Part 47

573 57 26
                                    

Kalau ada typo tandai ya

1,02 K

🍭

🍭

🍭

Meski ada pertengkaran kecil antara Brian dan Lia. Mereka tak ingin mempermasalahkan hal itu. Bukan tanpa alasan, Lia yang sedikit berubah tadinya membuat Brian sedikit bingung. Dia sangat tahu kalau suasana hati Lia sangat buruk, buka karena dirinya yang berdekatan dengan Dewi, melainkan Brian yang mencari gara-gara kepada Lia tadi pagi.

Oleh karena itulah, untuk membujuk Lia, Brian harus mengiming-imingi kekasihnya tersebut dengan sesuatu yang disukai Lia. Tak jauh-jauh dengan kata uang. Tentu saja Lia langsung mengiyakan dan menerima uang pemberian dari Brian.

Suasana hati wanita itu langsung membaik. Senyum selalu terbit di wajah cantik nan pucatnya. Dia juga berbicara dengan Brian secara lembut. Perubahan sikap Lia ini hanya karena uang, uang yang Brian berikan tak sedikit yaitu Rp. 1.000.000, bisa makan berapa hari dirinya memamkai uang itu? Tak sia-sia emosi Lia harus tekuras meladeni sepasang manusia itu tadinya.

"Mengapa kau senyum-senyum seperti itu?" tanya Brian dengan anehnya. Senyum yang jarang Lia tunjukkan itu, justru terlihat menyeramkan dibanding dengan menyenangkan.

"Kau tampan hari ini. Oleh karena itu, aku tersenyum kepadamu.'' Tangan Lia yang masih memegang uang, ditunjukkannya. Dia menghitung berapa lembar uangnya. "Masuk rumah sakit, aku dapat uang Rp. 1.500.000. Memang tak sia-sia aku berpacaran denganmu," ucap Lia. Dia menaruh uangnya yang cukup banyak dalam selimutnya.

Lia menjatuhkana tubuhnya. Mengambil gadgetnya. Tak tahu apa kegiatan yang akan dilakukannya ini, Lia hanya memainkan layar menu ke kanan dan kiri. Lia menghela napasnya kasar, dia melihat ke arah jam.

12.56

Tak ada film yang bagus ditontonnya pada televisi. Jika di gadget itu tak tak mungkin, internetnya berjalan dengan lambat, jadi Lia tak bisa menonton YouTube atau VIU. Lia membuka aplikasi WhatsApp, melihat begitu banyak pesan yang ada di grup Lambe. Apakah ada berita terbaru? Lia tampak tak begitu tertarik, bukan tanpa alasan, pesan yang ada di grup tersebut sudah menygunpul menjadi ribuan yang belum dibacanya.

Namun, Lia teringat kalau akhir-akhir ini banyak gosip miring yang terjadi di sekolahnya. Lia mengangkat bahunya, nanti dia akan menanyakan kepada Stella yang biasa membaca pesan di grup tersebut.

Tangan Lia menari di atas keyboard, mengetik suatu nama yang menjadi salah satu siswi incarannya.

Incaran untuk mendapatkan uang.

Tak bukan, tak lain adalah Julia.

Siswi yang membuat projyek untuknya dan hanya Lia saja yang tak bekerja. Biarlah wanita itu saja melakukan hobinya untuk mencari informasi, lalu uang yang didapatkannya akan dibagi untuk Lia.

Lia.
Kau tak lupa akan janji uang, 'kan?

Pesan belum terbaca. Dilihat, wanita itu online. Memang kapan dia pernah offline? Setahunya tak pernah. Lia menunggu beberapa menit, dia snagat tahu kalau Julia sangat menghindari pesan darinya, jadi cukup lama bagi Lia untuk mendapatkan jawaban dari wanita itu.

Julia.
Aku tak pernah lupa. Uang akan ku berikan jika sudah cair. Tenang saja.

Lia.
Aku tak mau sampai kau berbohong. Semua akan mendapatkan balasan langsung dariku jika ada yang berbohong. Ingat itu, Julia!

Setelah mengirimkan pesan tersebut, Lia langsung mematikan gadgetnha. Tangannya mengambil sebuah plastik yang berisi makanan pemberian dari Dewi. "Selalu ada kebahagiaan setelah kemarahan," ucap Lia seraya terkekeh pelan.

Dia membuka kotak yang berisi makanan. Kotak yang berbentuk persegi dan pipi. Sudah di duga apa isi makanan ini, Pizza. Dengan lelehan keju dan sosis, Lia langsung mengambil sepotong pizza. Saat makana tersebut menyentuh permukaan lidahnya, sat itu juga Lia merasakan nikmat.

"Jangan makan dengan porsi banyak. Nanti kau tambah sakitnya," ucap Brian seraya melihat Lia yang tengah asik dengan makanannya. Mulutnya bahkan penuh dan sekitar bibirnya dinodai oleh saos. Bria beranjak, dia melototkan matanya saat melihat pizza yang tinggal setengah. Padahal baru beberapa menit lalu, dia membuka kotaknya.

"Berhentilah makan. Nanti kau tambah sakit."

Dengan mulut penuhnya, Lia mengangkat kepalanya. Melihat ke arah Brian yang hendak mengambil kotak pizza. Lia langsung menjauhkan kotaknya dari Brian. "Tidak. Akan mubazir jika tak dihabiskan." Lia berucap dengan mulutnya yang penuh, akibatnya suaranya terdengar tak jelas.

"Alasan saja." Brian duduk di bibir ranjang. Dia memperhatikan dengan kekar wajah Lia. Tangannya terangkat, mengelus pipi Lia yang dinodai oleh saos. Lia sendiri langsung berhenti untuk mengunyah, matanya melirik ke arah Brian.

Untuk sementara, mereka saling menatap. "Jangan dekati aku." Lia sedikit mendorong tubuh Brian untuk menjauh. Mulutnya kembali melanjutkan melakukan tugasnya, setelah menelan seluruh makanan yang ada dalam mulutnya. Lia berucap, "aku sudah mengatakan kalau harus jaga jarak. Jangan perlakukan aku seperti itu."

"Kau ini, selalu saja." Brian berdecak kesal. Dia bangun dari duduknya. "Tekadang kau sulit untuk ditebak. Kau berada diantara garis kebaikan dan keburukan. Hal itulah yang membuatku bingun untuk memperlakukanmu."

Meraskan telepon yang berdering di dalam kantung celananya, Brian langsung mengeceknya. "Aku akan pergi dulu." Brian langsung berbalik dan pergi dari ruangan Lia.

Meninggalkan Lia dalam sejuta kegelisahan. Memang benar kata Brian, dia adalah orang yang sangat sulit untuk ditebak. Bahkan Lia sendiri sering bingung dengan dirinya yang tak memiliki suatu kepribadian menonjol.

"Kau benar. Aku ada berada di garis tersebut. Sampai saat ini, aku pun bingung memilih jalan mana yang aku gunakan. Ku harap, suatu hari nanti kau dapat mengerti diriku ini."

Lia menaruh kotak pizza dia atas meja. Tak ada kegiatan lain yang akan dilakukannya lagi. Hanya tidur saja. Dia sendirian, Stella tadi mengatakan akan pergi ke rumahnya karena ayahnya yang tiba-tiba sakit. Lia sendiri tak masalah, dia juga ingin sendiri karena emosinya sudah tak stabil sedari tadi.

Mendengar bunyi ketukan pintu, Lia membuka matanya. Napasnya berhembus dengan kasar. Setahunya Dokter sudah mengunjunginya untuk pemeriksaan dan siapa lagi yang akan datang? "Masuk."

Saat kenop pintu dibuka, Lia begitu fokus pada orang yang datang. Seperti cuaca yang begitu mendung dan petir yang menyambar nya. Di sana, ada tamu yang ditunggu Lia sedari malam tadi.

Orangtuanya.

Ayah kandung dan ibu tirinya.

Tak ada suatu kebahagiaan saat dirinya didatangi oleh mereka. Harapannya sudah pupus.

Lia memaksakan untuk menerbitkan senyumnya. Menyambut kedatangan kedua orangtuanya yang saat ini tak ada siratan kekhawatiran sedikitpun.

"Kau sungguh merepotkan orangtuamu ini. Jika sakit, jangan langsung ke rumah sakit, tinggal minum obat, bisa sembuh. Kau menjadi anak yang tak bisa menghargai orang tua."

Mendengarnya tak membuat hati Lia sedih. "Aku tahu, aku salah. Maaf.''

Itulah kalimat yang biasa Lia ucapkan jika disalahakan, meski tak salah.













TBC

Jumat, 27 November 2020.

Publikasi: Senin, 25 Januari 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang