Part 12

1K 85 9
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

275

Lia menatap pada benda kecil yang saat ini berada di tangannya. Seringai kejam tak pernah lepas dari wajah cantiknya. Seluruh bayangan akan kejadian nantinya, membuat Lia merasa lebih baik dan bersemangat. Diambil gadgetnya, lalu memasukkan benda kecil tersebut ke dalamnya tempat kartu.

Untuk dapat mengirimkan foto, Lia harus mendaftarkan dahulu dan membuatkan akun WhatsApp. Setelah selesai, Lia langsung mengirimkan foto yang diambilnya kepada ayahnya. Lia ingin lihat bagaimana reaksi pria itu saat melihat putri kesayangannya yang telah melanggar peraturan.

Jika kemarin saja Lia bisa dicambuk olehnya, tetapi tidak untuk Tika. Bisa saja Ayahnya akan pilih kasih dan membiarkan pergaulan Tika. "Buktikan lagi pada dunia ini, ayah. Bagaimana kau tak bisa adil dengan anak kandungku dan anak tiri mu."

Sukses mengirimkan foto, Lia langsung mengeluarkan kartu tersebut dan menghancurkannya agar tak ada yang mencari. Tinggal menunggu waktu sebentar saja, maka dapat dipastikan Ayahnya akan pulang.

Setiap saat, Lia akan melihat ke arah jam. Sekitar habis Magrib, baru Lia mendengar suara deru knalpot mobil. Lia beranjak, Dia membuka tirai jendelanya, melihat ayahnya yang masuk secara terburu-buru.

Tak peduli dengan hujan yang menyerang Dia secara keras. Dapat Lia lihat bagaimana Reza mata malam ini. "Aku tak ingin terlalu berharap. Namun, melihat satu luka di tubuh Tika, Aku pasti akan merasa senang."

Lia keluar dari kamarnya. Dia berjalan mengendap-endap agartak ada yang menyadarinya. Lia bersembunyi dibalik pilar, melihat ayahnya yang terus memanggil Tika.

"TIKA!"

Bukannya Tika dulu yang keluar, justru Clara dengan masker di wajahnya lebih dahulu keluar. Clara segera menghampiri Lia saat melihat suaminya yang saat ini sedang smagat marah, entah untuk alasan apa. "Ada apa, Mas? Mengapa kau memanggil Tika dengan nada yang kasar seperti itu."

"Panggil anakmu sekarang. Ayah ingin berbicara dengannya," ucap Reza dengan penuh penekanan. Reza manjatuhkan tubuhnya di atas sofa dan menjambak pelan rambutnhya.

Sedangkan Clara yang melihat suaminya tengah menahan sebuah amarah besar, langsung menaiki tangga dan menghampiri putrinya. Tanpa diketuk Clara langsung masuk ke dalam kamarnya. Melihat Tika yang asik dengan headset nya dan gadgetnya. Clara menarik headset tersenut, hingga Tika baru menyadari kedatangan seseorang.

"Ibu. Ada apa?" tanya Tika. Tak biasanya Ibunya datang dengan raut seperti ini.

"Kau berbuat apa? Ayahmu sangat marah saat ini, kepadamu." Tika menelan Saliva nya dengan kasar. Dia menggeleng pelan, seolah tak mengetahui alasan yang membuat ayahnya marah.

"Aku tak tahu."

"Ayahmu tak gila sehingga marah tanpa sebab. Cepat keluar, bicara dengan baik kepada ayahmu dan tanyakan, apa kesalahanmu." Tika mengangguk. Dia melepaskan gadgetnya dan memakai sendal. Keluar dari kamar dengan tatapan kosong sebuah firasat buruk memasuki otaknya.

Tika berusaha memasang raut sedih di depan ayahnya. Dia menghampiri Reza dan berkata, "Ayah. Ada apa?" tanya Tika. Melihat betapa marahnya Reza saat ini, berhasil membuat Tika menjadi takut bukan kepalang. Kemarahannya hampir sama dengan kemarin saat Reza mengamuk kepada Lia.

Reza mengeluarkan gadgetnya. Dia membuka gambar dan melemparkan gadgetnya kepada Tika. "Jelaskan foto yang dalam gadget tersebut."

Melihat bagaimana Tika yang sedang bercumbu mesra dengan seorang pria, pastilah mengundang kemarahan ayahnya. "Ayah. Aku yakin foto ini hanya sebuah editan semata."

"Jangan mencoba membohongi Ayah. Jelas foto tersebut adalah real, bukan editan," ucap Reza.

"Maaf Ayah." Tika menunduk dan mengeluarkan air matanya, menangis agar mendapatkan simpati dari ayahnya.

"Kau harus mendapatkan hukuman. Untuk 2 bulan penuh, Ayah akan menurunkan uang jajanmu hingga sampai 10%." Tika menggeleng kuat. Tak bisa dibayangkan bagaimana hidupnya jika uang yang di dapatkan hanya 500.000 saja.

