Part 5

1.1K 84 17
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

172🎉🎉

🍭

🍭

🍭

Mata besarnya kembali terbuka. Kantung hitam yang menghiasi bagian bawah matanya seolah berteriak marah. Seutas senyum muncul di wajahnya, senyum yang bermakna kemarahannya malam ini. Lia menengok ke arah kanan, melihat jam 18.50, harinya dia ingin istirahat, seperti jadwal sebelumnya. Lia membangunkan tubuhnya dengan susah payah. Dia melihat ke arah pintu, gedoran terus menyusul diiringi oleh suara teriakan dari ayahnya.

Kakinya mencari keberadaan sendal yang berbulu. Memakainya dan membuka pintu, melihat ayahnya yang saat ini melototi nya. Entah apa lagi kesalahannya malam ini, sehingga ayahnya menjadi marah. "Ya, Ayah. Ada apa?" tanya Lia dengan suara selembut mungkin.

"Kau membentak ibumu?" Lia melirik sejenak ke arah Clara, tampak wajah wanita itu yang berair dan memerah. Menangis? Astaga, padahal tadi Mereka hanya berdebat kecil saja.

Melihat ayahnya yang semakin marah, Lia harus bersabar. "Maaf, Ayah. Aku tadi sedang stress memikirkan pelajaran dan mungkin saja Aku tak sengaja membentaknya." Lia menundukkan kepalanya, tangannya saling bergerak gelisah, seolah Dia sendiri merasa bersalah.

"Sudahlah, Reza. Aku tak masalah, mungkin benar yang dikatakan olehnya kalau kejadian itu tak sengaja. Aku mengerti kalau Lia pasti sangat lelah setelah pulang sekolah," ucap Clara. Ada nada tak ikhlas dalam dirinya saat mengucapkan kalimat tersebut, tentu saja, akting yang sudah dilakoninya tadi, justru dibalas akting juga oleh Lia.

"Baiklah. Ingat, besok kau harus menahan emosimu, apalagi sampai membentak ibumu, itu sangat tak baik." Reza mengelus puncak kepala Lia sebentar lalu mengajak istrinya untuk pergi.

"Kau bahkan tega menyakitiku hampir setiap harinya, ayah," gumam Lia. Dia memasuki kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang.

Mengingat kembali bagaimana perilaku buruk ayahnya yang selalu menyakitinya, baik fisik dan batin. Bahkan, Lia sendiri tak mendapatkan makanan setiap harinya, karena hukuman yang diberikan ayahnya. Uang jajan pun tak ada,
dia merasa hidup sendiri dalam kehidupan ini, tak ada yang menemaninya atau memberikan secercah sinar dalam kegelapan nya.

Ibunya telah pergi, bukan ke sisi Tuhan, entah pergi ke mana. Masih lekat dalam ingatan Lia bagaimana ibunya membawa koper, dan dengan paksa ayahnya mengusir ibunya dari rumah. Bahkan, saat ibunya memohon untuk diberikan Lia untuknya, ayahnya melarang.

Lia sangat menyesal. Seandainya saja, dulu dirinya menjadi anak yang pintar, pasti Dia akan memilih bersamanya ibunya, bukan ayahnya.

Lihatlah sekarang, Lia hidup tanpa arah. Tak ada yang bisa diharapkannya lagi pada masa depan, hanya ada pesan-pesan yang diberikan ibunya semasa di sini.

Setetes air mata terjatuh. Lia menyeka air matanya, berusaha untuk tak menangis meski sedang sedih.

"Aku benci ini."

***

Dengan satu bungkus mie goreng, Lia keluar dari kamarnya, menuju ke ruang dapur. Terlihat seorang wanita paruh baya yang menjadi pembantu di rumah ini. "Selamat pagi, Bibi Siti," sapa Lia. Dia mengambil sebuah panci, memasukkan air secukupnya dan memasaknya.

"Pagi juga, Nona," ucap Siti dengan nada sopan nya. Meski Dia yang telah mengenal Lia sedari kecil, Dia tetap segan, karena Lia adalah majikannya juga. "Biar saya saja, Nona." Siti hendak mengambil bungkus bumbu Lia, dengan cepat Lia menggeleng.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang