Kalau ada typo, tandai ya.
701🎉
🍭
🍭
🍭
Julia menyetujui persyaratan yang telah Lia buat. Tentu saja Lia senang bukan kepalang. Ini baru hari pertamanya setelah jadian dan ternyata keuntungan yang didapatkannya sangatlah banyak. Menurut informasi yang Lia dapat, pendapatan Julia di beberapa Admin Grup Lambe lainnya, memiliki harga Rp. 200.000, persatu beritanya
Untuk jumlah pasti Admin Grup Lambe, Lia tak tahu. Yang terpenting saat ini, Dia bisa mendapatkan uang dari seorang yang bernama Noah. Jika dibagi, maka uang yang Lia dapatkan adalah Rp. 5.000.000.
Tak bisa Lia bayangkan, uang sebanyak itu akan diapakannya. Untuk uang sekolah, pasti Lia akan melunasinya.
Angin yang berhembus dengan besarnya, membuat suhu tubuh Lia menjadi rendah. Lia menikmati angin yang sejuk menyapa dirinya. Rambutnya berkibar, sehingga lehernya merasa sangat sejuk saat ini.
Keluar dari gedung sekolah yang menjadi tempatnya mencari ilmu. Keadaan yang berdesak-desakan, membuat Lia harus mengundurkan diri dulu, mencari tempat yang lebih sepi, menunggu seluruh murid melewati pintu masuk.
Di sampingnya ada Stella yang seperti biasa fokus pada bacaannya. Lia tak memiliki teman bicara, karena Dia tahu kalau mengganggu waktu Stella membaca, bisa mendapatkan amukan dari wanita itu saja dirinya.
"Mereka seperti Setan. Percuma otak pintar, tetapi etika nol nilainya." Lia bergumam sendiri melihat kepada gerombolan orang yang saat ini sedang saling mendorong. Seperti orang yang kesetanan saja. Bahkan ada yang bertengkar hanya karena masalah kecil.
"Kau selalu mengatakan kelakuan orang seperti Setan. Namun, tak sadar diri kalau kelakuan kau sendiri kaya Setan juga," ucap Stella tanpa menatap Lia. Dia memindahkan halaman buku dengan santainya, tak terlalu peduli dengan tatapan tajam yang seperti laser merah dari Lia.
"Mengapa semua orang mengatakan aku seperti Setan. Aku membenci itu." Lia menghembuskan napasnya kasar. Dia beranjak saat melihat pintu untuk keluar sudah mulai lenggang. Meninggalkan Stella yang sedang memasukkan buku ke dalam tas.
Wanita itu menggeleng pelan saat melihat Lia yang sedang kesal. Bahkan auranya yang pekat akan kemarahan, membuat orang yang akan lewat pintu masuk langsung mundur, agar Lia bisa masuk lebih dulu. Mereka tak ingin mendapatkan amukan dari Lia juga.
"Benar-benar seperti Setan." Stella langsung menyusul Lia. Dia sempat memegang tangan wanita itu, tetapi yang ada Lia langsung menghempaskan nya. Stella sangat tahu, kalau Lia tak suka diejek Setan oleh siapapun itu.
Namun, bagi Stella tak masalah. Dengan begitu, Stella bisa melihat Lia yang marah, seperti anak kecil.
"Menjauh lah. Aku tahu kau Malaikat dan Aku Setannya." Lia berusaha mendorong tubuh Stella yang berusaha memegang tangannya.
Stella tertawa dengan besarnya. "Itu kau tahu." Lalu, Dia pergi meninggalkan Lia, menuju ke parkiran untuk mengambil sepeda.
Sedangkan Lia, dia terdiam di tempatnya. Dadanya kembang kempis, menahan emosi yang membeludak dalam dirinya akibat Lia. Mendengar bisikan dan para murid lain yang tertawa, membuat Lia semakin kesal bukan kepalang. Dia berbalik, menatap penuh kemarahan kepada gerombolan Siswa yang menjadikannya sebagai bahan tertawaan.
"Hentikan tawa kalian atau aku buat rusak kotak tertawa kalian." Seluruh Siswa langsung terdiam. Tak ada tawa lagi yang menjadi bahan lelucon mereka. Padahal, mereka sendiri tak menghina Lia atau apapun yang menyakiti wanita itu.
"Kami tak membuat masalah denganmu."
