Part 42

876 58 16
                                    


Kalau ada typo tandai ya

898

🍭

🍭

🍭

Brian terkurung dalam jeruji besi. Menunggu kedatangan orangtuanya atau walinya adalah hal yang harus dilakukannya saat ini. Kepalanya terus menengok ke arah pintu masuk, berharap ada polisi yang mengatakan kalau walinya akan sampai. Brian tak ingin orangtuanya datang, dia tak mau kalau nama orangtuanya aja terkihat buruk.

Namun, dia telah mencemari mama baik orangtuanya.

Entah amukan macam apa yang akan Brian dapatkan nanti. Dirinya sudah siap jika akan tekenak omelan ibunya atau pukulan ayahnya. Mereka pantas marah melihat anaknya yang berdanmlan ini.

Terasa bahu Brian yang sedang di pukul pelan oleh seseorang, Brian langsung berbalik. Melihat ke arah Ardi yang juga ikut terkurung. Pria itu tampak biasa saja. Dia tak takut kalau orangtuanya akan datang, karena yang Brian tahu orang tua Ardi snagat mengerti anaknya.

Ardi juga telah membahagiakan orangtuanya dengan kejeniusannya, mungkin karena hal itulah yang membuat Ardi bisa mendapatkan kepercayaan dari orangtuanya.

"Tenang saja. Tante Sarah dan Om Wahyu mungkin akan malu. Namun, kejadian ini bisa menjadi pelajaran untuk kita di hari ini," ucap Ardi. Dia sangat tahu kalau Brian begitu khawatir jika orangtuanya yang akan menanggung malu. "Mungkin, setelah ini geng motor kita akan hancur."

"Kau benar. Bukan hanya membuat orangtuaku saja yang kecewa, tetapi geng motor kita akan hancur. Sesuatu yang dibangun dari dulu dengan sebuah visi akhirnya gagal. Mungkin benar dengan apa yang Noah katakan kalau kita maish terlalu muda untuk melawannya," ucap Brian.

Mengenang kembali bagaimana dirinya yang sudah susah payah membangun geng motor Mavros, membuatnya sangat sedih jika harus dihancurkan pada waktu yang snahat singkat. "Mengapa orangtuamu tak cepat datang?" tanya Brian, berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. Dia juga sebenarnya cukup ingin tahu, biasanya orang tua Ardi akan datang jika ada suatu panggilan yang genting dari putranya.

"Mereka berada di Singapura. Kemungkinan besok atau mungkin malam ini mereka akan sampai.'' Ardi berucap dengan entengnya. Dia tak masalah jika harus tidur di jeruji besi. Lagian juga, Ardi ingin mencari pengalaman menjadi seorang narapidana.

Dia terlalu bosan dengan hidupnya yang terlalu monoton.

"Semoga saja orangtuaku juga sibuk. Bisa digantikan oleh----"

"Atas nama Brian Bagaskara." Brian menghela napasnya dengan kasar. Belum selesai dirinya mengucapkan doa agar orangtuanya tak datang, justru keinginannya tak terkabulkan.

Brian mengangkat tangannya. Lalu, seorang Polisi datang dan membuka gembok. Membuatkan Brian untuk keluar dari ruang tahanan, menuju ke ruangan intograsi. Dirinya tersenyum kepada orangtuanya yang saat ini hanya menatap Brian dengan datarnya. Bisa bisa melihat bagaimana mereka yang begitu kecewa dengannya.

Tangan Brian mengepal dengan kuatnya. Berusaha menahan umpatan untuk dirinya yang telah membuat orangtuanya kecewa. Brian dipersilahkan untuk duduk, di depan seorang polisi.

"Brian Bagasakara. Anda telah membuat keonaran di sebuah rumah kosong, bersama dengan teman-teman anda. Beritahu, apa tujuan anda menghancurkan rumah yang tak terpakai tersebut dan dari mana asal luka kalian?"

"Kami hanya ingin menghancurkan sekelompok orang yang menempati ruangan tersebut." Brian menjawab dengan jujur nya. Meski banyak pertanyaan untuknya, dengan cepat Brian akan menjawab.

Kadang sebuah kebenaran dan kebohongan. Ada beberapa hal yang tak bisa diceritakannya oleh orang luar yang asing untuknya.

"Putra kami bisa dikeluar, 'kan, Pak? Masalah ini tak memakan korban jiwa, untuk rumah yang telah dirusak oleh putra kami, akan kami bayar jumlah kerusakan fasilitas di dalamnya," ucap Sarah. Meski dalam harinya dia begitu kecewa, Sarah ingin yang terbaik untuk putranya dan jeruji besi bukanlah tempat yang terbaik untuk anaknya.

Meski Brian salah.

"Kami akan membayar berapapun yang Bapak inginkan agar putra kami bisa di bebaskan," ucap Wahyu.

Polisi tersebut menyungging senyumnya. Kedua tangan di taruh di atas meja, menatap pelaku yang telah membuat kekacauan, Brian. "Rp. 15.000.000, maka putra dan seluruh teman-temannya akan bebas.''

Wahyu mengangguk. Dia langsung mengeluarkan cek di dalam tas kerjanya dan menuliskan total bayarah untuk menyogok Polisi tersebut.

Pria yang memiliki pangkat tinggi di kepolisian menyeringai dan menyimpan cek yang telah diberikan oleh Wahyu. "Baiklah. Kasus kalian akan saya selesaikan. Senang berkerja sama denganmu."

Ada rasa sakit saat melihat seorang polisi yang disogok dengan sejumlah uang. Brian mengakui kalau dirinya yang salah, tetapi bukankah ini tak adil? Disaat orang-orang ditangkap karena maling roti karena kelaparan bisa dipenjara beberapa bulan, sedangkan dirinya yang hampir saja membunuh Noah dibebaskan dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Brian menggeleng pelan, dia harus menghilangkan rasa simpatinya saat ini.

Hidup memang tak adil. Maka, Brian mewajarkan saja.

Memasuki mobilnya, Brian hanya bisa menunduk saja saat dirinya diomeli oleh ibunya.

"Kau sangat nakal sekali. Ibumu ini bekerja untukmu. Untuk kebahagiaan ku, lalu ini balasan yang kau berikan untuk Ibumu ini? Sungguh, Ibu sangat kecewa sekali denganmu.''

"Maaf." Hanya kalimat itulah yang berhasil keluar dari mulut Brian. Dia tak bisa membela dirinya, karena dia salah dalam kasus ini.

"Ayah. Kita ke rumah sakit saja. Brian terlihatnya sedang tak baik-baik saja," ucap Sarah saat melihat banyak luka di tubuh Brian. Itu baru luka luar, belum luka dalam. Sarah sendiri melihat bagaiman putranya berjalan dengan susah payah. 'Pasti ada tulang yang patah.'

Mobil mengarah ke rumah sakit. Brian melihat ke arah plang yang terpasang. Menghembuskan napasnya dengan kasar saat melihat nama ruang sakit ini.

"Tempat yang sama dengan tempat Lia dirawat."

Sangat mudah untuknya bisa mengunjungi Lia nantinya. Pikuran Brian langsung tertuju dengan Lia, apakah wanita itu sudah tidur? Ada rasa sesal dalam harinya saat dirinya tak mengikuti pesan Lia untuk tak bakal lagi.

Lihatlah, saat ini ditinha justru mendapatkan karma karena telah meremehkan Lia. Mobil berhenti di parkiran. Brian dengan susah payah berjalan menuju lobby, dengan kedua orangtuanya yang berada di sampingnya untuk mendampingi Brian.

Pria itu dibawa ke ruang UGD. Hanya untuk pemeriksaan awal saja. Bria tak ingin dirawat, oekh akrena itu saat diberi beberapa pertanyaan dari Dokter Brian hanya menjawab kalau dirinya baik-baik saja. Tinggal mengobati beberapa lebam di wajah Brian dan juga diberikan obat agar tulang rusuk Brian kembali membaik seperti sebelumnya.

Brian menghembuskan napasnya lega saat dirinya diperbolehkan untuk pulang dan tak perlu di rawat inap lagi. Setelah dirasa Brian sudah cukup sembuh, dia diperbolehkan untuk pulang. Bersama dengan kedua orangtuanya, Brian keluar dari rumah sakit.

Namun, di perjalanan, Brian harus nahan napas saat bertemu dengan Stella yang menyapanya dengan senyum manis.

"Brian, kau ada di sini?"














TBC

Kamis, 26 November 2020.

Publikasi: Rabu, 20 Januari 2020

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang