Part 11

1.1K 87 13
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

256

🍭

🍭

🍭

"Kami akan kembali ke meja Kami. Senang berbincang padamu, Lia," ucap Dewi. Dia segera berdiri dengan Brian, mereka pergi menuju ke sebuah meja yang sudah terisi teman-teman Mereka.

Sedangkan Lia, Dia cukup lega melihat mereka pergi. Ada rasa sedikit terganggu saat mereka berbincang tadi, mungkin karena Lia yang sangat jarang bersosialisasi dengan lingkungannya, membuat Lia cukup sulit untuk memulai perbincangan.

Namun, dengan sifat luwes Dewi, Lia merasa cukup nyaman saat berbincang tadi. Namun, Lia juga merasa waktunya terbuang secara sia-sia hanya dengan mengobrol sesuatu yang tak penting.

Sebuah nampan mendarat sempurna di atas meja. Dengan membawakan 2 mie ayam dan es teh manis. Lia menatap penuh kelaparan pada kedua hidangan tersebut. Kepalanya terangkat, melihat Stella yang tampak lelah akibat mengantri. "Kau memang sahabat terbaik. Aku akan selalu mengingat jasa mu," ucap Lia. Dia segera mengambil satu mangkuk mie ayam dan segelas es teh, menyantap dengan penuh hikmat. 'Astaga, sudah berapa lama aku tak memakan ini? Lidahku terasa seperti di surga.' Lia berucap dalam hatinya.

Selama ini, Dia hanya makan dengan roti, jika ada yang lebih, maka Lia akan membeli mie instan saja agar uangnya tak cepat habis. Beruntungnya, Lia bisa mengimbangi antara kebutuhan dengan pemasukannya, oleh karena itu, Lia masih bisa hidup dengan baik sampai sekarang.

"Aku tadi melihat Brian dan Dewi datang ke sini. Apa yang Mereka lakukan? Apa Mereka melabrakmu?" tanya Stella. Dalam pikirannya saat ini adalah sebuah scene di mana Dewi melabrak Lia karena telah berani mendekati Brian. Terjadi pertempuran antara kedua wanita itu untuk saling merebutkan Brian, seperti yang ada dalam televisi.

Lia yang mengerti isi pikiran Stella, langsung saja memukul pelan tangan wanita itu. "Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kami hanya berbincang ringan saja, tak ada pertempuran yang terjadi seoerti dalam televisi."

"Aku tak berpikir seperti itu," ucap Stella.

"Terserahmu." Fokus utama Lia hanya pada makanan semata, Dia tak ingin berdebat tak penting dulu dengan Stella.

Saat lidahnya terasa hangat, Lia meminum teh dinginnya, pada saat itu pula tenggorokan Lia terasa sangat nikmat, seperti menemukan oasis dalam gurun. Dalam sekejap mata, makanan Lia telah habis. Lia memegang perutnya yang tampak mengerat. "Huh, Aku sangat kenyang sekali."

Melihat Stella yang sangat lambat makan, membuat Lia harus menunggu lebih lama. Dia membuka gadgetnya, melihat jam yang saat ini masih menunjuk ke arah 12.00,untung adzan belum berkumandang saat ini. "Ku dengar kau akan ikut lomba Olimpidae," ucap Lia tanpa mengalihkan pandangannya dari gadgetnya.

"Ya. Bulan depan aku akan mengikuti Olimpiade Kimia, baru antar sekolah saja, sih di kota ini. Kalau Aku lulus, maka Aku bisa mengikuti ke jenjang yang lebih tinggi, lomba Olimpiade antar Kabupaten atau Kota," ucap Stella.

"Wah, Kau hebat sekali. Tak sia-sia Kau menghabiskan waktu di depan buku. Kau tahu, Kau sama seperti Dia." Lia menunjuk ke arah meja yang diduduki oleh Brian dan teman-temannya. Di mana ada seorang pria yang berkaca mata sedang asik dengan bukunya, padahal sekeliling pria itu ada teman-temannya yang sangatlah berisik.

"Aku cukup mengetahuinya. Dia adalah Ardi, pria yang sangat pintar. Aku berharap bisa berkenalan dengannya, setidaknya Aku bisa menanyakan pelajaran yang tak ku mengerti padanya," ucap Stella seraya menatap ke arah Ardi. Dia sendiri merasa inscure jika melihat bagaimana kecerdasan pria itu.

"Kau mengenalnya?"

"Ya. Dia juga masuk ke dalam ekskul Olimpiade, beberapa kali dia akan menunjukkan kepandaiannya yang sangat ku akui."

"Seberapa pintarnya Dia sampai Kau cukup tersanjung dengannya?" tanya Lia. Ini adalah kali pertama Stella memuji kepandaian seseorang yang dikenalnya, pria pula itu. Pasti Ardi telah membuat suatu hak yang mengesankan bagi Stella, hingga wanita itu merasa sangat terpesona pada Ardi.

"Dia bisa menjawab soal Fisika dalam waktu yang sangat cepat. Cara menghitungnya seperti kalkulator, sangat cepat sekali," ucap Stella dengan penuh kekaguman. Senyum terbit di wajahnya, membuat Lia merasa keanehan. 'Ada apa dengan wanita ini?' Lia bertanya dalam hatinya.

Mengikuti arah pandang Stea yang amsih tertuju pada Ardi, Lia mulai menyadari sesuatu yang janggal. 'Baru kali ini aku melihat Stella jatuh cinta.' Setelah puluhan pria yang berusaha mendekati Stella, akhirnya ada juga pria yang menyantol di hati Stella.

Saat Ardi mulai menyadari kalau dirinya sedang di tatao oleh seseorang, Ardi langsung mengangkat kepalanya. Melihat ke arah Stella yang sudah ketahuan menatapnya. Stella tentu saja malu, Dia langsung menundukkan kepalanya, seolah yang terjadi hanya ketidaksengajaan semata.

Ardi tersenyum kecil kepada Stella yang saat ini tengah menunduk karena malu.

"Ada apa denganmu? Ini masih siang, jangan menunjukkan gejala akan kesurupan," ucap Farhan dengan ngerinya. Melihat Ardi yang tersenyum secara misterius dan tak diketahui alasannya, membuat Farhan sedikit takut.

Bahkan pria itu sering menunjukkan wajah datarnya dan tanpa alasan yang jelas tersenyum jahat seperti itu, siapa yang tak ngeri?

"Tidak," ucap Ardi dan langsung fokus menekuri buku bacaannya lagi.

Semua yang melihat gelagat Ardi, sangat mengetahui kalau Ardi sedang berbohong saat ini. Bria lebih bersikap tak peduli, lagian juga Ardi pria yang pintar, jadi tak akan ada masalah yang diciptakan oleh pria itu.

***

Lia menguap kecil. Dia sangat mengantuk saat ini. Ingin tertidur, tetapi tempat yang tak mendukung. Berada di dalam angkot yang sangat ramai, membuatnya susah untuk merasakan kenyamanan. Keributan memasuki telinganya, di mana beberapa ibu-ibu yang saat ini sedang asik berbincang menggosipkan orang lain.

Belum lagi keadaan jalanan yang terkadang ada kubangan, membuat mobil angkot harus berhati-hati dalam perjalannya. Sedikit rasa sesal memasuki pikiran Lia, coba saja dirinya tak pulang lebih awal tadi, pasti saja Dia bisa menumpang lagi bersama dengan Brian.

Mobil angkot ini akan sampai ke daerah tempat tinggalnya. Lia langsung mengetuk langit-langit mobil seraya berkata, "kanan, pak." Sehingga mobil itu harus berhenti, menyepi terlebih dahulu. Lia memberikan uangnya kepada supir angkot tersebut, tinggal betjalan 700 meter lagi, maka dirinya akan sampai.

Seraya bersiul kecil, Lia berjalan fengan ringan kaki. Memasuki komplek perumahan yang sangat sepi, karena di dominasi oleh orang yang bekerja di kantor.

Tak sengaja, mata Lia menangkap sebuah kejadian yang sangat menarik perhatiannya. Kau menyeringai, Dia berjalan berjinjit agar tak menimbulkan suara dan mengeluarkan gadgetnya.

Satu potret sebuah kejadian telah diambilnya. Di sana, terdapat seorang wanita yang sangat dikenalinya sedang asik bercumbu mesra dengan seorang pria yang tak dikenalnya.

"Aku ingin lihat, apakah ayah akan mengamuk seperti kemarin atau tidak."













TBC

Sabtu, 21 November 2020.

Publikasi: Jumat, 11 November 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang