"Lampu merah! Ayo naik, Bu! Bapak! Ayo! Metro terakhir nih!"
Teriakan Ke'nek metromini terdengar sangat keras, nada serak bercampur logat betawi masih mencoba menarik penumpang di waktu yang sudah cukup senja. Laki-laki kumal dengan kaos oblong abu-abu, topi tua dan juga tumpukan uang di tangan kirinya sedangkan tangan kanannya nahan dirinya agar tidak terjatuh. Metro itu berjalan santai di pinggiran jalan, si sopir sibuk merokok sembari membawa mobil. Beberapa mobil pribadi dan motor menyalip, menghindari asap pekat hitam dari metro itu di belakang sana.
Asapnya bahkan masih berterbangan menutupi jalan setelah metro itu meninggalkan polusi itu sekitar lima meter. Kalau di cari tahu pasti ada saja yang mengerutu, apa lagi tentang baunya.
Angkutan umum itu berhenti di depan halte. Si Ke'nek turun memberikan jalan masuk pada penumpang sembari memukuli badan metro dengan uang yang dia gengam. Membaca mantra agar lebih banyak penumpang.
Lima orang masuk ke dalam sana, duduk di kursi kosong yang tersisa. Tidak terkecuali salah satu gadis remaja bersama ponsel di tanganya itu. Dia mengambil bangku kosong di dekat jendela. Duduk nyaman setelah membuka jendela, membiarkan angin masuk. Metro kembali jalan, si Ke'nek lagi-lagi berteriak memanggil penumpang.
Sebuah pesan datang, gadis itu membuka. Membacanya dalam hati.
Kencan sama gue dulu. Tar gue mau, dah!
Si gadis berdecak. Mengetik dengan tidak santai. "Nggak usah kalau nggak ikhlas! Gue nanti ke sana sendiri!"
Sama gue ke sananya! Benci banget kayanya sama gue!
"Iya! Banget!"
Dia meletakan ponselnya di pangkuannya, tidak perduli lagi pada hal itu. Melihat ke arah luar dari jendela, menikmati angin senja bercampur polusi itu. Menghirup lalu dia buang pelan-pelan. Wajahnya terlihat begitu damai, melihat langit biru jingga di antara gedung tinggi. Hal kecil seperti itu rasanya begitu indah dan dia akan selalu melakukan hal seperti ini.
Metro tiba-tiba berhenti mendadak, mengangu kedamaiannya begitu juga penumpang lain. Kebanyakan mengeluh pada si sopir. Gadis itu juga ikut mengeluh tapi hanya berkomat-kamit. Selain lututnya yang terpentuk bangku di depannya, ponselnya juga terjatuh ke bawah. Dan di lihat cukup susah untuk menjangkaunya.
Tanganya meraih ponsel itu saat sudah ada di samping sepatunya. Mengambil benda itu dengan susah payah. Akhirnya dia menunduk. Dan ketika dia sudah mendapatkannya. Metro kembali maju jalan, langsung membuat dia terpentuk bangku di depan.
Dia mengeluh sakit. Mengusap dahinya sendiri. Sampai dia sadar ada seseorang yang duduk di bangku sebelah. Cowok berkulit coklat yang sibuk dengan ponselnya. Hoodie hitam dan tas hitam yang terlihat penuh.
Gadis itu merasakan malu, dia kembali duduk dengan posisi benar. Sembari mengusap dahinya. Dia juga mengusap ponselnya yang beberapa detik lalu terjatuh. Memastikan baik-baik saja.
Metro tanpa dia sadari sudah penuh. Ada beberapa orang berdiri di depan sana. Semua bangku sudah terisi penuh. Di antara kesunyian di dalam metro tiga laki-laki di pintu depan terlihat cukup mencurigakan. Dua di antara mereka berbadan kekar dan satu si kurus. Wajah mereka garang, terlihat memantau keadaan sekitar.
Dan benar saja, beberapa meter ke depan. Mereka melakukan aksi. Salah satu laki-laki berbadan kekar mendekati supir, meletakan pisau lipat di lehernya. Dan dua dari mereka mulai berkoar. Mengancam para penumpang.
"Keluarin semua duit! Semua! Cepet!" kata si perampok.
Seluruh penumpang tertarik, beberapa dari mereka berteriak ketakutan. Sebagian lainnya diam tidak berkomentar. Termasuk si Gadis dan cowok di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...