saja mengganggu kehidupannya.

Hanya tiga rakaat saja dengan iringan doa kepada Allah.

Setelah selesai menunaikan kewajibannya, Lia mengambil gadgetnya dan keluar dari kamarnya. Mendengar suara canda tawa yang berada di ruang televisi, tempat bekas Lisa dan kekasihnya bercumbu dengan mesranya

Lia bersembunyi di dekat pintu. Melihat seluruh keluarganya yang saat ini tengah bahagia dengan kebersamaan. Ayah dan Ibunya membelikan baju serta aksesoris untuk Tika dan Lisa. "Aku seperti anak tiri saja, di sini." Lia bergumam. Dia mengumpat dalam hatinya. Suasana seperti ini sangat tak tepat untuknya melaporkan sesuatu yang dilihatnya.

Namun, Lia tak ingin membuang waktu lagi. Dia keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju ke perkumpulan mereka. "Malam Ayah, Ibu." Lia memanggil dengan sopan nya.

Dari sapaannya saja, bahkan tak ada yang menjawab satupun dari Mereka. Bagaikan jelangkung, Lia datang diundang, bedanya kedatangan Lia sangat tak diinginkan oleh Mereka.

"Ada apa?" tanya Tika. Wanita itu memandang Lia yang saat dianggap oleh keluarganya sendiri, seperti sebuah kebahagiaan untuknya melihat Lia yang dijadikan anak tak dianggap.

"Aku hanya ingin mengatakan kalau Lisa tadi bersama kekasihnya asik bercumbu mesra di rumah ini."

Ucapan Lia dapat membuat Reza yang tak menatap Lia tadi, langsung menatapnya. "Jangan bercanda, Lia!" Lia bahkan tak merasa gentar sedikitpun setelah mendengar ucapan Reza. Dia berada di tempat yang benar ditambah bukti di tangannya, lalu apa yang Lia khawatir, 'kan?

"Aku melihatnya sendiri, Ayah." Lia berusaha membela diri.

Mendengarnya, Clara langsung berdiri dan melayangkan tangan dengan jari lentik dengan kuku bewarna merah. Tangan tersebut berhasil mendarat sempurna di pipi Lia, sebuah bunyi menjadi pertanda kekerasan Clara terhadap anak tirinya, Lia.

"Jangan coba-coba kau menghina putriku!" Clara tampaknya sangat marah. Tentu, dia tak terima jika putri bungsunya dituduh seperti itu. Apalagi, umur Lisa masih remaja.

"Namun, itu adalah kenyataan."

"Bukti, 'kan!"

Lia mengambil gadgetnya yang berada di dalam kantung celananya. Membuka aplikasi galerinya. Hatinya merasa cemas saat tak mendapati foto gang baru saja dipotretnya tadi. Tak tinggal diam, Lia mencari di aplikasi google foto, tetapi gambar yang di carinya juga hilang.

"Di mana buktinya? Kau berusaha menuduh putriku. Aku tak menyangka padamu, Lia. Sudah lelah selama ini Aku mengurusi mu, tetapi ini balasan yang kau berikan." Lia mematikan gadgetnya. Dia melihat ke arah Lia yang tampak tersenyum dalam tundukan kepalanya.

Perlahan, tangan Lia mengepal dengan kuatnya. Semua rencananya hancur, Lia begitu ceroboh. Harusnya tadi, Lia mengecek fotonya atau mengirim foto tersebut ke Stella, setidaknya dia masih memiliki cadangan.

"Aku melihatnya tadi siang. Namun, sayang aku tak memiliki bukti," ucap Lia seadanya. Saat ini, Liaerasa sangat malu. Mungkin, perbuatan dianggap jahat oleh Lisa karena telah menganggu privasinya. Hanya saja, Lia ingin menyelamatkan Lisa dari pergaulan yang bebas.

Reza bangun. Mendekati Lia. Tangannya langsung menarik keras rambut Lia, membuat wanita itu mendongak ke atas. Napasnya tampak saling kejar-kejaran. Rambut Lia juga dapat dipastikan akan rontok karena Reza yang menariknya dengan sangat keras.

"Apakah kau bisa menjadi anak yang tahu diri? Kau sama ibumu sama saja. Tak tahu diri dan tak bisa diandalkan." Reza langsung mendorong keras tubuh Lia. Membuat kepala Lia menabrak guci yang berukuran besar.

Kepalanya berdarah akibatnya. Lia tak bisa berbuat banyak. Tangannya masih saja mengepal dengan kuat. Saat ayahnya menginjak tangannya dengan keras. Lia tak mengeluarkan tangisan atau bahkan teriakan memohon. Diam, adalah ciri khas Lia selama ini. Tak begitu peduli dengan banyaknya luka di tubuhnya, Lia tak akan memohon ampun.

Karena hanya ada Tuhan saja yang Lia jadikan tempat memohon ampun.

Dirasa tubuhnya tak mendapatkan siksaan lagi. Lia mengangkat kepalanya. Matanya membara, menatap penuh kebencian kepada situasi ini.

"Kalau begitu, Aku tak akan peduli. Jika Lisa terjebak dalam masalahnya yang begitu besar suatu saat nanti, jangan pernah menyesalinya. Hari ini, Aku sudah menyerah," ucap Lia. Dia bangun dari duduknya, menatap ayahnya yang masih memasang raut datarnya. Seolah tak peduli dengan seluruh luka yang Lia dapatkan. "Selama ini, Aku berusaha menghormati Ayah. Semua siksaan Ayah, tak pernah menjadikan Aku membenci Ayah. Aku bukan orang yang baik, tetapi ucapan ibu lah yang membuatku harus menjadi baik."

Reza terdiam. Baru kali ini, Lia akan berbicara dengan mengeluarkan seluruh unek-uneknya. Apakah dirinya kejam? Reza tak mengakui itu. Dia hanya ingin tegas saja, Lia adalah anaknya yang sangat bandel. Oleh karena itu, Reza harus tegas padanya. Jika tidak, maka Lia akan berbuat seenaknya.

Setelah mencurahkan isi hatinya, Lia langsung pergi dari ruang televisi. Menuju kamarnya dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap tangannya yang terluka akibat ayahnya yang menginjaknya tadi. Lia meringis kecil, saat dirinya menarik kulit yang akan terkelupas.

Tangannya mengambil obat merah. Giginya menggigit kuat bibirnya, untuk menahan teriakannya. Setelah selesai, Lia melempar asal botol obat merahnya, tanpa menyembuhkan luka di keningnya juga.

Lia menenggelamkan wajahnya di bantal. Tak banyak yang dilakukannya selain berteriak tak jelas untuk memuaskan emosi marahnya. "Aku benci ini," lirihnya setelah kepalanya di angkat kembali.

Ibu, Aku sangat tersiksa tinggal bersama mereka. Kapan kau menyusul ku? Aku sudah sangat merindukan Ibu. Hidupku sudah sangat hancur, sejak kebahagiaan masa kecilku direnggut oleh mereka. Aku tak memiliki harapan hidup. Tak memiliki rumah di mana tempat Aku berpulang mencurahkan seluruh isi hati ini.

Semua orang menolak keberadaan ku. Semua orang menganggap aku parasit. Semua orang bahkan tak pernah menghargai perjuanganku. Aku lelah melihat ini. Kau di mana ibu? Jemput lah aku. Karena di sini, putrimu ini sedang menunggumu.









TBC.


Selasa, 24 November 2020.

Publikasi: Rabu, 6 Januari 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang