Part 23

737 63 21
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

456 🎉

🍭

🍭

🍭

Setelah menonton film yang bergenre horor, Lia sudah mulai merasa bosan. Makanan sudah habis di atas meja, minuman soda hanya tertinggal satu botol saja, itupun ada di tangan Lia. Tubuhnya sedikit membaik setelah makan dan juga minum yang dapat memuaskan hasrat di lidahnya. Ruangan yang semulanya gelap, kini menjadi terang karena Brian telah menghidupkan lampunya.

"Brian," panggil Lia. Kepalanya masih betah bersandar di bantal yang menghalangi mereka.

"Ada apa?" Brian yang masih sibuk dengan gadgetnya, tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari layar yang memiliki sinar biru tersebut.

"Aku ingin tidur terlentang. Bisakah kau duduk di sana." Lia berucap seraya menunjuk ke arah single sofa yang bewarna abu-abu. Brian mengikatu arah tunjuk Lia, Dia menggeleng.

"Tidak. Jika iya ingin tidur, sini ...." Tangan berurat Brian menepuk paha nya. Menyuruh Lia untuk tidur di pahanya.

Tentu saja Lia langsung menolak dengan tegasnya. Tak peduli jika kepalanya terasa snagat pusing sekali, lebih baik dia tertidur seperti ini.

"Kepala mu masih pusing, 'kan? Sudah jangan bandel, tidur sini. Lagian juga, Aku tak akan beberapa bagian tubuhmu, kok. Sudah, ayo!" Tanpa menunggu persetujuan dahulu dari Lia, Brian sudah lebih dulu menarik pelan kepala Lia untuk tidur di pahanya. "Aku akan memijatkan kepalamu."

Brian mengambil botol minyak angin dan mengeluarkan isinya. Meratakan tetesan minyak angin ke kepala Lia dan memijatnya pelan. Dapat Lia rasakan rasa pusing di kepalanya mulai menghilang. Pijatan Brian begitu nikmat, membuat Lia merasa sangat nyaman. Seringkali Lia tertangkap tengah menatap Brian secara intens, sehingga wanita itu langsung mengalihkan pandangannya.

Untuk menghindari dirinya tertangkap seperti maling, Lia menutup matanya.

"Sudah. Bagaimana dengan kepala mu saat ini?" tanya Brian. Dia mengambil tisu dan mengelap tangannya yang lembab akibat minyak angin tadi.

"Lebih baik," ucap Lia dengan jujurnya. Dia bangun dari tidurnya, setidaknya bumi ini tak terasa berputar lagi, seperti tadi. Tangan Lia mengambil minuman soda dan meneguknya.

"Bagaimana mau sembuh jika kau meminum soda terus dari tadi," ucap Brian.

"Salahkan pembantu mu yang memberikan minuman soda. Bahkan hanya ada satu botol mineral. Aku hanya minum yang tersedia saja," ucap Lia tak mau kalah, memang yang telah pembantu Brian menyajikan 5 botol minuman soda dengan satu botol minuman mineral. "Apakah orangtuamu itu pengusaha minuman soda? Sepertinya banyak sekali logo minuman soda ini yang ku temukan di rumah mu."

Beberapa tempat yang Lia lihat terpasang stiker logo minuman soda adalah vas bunga dan kotak sampah.

"Kepo."

Lia menatap Brian dengan datarnya. Baru saja pria itu menjawab dengan sangat singkat, membuat Lia merasa kesal. Mana Brian tak memberikan jawaban yang memuaskan untuknya.

"Ayo! Aku akan mengajakmu ke sebuah tempat." Bria menaruh bantalnya. Dia beranjak, menggeleng pelan saat melihat bekas makanan yang telah dihabiskan oleh Lia.

"Apakah kau ingin memberikan aku kejutan?"

"Tidak."

"Huh. Padahal Aku sudah mengkhayal kalau Kau akan memberikan Aku kejutan seperti yang ada dalam film."

Dalam bayangan Lia saat ini, Brian akan memberikannya cincin emas yang pastinya memiliki harga sangat mahal. Pemandangan yang indah juga mendukung mereka, seperti yang ada dalam drama Korea. Tak dapat dibayangkan kalau Brian memberikan cincin emas padanya dan pastinya, Lia akan menjual agar dirinya mendapatkan uang yang banyak.

Lia beranjak. Dia mengikuti langkah Brian yang entah ke mana. Seraya melihat desain megah rumah ini, Lia bersiul kecil. Berbeda dengan rumahnya yang minimalis, rumah Brian lebih lebar.

Sebuah pintu dengan tanaman merayap yang menghiasi, membuatnya menjadi lebih indah. Pintu itu terbuka secara otomatis, 'seperti pintu yang ada di dalam pusat perbelanjaan saja.' Lia berucap dalam hatinya. Melewati pintu tersebut, disambutlah dengan seluruh tanaman hias, berbagai macam bunga dan sebuah air mancur.

"Ini sangat indah." Tanpa sadar, Lia bergumam. Seperti berada dalam surga yang selalu Lia bayangkan selama ini. Matahari yang bersinar dengan terangnya, membuat pemandangan di taman ini semakin indah.

"Taman ini milik ibuku. Sebenarnya tak boleh untuk orang asing mendatangi taman ini. Namun, untukmu ku spesialkan," ucap Brian. Melihat ke gadgetnya, Brian telah mendapatkan pesan berupa persetujuan langsung oleh ibunya. Jadi, Lia tak akan mendapatkan hukuman dari Ibunya karena telah memasuki daerah pribadi nya.

Kaki mereka melangkah, menginjaki rerumputan yang sangat tipis dengan warna hijau mudahnya. Kupu-kupu yang berterbangan dengan berabagai aneka warna juga burung yang berkicau, membuat poin penting dalam pemandangan taman ini.

"Kita duduk di situ." Jari Brian menunjuk ke arah gazebo yang tersedia. Letaknya berada di tengah taman, dekat dengan air mancur. Ternyata, di meja gazebo sudah tersedia makan siang. Berupa ayam bakar, ikan bakar, tumis kangkung dan juga tempe goreng. Makanan yang snagat sederhana dan begitu cocok jika dimakan seraya melihat pemandangan taman seperti ini. "Sekalian untuk makan siang juga. Jika kau kenyang karena telah makan tadi, maka tak perlu dipaksakan lagi seperti kemarin."

"Tidak. Aku justru merasa lapar kembali saat melihat makanan ini. Kau memang pria yang sangat romantis, aku suka itu." Brian menatap tak yakin Lia. Hanya saat wanita itu senang saja dia akan memuji Brian habis-habisan, seperti kemarin.

"Kau memang wanita yang sangat matre," komentar Brian. Dia telah mengambil seluruh kesimpulan sifat asli Lia selama ini, yang hanya mementingkan uang dan kepuasan tersendiri. Namun, Brian merasakan sesuatu yang berbeda dari Lia, dia bukan wanita matre seperti kebanyakan. Lia lebih blak-blakan dalam mengekspresikannyan dan mengatakan yang sebenarnya.

"Itu tahu," ucap Lia. Dia mengambil tempat duduk. "Ayo kita makan. Apa yang kau tunggu lagi?"

"Ya." Brian duduk di depan Lia. Mereka mulai menyantap makannya. Karena makanan yang sangat khas dengan Indonesia, Lia menghalangi Brian saat Dia akan mengambil sendok.

"Pakai tangan, jauh lebih enak." Kebetulan ada keran dekat gazebo, Lia hanya perlu mencuci tangannya, begitu juga dengan Brian.

Mereka makan dengan canda tawa. Entah mengapa hari ini, Lia begitu terbuka dengan Brian. Beberapa kali, dia akan menjahili pria itu, membuatnya itu sedikit kesal.

"Lihatlah. Kau tak pernah makan nasi pakai tangan? Hahaha, nasimu bahkan langsung berantakan." Lia mentertawakan Brian yang terlihat sangat kaku tangannya saat makan, membuat Lia ingin tertawa keras.

"Aku terbiasa menggunakan sendok, garpu, pisau atau sumpit." Bria berucap dengan tak terima. Mengambil sambal dan mencampurkan dengan jumlah banyak ke nasi.

"Tanganmu akan panas jika pakai sambal sebanyak itu," ucap Lia.

"Kau meremehkan Aku?"

Lia mengangguk. Brian saja baru kali ini pertama makan nais pakai tangan, dan dia mencampurkan sambalnya dengan jumlah yang sangat banyak. "Aku yakin kau pasti akan kepanasan nanti." Sebuah ide muncul saat Lia melihat keras kepala Brian saat ini. Lia menyeringai.

"Bagaimana kalau kita membuat persetujuan.''

Mendengarnya, Brian sanagt yakin kalau persyaratan itu sangat berkaitan erat dengan ....

Uang.








TBC


Senin, 23 November 2020.

Publikasi: Kamis, 24 Desember 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang