38(menentukan jalan)

525 106 2
                                    

"Ikutlah denganku, atau... aku membuat mimpimu tadi menjadi sebuah kenyataan" Titah peter seraya mentapa Hoseok yang masih bergeming di tempatnya.

Semua orang dapat melihat getaran samar pada tubuh putra Aprodhite tersebut, seakan memberi tahukan kepada seluruh orang yang berada di sana betapa besar rasa takut yang sedang dirasakan olehnya saat ini.

Hoseok menarik napas panjang dan kemudian mulai melangkah perlahan mendekati Peter yang tengah menyeringai puas.

"Jangan gila hyung!" Sentak Taehyung, ia meremas pergelangan tangan Hoseok yang hendak melangkah lebih jauh.

"Aku harus ikut dengannya, atau kalian semua akan mati" Lirih Hoseok.

"Dia hanya tengah mempermainkan dirimu hyung" Erang Taehyung frustasi, bagaimana lagi caranya untuk menyadarkan putra Aprodhite yang berkali-kali masuk ke dalam jebakan yang sama.

"Dia bahkan mampu menghambat penglihatan Yoongi hyung, jika hanya sekedar mempermainkan mimpi mu itu adalah hal yang mudah baginya" Lanjut Taehyung.

Hoseok menggelengkan kepalanya, ia sangat yakin jika tadi itu bukanlah sekedar permainan Peter, mimpi itu terasa begitu nyata, seakan membawa sebuah pesan tersirat.

"Kita tidak dapat memastikan takdir kita ke depannya, semua hal bisa saja terjadi kepada kita" Hoseok kembali teringat akan buku yang diberikan oleh Zacharon. Tidak ada tulisan atau pun lukisan di dalam buku yang memuat garis takdir mereka, itu artinya tidak ada yang dapat menjamin bagaimana kondisi mereka walau untuk satu detik ke depan.

"Saat ini tangan kita masing-masing yang harus melukis jalan takdir itu. Demi kalian, aku rela jika harus melukis jalan itu dengan tetesan darahku" Hoseok merengkuh tubuh Taehyung dengan sebuah pelukan erat.

"Aku yakin sejauh apapun kita terpisah, kau pasti dapat menyatukan kita kembali. Aku percaya padamu, our King" Bisik Hoseok.

Pemuda pemilik senyum secerah mentari tersebut akhirnya berbalik dan melangkah menjauh, Jimin yang hendak berlari mengejar Hoseok segera dicegah oleh Taehyung.

"Tae!" Sentak jimin marah ketika sahabatnya itu tidak berbuat apapun untuk menghentikan Hoseok.

Taehyung hanya diam memperhatikan Peter dan pasukannya yang menghilang di balik sebuah kabut tebal, membawa sosok Hoseok menjauh dari jangkauan matanya.

Selalu ada resiko di balik sebuah langkah besar, selalu ada pengorbanan di balik perubahan dan selalu ada rasa kehilangan ketika kau telah memutuskan sesuatu.

Kau akan kehilangan sesuatu ketika tengah berusaha meraih hal lainnya, itu adalah hukum yang berlaku di dunia yang kejam ini.

*****
"Kenapa kita mundur begitu saja?!" Berang Dave. Ia melempar pedang yang sedari tadi berada di dalam genggamannya.

Padahal kedua tangannya telah begitu gatal hendak mengayunkan pedangnya kearah jantung Namjoon yang telah berada di hadapannya tadi.
Tetapi Peter dengan seenak jidatnya memerintahkan mereka untuk mundur, "kenapa kau begitu payah? Apa kau takut dengan putra Zeus itu?" Cibir Dave kembali.

"Jaga mulutmu bajingan!" Sentak Sarah yang tampak tidak terima akan penghinaan yang di layangkan oleh Dave.

"Diam kau jalang kecil! Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum aku menebas mulut kotormu itu" Desis Dave menahan amarah yang mungkin sebentar lagi akan meledak.

"Kau...!" Kedua rahang gadis bersurai pirang tersebut bergemeretuk, bahkan ia telah siap menyerang Dave, jika Peter tidak mengintrupsi pertikaian keduanya.

"Sebaiknya kau pergi menyapa saudaramu, aku yakin dia kesepian saat ini"

"Tapi si brengsek ini perlu-" Perkataan sarah terpotong oleh lumatan dari bibir tipis milik Peter.
Kedua insan tersebut terlarut dalam panggutan liar tanpa menghiraukan Dave yang menatap jijik ke arah mereka berdua.

Peter menghisap darah yang merembes keluar dari luka pada bibir Sarah -yang tentu saja hasil dari ciuman liar mereka- dengan rakus, beberapa saat kemudian pemuda itu menyudahi ciuman keduanya.

"Pergi dan temui saudaramu itu" Sarah mendengus kesal dan dengan terpaksa melepaskan kedua lengannya yang tadi tersampir dengan apik pada leher kokoh Peter.
Dengan sedikit menghentakkan kakinya Sarah meninggalkan ruangan yang di dominasi dengan warna merah darah tersebut.

"Sampai dimana pembicaraan kita tadi?" Tanya Peter seraya menyeka bibirnya yang sedikit bengkak akibat ciuman liarnya bersama Sarah tadi.

"Kalian berdua menjijikan" Tukas Dave yang di balas dengan kekehan sinis oleh Peter.

"Kau tenang saja, rasa sakitmu akan segera terbalaskan, aku memiliki sebuah rencana yang sangat menyenangkan" Sebuah seringai licik terpatri pada wajah  Peter.

Dave menaikkan sebelah alisnya, "rencana apa?" Tanya pemuda bertubuh kekar itu.

"Kau akan mengetahui semuanya.. Segera"

*****
Sarah berjalan menyusuri lorong yang di dominasi oleh warna hitam tersebut, jemari lentik yang dihiasi kuku panjang berwarna merah terulur dan menggesek dinding berwarna kelam tersebut. Kedua kaki jenjangnya melangkah tanpa beban menuju sebuah ruangan yang terdapat pada menara bagian utara dari kastil megah milik Peter.

Krieet...

Derit pintu yang berbunyi ketika terbuka, tidak berhasil mengalihkan atensi seorang pemuda dari jendela besar yang menghadap langsung ke arah hamparan air yang mengelilingi kastil terkutuk tersebut.

"Tidak buruk bukan, Hobie? Di sini cukup nyaman" Suara halus milik Sarah mengalun, ia mendudukkan diri di atas ranjang dengan seprai hitam yang menutupinya.

Sosok pemuda yang di panggil Hobie tersebut masih bergeming, menghiraukan sosok yang biasanya menjadi tempatnya untuk pulang selain dari keenam sahabatnya.

"Kenapa Sarah?" Akhirnya, setelah sekian lama di selimuti keheningan Hoseok bersedia buka suara. Menyampaikan satu pertanyaan yang memenuhi kepalanya.

Sarah mengulas senyum tipis, "aku yakin kau sudah cukup lama berdiri menghadap jendela ini, percuma Hobie. Sahabat-sahabatmu tidak akan datang ke sini" Gadis itu melangkah mendekati Hoseok yang masih enggan menatapnya.

"Tidur lah, semua kejadian tadi membuatmu lelah bukan?" Ia mencoba meraih lengan Hoseok, menuntun pemuda itu untuk beranjak menuju ranjang yang tampak nyaman tersebut.

Plakk...

Hoseok menepis kasar tangan Sarah dan kemudian menatap gadis itu dengan tatapan nyalang.

"Kenapa?! Jawab aku!" Pemuda itu meraup kasar bahu kecil Sarah, sedikit mengguncang, menunjukkan seberapa kacau Hoseok ketika mendapati sosok pengganti sang ibu ternyata berdiri di sisi yang bersebrangan dengan dirinya.

Tatapan lembut Sarah berubah menjadi datar, tidak ada emosi apapun di dalam tatapannya.

"Karena mereka, para penghuni olympus tidak lebih dari sekumpulan orang-orang pembohong besar" Sarah balik menepis kasar tangan Hoseok.

"Mereka dan semua aturan gila itu, sudah terlalu lama mereka memimpin, membuat kita hidup di bawah tekanan tidak berujung"

Hoseok mundur selangkah, "apa yang sedang kau bicarakan?" Ia menatap tidak percaya ke arah sarah, tidak mengenali siapa sesungguhnya sosok yang berada di hadapannya saat ini.

"Tidakkah kau lelah? Hidup di bawah aturan dewa dewi sialan itu? Bersembunyi dan terus bersembunyi, untuk apa? Kenapa kita tidak boleh berjalan dengan bebas? Tidak boleh menentukan pilihan hidup kita"

"Itu adalah takdir Sarah!" Sentak Hoseok.

Sarah terkekeh kecil. "Jangan berbicara tentang takdir kepadaku Jung Hoseok! Kau tidak tahu apa pun"

"Apa yang tidak aku ketahui?! Jawab!" Hoseok semakin meninggikan nada suaranya.

Sarah menghiraukan bentakan yang di lontarkan oleh Hoseok dan memilih untuk keluar dari ruangan itu.

Namun gadis itu berhenti di ambang pintu, " Sang takdir tidak sebaik yang kau kira adikku" Ucapnya tanpa menoleh sedikit pun. Selanjutnya hanya keheningan yang menemani Hoseok di dalam kamar besar dan dingin ini.

*****
Don't copy my story okay!

21 November 2021

~Weni

King of Demigod : Map Of The Hidden WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang