Kalau ada typo tandai ya.
939
🍭
🍭
🍭
Melihat wanita yang selalu berada di samping Brian. Menemani dari kecil dan tentu banyak cerita yang pasti mereka miliki. Dia adalah Dewi. Lia tak tahu cukup banyak seberapa dekat hubungan mereka, yang Lia tahu dia sangat dekat dengan Brian. Dewi memiliki wajah yang sangat cantik, hal itulah yang membuatnya sedikit inscure.
Lia menggelengkan kepalanya kecil. Dia tak ingin berurusan dengan namanya cinta segitiga. Lebih baik, Lia fokus saja kepada tujuan utamanya, yaitu untuk mengincar uang Brian, bukan fisiknya. Lia sudah memaksakan senyumnya kepada Dewi.
Disaat wanita itu datang. Memeluk tubuh jangkung Brian. Tentu saja Brian tampaknya sangat ceria sekali, seperti mendapatkan lotre saja. Bahkan, Lia sempat melihat Dewi yang sempat mencium pipi Brian. Tangan Lia mengepal, setidaknya mereka hargai diri Lia yang ada di sini juga.
Pagi yang dimulai dari kejadian buruk, tentu saat waktu berjalan lagi akan terus buruk. Lia hanya berharap kalau waktu terus berjalan dengan cepat, satu hari ini harus dihabiskannya dengan kesialan yang mendekam dalam dirinya.
Catat. Hari ini adalah hari tersial dalam hidup Lia.
"Aku dengar kau semalam habis dikeroyok. Oh, astaga, lihatlah wajahmu sudah menjadi buruk rupa." Dewi mengelus permukaan kulit Brian yang terdapat lebam memerah. Dewi meringis pelan. "Ini pasti sakit," ucapnya.
Brian mengangguk. Dia mengambil tangan Dewi yang mengelus wajahnya saat ini. Dicium tangan tersebut dengan lembutnya, membuat hati Lia semakin panas.
'Sebenarnya di sini yang sepasang kekasih, siapa?' Lia bertanya dalam pikirannya. Dia mengalihkan pandangannya, hanya fokus pada taman. Tak peduli akan teringat dengan masa lalu saat melihat anak-anak yang bermain dengan orangtuanya. Lia sangat tak ingin menjadi marah saat melihat pemandangan yang tak senonoh di depannya.
"Mengapa kau ada di sini, Dewi?" tanya Brian. Dia melepaskan pelukan antar mereka dan mencium pelan kening Dewi. "Apakah ada rekan mu yang sakit?"
"Tidak. Aku dengar Lia sedang dirawat. Aku hanya ingin menjenguknya juga, sekali bertemu denganmu." Pandangan Dewi beralih ke arah Lia yang asik melihat ke taman. Dewi menggeser kan tubuhnya sedikit agar bisa berhadapan lebih dekat dengan Lia.
"Apakah kau sudah sehat?" tanya Dewi."Sedikit lebih baik," ucap Lia seadanya. Dipaksakan dirinya untuk tersenyum lebih lebar.
Saat kursi roda berjalan dan di dorong oleh Brian. Lia hanya bisa diam saja. Jika ada kemampuan untuk menutup indera pendengaran untuk sementara waktu, maka akan Lia lakukan. Dirinya begitu tak nyaman saat mendengar mereka yang sibuk berbincang.
"Lain kali. Kau lebih berhati-hati lagi. Aku snagag ngilu melihat luka mu itu," ucap Dewi.
"Aku tak apa-apa. Ini hanya luka kecil saja. Lagian, kau sudah biasa, 'kan?" Dewi menggeleng dengan lucunya, selerti anak kecil yang lugu. Brian yang merasa sangat gemas, langsung mencubit keras hidung Dewi, membuat wanita itu berteriak kecil.
"Jangan menarik hidungku. Kau tahu, aku selalu diejek oleh kakakku, karena terlalu mancung." Dewi mengelus pelan hidungnya yang tampak memerah. Dia memang memiliki hidung yang sangat panjang, tipikal hidung orang Arab dan India. Untuk itu, Dewi sering merasa kurang percaya diri atas hidungnya tersebut.
"Tenang saja. Aku yang akan berbicara nanti sama kakakmu, kalau ...." Brian sengaja memberhentikan ucapannya. Dia menatap Dewi dengan tatapan menggodanya.
"Kalau?" tanya Dewi dengan penasarannya.
"Kalau kau memang jelek dengan hidung panjang itu, seperti Pinokio." Brian tertawa dengan kuatnya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Tanpa menyadari perubahan raut wajah Dewi yang mulai kesal.
"Brian!"
Sebelum mendapatkan amukan dari Dewi, Brian lebih dulu berlari seraya mendorong kuat kursi roda.
Berlari dengan kecepatan tinggi. Lia hanya bisa mencengkram kuat tempat pegangan yang ada di kursi roda. Dia menutup matanya. "BRIAN! JANGAN GILA! AKU SEDANG SAKIT BODOH!" teriakan Lia tersebut membuat banyak orang yang terkejut, termasuk para perawat yang saat ini menataknya dengan tajam.
Lia tak peduli. Dia sedikit membalikkan tubuhnya dan memukul tulang rusuk palsu Brian dengan kuatnya, membuat pria itu harus menahan sakit. "Maafkan, aku Lia. Sungguh, aku lupa kalau ada kau di sini." Brian menepuk pelan keningnya. Lia pasti terkejut karena dengan cepatnya dia berlari tadi. "Maafkan aku, ya."
"Jika kau ingin bercanda harus tahu waktu. Kau bisa saja tadi terjatuh dan yang terkena imbas adalah aku. Jangan membuat suasana hatiku menjadi lebih buruk lagi." Kedua tangan Lia memegang ban di kursi roda untuk menjalankannya. "Hari ini snagat buruk. Aku membencinya.''
Brian hanya melihat bagaimana Lia yang marah saat ini. Dia merasa snagta bersalah. "Astaga. Aku memang bodoh." Bahu Brian ditepuk dengan pelannya. Brian berbalik, Dewi sudah ada di belakangnya. Tersenyum lembut, tak ada raut kesal seperti tadi.
"Lia pasti sangat marah. Aku minta maaf, harusnya hari ini aku tak datang dan membuat Lia menjadi sangat marah." Stella berucap dengan penuh rasa bersalah. Dia memejamkan matanya, merasa sangat kasihan dengan Brian yang mendapatkan amarah dari Lia. "Aku akan membujuknya. Dia pasti hanya kesal saja."
Saat akan berjalan, tangan Dewi lebih dulu ditarik oleh Brian. Dewi berbalik, melihat Brian yang tersenyum lembut padanya. "Jangan terlalu dihiraukan. Dia hanya kesal saja"
"Tidak. Aku akan berusaha meminta maaf dengannya." Dewi melepaskan tangan Brian dan langsung pergi. Berlari mencari Lia. Karena tak memiliki tenaga yang besar, Lia bisa ditemukan dengan mudah.
Tangannya terus mendorong roda agar ada perubahan posisinya. Dewi yang melihat Lia sedang kesusahan, langsung mendatanginya. Tangannya memegang tempat pegangan untuk mendorong kursi roda. "Maafkan aku. Aku pasti merusak suasana hatimu untuk hari ini.''
"Tidak juga. Aku memang sedang kesal dari tadi pagi. Jadi kau dan Brian tak sepenuhnya bersalah.'' Lia memijat tangannya yang snagat pegal. Ternyata sangat sulit untuk mendorong kursi roda dengan sendiri, tak seperti yang ada dalam bayangannya.
Lia memengikan kepalanya sejenak ke arah Dewi yang ada di belakang. Tak ada perbincangan asik yang bisa dilakukannya. Lia berharap kalau dirinya cepat sampai ke ruangannya.
"Tolong, jangan halangi aku." Suara tersebut, membuat Lia sedikit terganggu.
Apa maksudnya? Lia saja tak mengerti maksud ucapan dari wanita itu. "Aku tak mengerti," ucap Lia.
"Sudah banyak wanita yang menjadi kekasih Brian. Aku takut, kau akan menjadi seperti mereka yang salah mengartikan hubungan kami. Aku dan Brian hanya sahabat saja," ucap Dewi. Suaranya begitu lirih, seperti meminta untuk dikasihani.
"Sedari awal. Aku tak memiliki hak lebih atas Brian. Kau bisa selalu berada di dekat dia. Asal jangan memganggu privasi atau ketenangan ku. Seperti tadi, aku cukup marah karena Brian yang ceroboh karena telah mendorong kursi roda dengan kuat." Lia memberhentikan ucapannya. Dia tersenyum kecil dan emnegik ke belakang, melihat Dewi.
"Jadi, kau bebas untuk berada di dekatnya. Aku juga ya terlalu peduli."
TBC
Jumat, 27 November 2020.
Publikasi: Minggu, 24 Januari 2021.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Money (END)
Teen FictionIni tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya. Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...