Kalau ada typo tandai ya.456
🍭
🍭
🍭
Sudah menunggu sekitar 30 menit, Lia bahkan tak menangkap keberadaan Brian dari matanya. Sudah berpuluh-puluh kali Lia menelpon pria itu, tetapi sampai sekarang tak ada jawaban yang diterimanya. Puluhan pesan, yang dikirimnya lewat aplikasi WhatsApp bahkan tidak di bacanya.
Jaket yang Lia gunakan, semakin dieratkannya. Suhu masih saja rendah, topi yang Lia gunakan membuat kepalanya tak terkena tetesan air hujan. Lia menghela napasnya lelah, sudah berapa kali dirinya mencoba untuk bersabar menunggu Brian. Namun, pria itu telah mengikuti janjinya.
"Baru kemarin perjanjian dibuat, tetapi dia sudah melanggarnya saja. Waktunya juga sangat tak tepat, gara-gara dia aku harus absen." Lia berbalik, hendak untuk membuka gerbang rumahnya. Namun, ingatannya mengalami Flashback, dia mengingat bagaimana ucapan Clara tadi padanya.
Benar, ayahnya akan marah jika Lia tak sekolah. Tak terima sedikitpun alasan yang akan Lia berikan nantinya, Reza tetap akan menghukumnya.
Terpaksa, Lia harus pergi. Dia berjalan tak tentu arah. Merasa hidupnya sendiri, tak ada orang yang berada dalam lingkungan hidupnya. Bukan untuk menetap, tetapi untuk mampir. Lia tak memiliki begitu banyak teman, hanya Stella saja yang mau berteman dengannya. Semua orang menjauhinya, dengan alasan sifat Lia yang buruk.
Tanpa menyadari bahwa sifat mereka juga lebih buruk darinya.
Lia menjatuhkan bokongnya di sebuah tempat duduk. Meski suhu yang begitu dingin, Lia bisa merasakan keringat yang menetes di sekitar kening dan pelipisnya. Melihat bagaimana segerombolan anak sekolah dasar yang hendak ke sekolah dengan di gandeng oleh orangtuanya, membuat Lia menjadi terharu.
Baru kemarin Lia diantar oleh Reza ke sekolah, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun, karena perbuatannya, semuanya kembali ke semula. Clara dan Tika yang menang, sedangkan dirinya harus menderita dalam kekalahan.
Lia merasakan getaran dan disusul bunyi telepon masuk, mengambil gadgetnya yang terletak di kantung. Melihat siapa yang menelponnya, membuat Lia tersenyum kecil.
Stella.
"Iya. Ada apa?" tanya Lia. Pandangannya masih fokus pada anak sekolah dasar yang terus bercanda tawa, tak sekalipun Dia mengalihkan pandangannya.
"Kau ke mana saja? Ini sudah jam 07.00, sebentar lagi bel akan berbunyi." Terdengar sekali suara Stella yang sangat khawatir, selain itu juga, Lia bisa mendengar suara riuh yang pastinya dari kelasnya.
"Aku tak sekolah hari ini. Sedang dalam keadaan yang tak baik. Nanti, saat masuk sekolah aku akan menceritakannya. Jadi, Aku tutup dulu, ya, teleponnya." Lia langsung mematikan sambungan telepon. Tak peduli jika Stella akan menelponnya lagi.
Hari ini, Lia hanya tak ingin diganggu. Dia hanya ingin membuat hatinya menjadi tenang. Tubuhnya di sandarkan ke batang pohon yang tua. Menikmati angin sejuk, terkadang tangannya akan memijat kening yang terasa sangat pusing sekali dan mata sipit Lia juga menutup.
Mungkin, Dia akan seperti ini sampai sore nanti, agar orangtuanya tak ada yang curiga padanya.
"Maaf. Aku terlambat."
Menganggap hanya sebuah mimpi atau khayalan semata, Lia tak negitu peduli dengan suara tersebut. Posisinya masih sama seraya memejamkan mata, sehingga dia tak melihat sesosok pria yang kini berdiri di depannya dengan rambut yang tertata dengan tak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Money (END)
Teen FictionIni tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya. Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...