Lia menghela napasnya dengan kasar. Dia mengangguk. Benar kata salah satu dari Siswa itu, kalau bukan Lia lah yang menjadi bahan lelucon mereka. Lalu, apa yang dirinya permasalahkan? "Maaf. Aku hanya emosi saja," ujar Lia. Walah bagaimanapun itu, Mereka tak salah, yang salah adalah Stella, sahabatnya itu telah membuat dirinya kesal.
Melangkah kaki menuju ke gerbang. Duduk di halte dekat sekolahnya untuk menunggu kedatangan Brian. Dari informasi yang Lia dapatkan dari pria itu, kalau Brian saat ini tengah menyelesaikan tugas Matematika Wajib yang belum selesai. Jadinya, Lia harus menunggu lebih lama.
Dengan roti yang berisi kacang hijau dan air putih, dia menunggu Brian. Melihat ke arah langit yang mendung, Lia menggeram kesal. Bagaimana caranya Lia bisa pulang jika cuaca tak mendukung seperti ini? Lia memundurkan tubuhnya, dia harus berhati-hati kalau ada air yang menghujaninya.
Mata Lia melihat ke arah gerbang sekolah. Senyumnya muncul saat Brian datang dengan mengendarai motornya. "Syukurlah. Setidaknya aku bisa cepat pulang ...."
Namun, senyumnya kembali menghilang saat melihat seseorang yang tenang duduk di kursi bagian penumpang. Lia menengok ke arah lain, berusaha menahan gejolak emosi yang dirasakannya saat ini.
Motor Brian berhenti di depannya. Pria itu hanya menaikkan kaca helm nya. "Lia. Aku akan mengantar, 'kan Dewi terlebih dahulu, ya. Kau tunggu di sini sejenak."
Sebelum Lia memberikan komplain, Brian sudah lebih dulu melakukan mobilnya. Pria itu telah pergi bersama wanita lain, rasanya Lia ingin meneriaki pria itu saja. Tubuhnya sudah merasakan dingin akibat hujan telah datang. Lia tak membawa jaket untuk melindungi dirinya, hal itulah yang membuatnya menggigil saat ini.
Satu jam.
Tak ada penampakan fisik Brian.Dua jam.
Tak ada kabar dari pria itu.Tiga jam.
Mata Lia yang buram melihat Brian yang sedang mengendarai motornya, menembus jutaan tetesan hujan yang membasahi bumi.Lia tersenyum kecil. Pria itu sudah melanggar janjinya, katanya cuman sebentar, tetapi 3 jam pria itu pergi. Motor Brian berhenti di depan halte. Pria itu turun dan menghampiri Lia. Mengangkat rahang wanita itu, melihat bagaimana wajah Lia yang tampak pucat akibat hujan dan dingin.
"Apa kita perlu meneduh?"
Lia menggeleng. "Tak perlu. Ayahku nanti khawatir.'' Lia beranjak. Kaki dan tangannya gemetar, oleh karena itu Lia tak bisa menahan keseimbangannya.
Sebelum Lia terjatuh, Brian terlebih dahulu menangkapnya. Dia membuka tas nya dan mengambil satu jaketnya yang lain. "Pakai ini." Pria itu membantu Lia untuk memakai jaket. Setidaknya, dengan jaket tebal milik Brian, tubuh Lia saat ini mulai merasakan kehangatan.
"Ayo.'' Brian membantu Lia berjalan. Menembus hujan, menuju ke motor.
Lia memeluk erat pinggul Brian. Saat air hujan membasahi kakinya, saat itu pula dirinya merasakan dingin. Bibirnya gemetar, oleh karena itu Lia berusaha mendekatkan dirinya ke Brian, Lia butuh kehangatan.
Satu tetes air matanya terjatuh. Lia merasakan sakit yang amat sangat saat ini. Entah di hati atau di tubuhnya. Suasana hati Lia lah yang membuatnya menjadi seperti ini. Lia menangis terisak, suara tangisannya tak dapat di dengar karena bunyi hujan yang jatuh mendominasi.
Lia menutup matanya. Dia takut kalau nantinya akan mendapatkan amukan dari ayahnya karena pulang terlambat. Akan banyak masalah yang didapatkannya nanti.
Luka itu akan datang nantinya.
TBC
Rabu, 25 November 2020.
Publikasi: Senin, 11 Desember 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Money (END)
Teen FictionIni tentang Lia yang menjadi gadis pecinta uang. Seringkali dia memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan uang, salah satunya adalah memanfaatkan seorang pria kaya yang akan diambil uangnya. Niatnya ingin memanfaatkan, justru menjadi sebaliknya. Li...