"Namun, Ayah." Reza mengangkat tangannya, seolah menolak komplain Tika.

"Reza. Kau tak bisa seperti itu. Tika memiliki banyak urusan, kau ingin rangking Dia menurun karena kekurangan materi? Ayolah, jangan egois Reza," ucap Clara.

Sedangkan Lia yang asik menonton drama di depannya, hanya bisa menggeleng kecil saja. Begitu bagus akting keluarganya saat ini, mengalahkan aktris terkenal saja. Apalagi Clara dan Tika yang terus menangis dan merengek untuk menolak. "Keluarga yang aneh." Lia berbalik, Dia berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.

Tanpa perlu menunggu kelanjutannya, Lia sudah lebih dahulu mengetahui kelanjutan dari tontonannya. Ayahnya pasti mengalah, melihat Clara yang menangis terisak, membuat hati pria itu tersayat hatinya.

***

Melihat bagaimana henungnya ruang makan pagi ini, membuat Lia senang bukan kepalang. Mungkin Dia jahat karena telah mengadukan kelakuan Tika kepada Ayahnya, tetapi baginya Clara juga kedua putrinya tersebut lebih jahat darinya. Mereka sudah menyakiti Lia sejak dirinya masih kecil. Tak apalah, mungkin ini karma untuk Tika.

"Ayah. Aku berangkat dulu." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Lia langsung pergi. Dia snagat yakin kalau Ayahnya tak akan memperdulikannya, mau berangkat sekolah atau pulang sekolah sekalipun.

"Lia!"

Langkah Lia berhenti. Dia berbalik, melihat Ayahnya yang tadi memanggilnya. Berjalan mendekati Ayahnya dan bertanya, "ada apa, Ayah?"

"Kau berangkat sekolah, naik apa?" Tubuh Lia menengang mendengarnya. Mungkin sedikit lebay, tetapi ini adalah kali pertama ayahnya menanyakan sesuatu yang berkaitan erat dengan sekolahnya.

"Seperti biasa, Ayah. Aku naik angkot," jawab Lia sekenanya saja. Tak ingin terlalu terlihat bahagia ataupun takut.

"Kebetulan Ayah melewati sekolahmu, lebih baik Kau bersama Ayah saja." Reza beranjak, mengambil tas kerjanya. Tak lupa, sebelum pergi Dia mencium Clara terlebih dahulu dan langsung pergi.

Lia tersenyum kecil. Dia menatap Clara dengan senyum kemenangannya. "Aku ingin pergi bersama Ayah dulu, Bye ibu dan saudariku," ucap Lia dengan penuh ejekan, membuat Clara, Lisa dan Tika naik pitam.

"Aku akan membalasnya. Lihat saja nanti," ucap Clara.

"Benar, Bu. Aku tak menyukai Dia," ucap Tika.

"Kau juga, harusnya kalau ingin berbuat seperti itu, jangan di luar ruangan. Lihatlah, ayahmu snagat marah, akibat dari perbuatanmu yang ceroboh," ucap Clara. Dia langsung beranjak, lebih baik mengurusi keriput yang muncul di wajahnya daripada menenangkan suaminya yang sedang marah.

***

Dalam perjalanan, hanya ada kehenjungan yang meliputi Mereka. Lia tak memainkan gadgetnya untuk menjaga kesopanannya, hanya melamun dan menatap ke arah jalan.

"Apa selama ini ada hambatan dalam sekolahmu?"

"Ada. Sangat banyak sekali," ucap Lia. Dia masih ingat, bagaimana dusahanya Lia hidup.jika berada di akhir semester. Lia harus mencari uang yang banyak untuk membayar sekolah, sendiri tanpa bantuan keluarganya.

"Salah satunya?"

"Aku bodoh dalam pelajaran. Jadi, Aku tak memiliki kelebihan dalam bidang akademik. Entah kalau Non akademik. Mungkin itu alasan yang membuatku malas untuk mengejar ilmu."

"Mengapa kau sekolah jika tak ada niat untuk belajar."

Lia terdiam. Dia menatap ayahnya dengan dalam.

"Aku tak memiliki jawaban yang tepat." Lia tersenyum kecil. "Lalu bagaimana jika Aku bertanya kepada Ayah. Mengapa Ayah bersikeras untuk mendapatkan hak asuh ku dahulu, tetapi sekarang justru tak menganggap keberadaan ku?"

Dapat Lia lihat Ayahnya yang terkejut mendengar ucapannya. "Aku yakin, Ayah juga tak memiliki jawaban yang tepat. Karena kedua pertanyaan tersebut, memiliki kesamaan yang saling berkaitan, bagiku."














TBC

Sabtu, 21 November 2020.

Publikasi: 13 Desember 2020

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang