#9

677 124 153
                                    

Aline tengah menghelus rambut kehitaman Peter yang juga sedang bergelayut manja di leher nya, mata nya sudah tidak sebesar kemarin tapi tetap saja, siapapun yang melihat nya pasti langsung menebak bocah ini habis menangis.

"Apa Daddy benar-benar tidak menyayangi ku?"

"No, Peter," Suara Aline terdengar sangat lembut, "Dia menyayangi mu, tentu saja. Dia ingin kau menjadi pria yang kuat, dia ingin yang terbaik untuk mu, hanya saja," Aline menghela nafas, "Cara nya salah."

"Aku sudah berusaha, Mom." Peter kembali menyembunyikan wajah nya di balik leher ibu nya dan meneteskan air mata nya, "Aku sudah sekuat mungkin untuk mengejar Bell yang jatuh dari sapu nya tapi tetap saja aku—"

"Sssttt," Aline membelai kepala nya lembut, "Yang penting kau sudah berusaha, sayang. Kau sudah melewati langkah pertama untuk menjadi pria kuat."

"Aku sudah melewati langkah pertama?"

Aline mengangguk pelan seraya mencium pucuk kepala putra nya tersebut, "Yes, you are. Sekarang," Putra nya itu menarik kepala nya dari leher Aline, "Pergi ke Aula dan sarapan, Mommy tidak mau mendengar bahwa anak Mommy yang lain nya jatuh pingsan karena kurang makan."

Peter terkekeh pelan lalu mengangguk menuruti ucapan ibu nya. Ia lantas berdiri kemudian berjalan mendekati gadis yang masih tertidur pulas, kepala nya mendekat lalu mencium pipi Bell dan berbisik pelan, "I love you, Sis."

Walaupun Peter berbisik tapi Aline bisa mendengar nya dan itu membuat tersenyum lega, setidaknya, jangan sampai mereka saling membenci hanya karena kesalahan Ayah nya. Mereka harus saling mencintai dan melindungi.

Aline memandangi punggung Putra nya yang di lapisi jubah berlambang ular itu berjalan keluar, namun saat di ambang pintu, bersamaan seorang pria bertubuh tinggi dengan jubah hitam menyebalkan nya itu datang.

Peter berhenti sejenak dan memandangi Ayah nya yang berjalan melewati nya begitu saja.

Aline yang melihat itu menghela nafas gusar, kemudian kembali menatap wajah putri nya dengan penuh kasih sayang.

"Ini," Severus menyodorkan sebuah sup, "Makanlah, kau belum makan apapun."

"Aku tidak bisa makan jika anak ku juga belum makan." Aline tak mau mengalihkan tatapan nya dari wajah Bell.

Severus diam sejenak, "Bell masih di bawah pengaruh obat, Aline. Dia akan bangun jika obat nya—"

"Sampai kapan obat nya akan berakhir?" Aline akhirnya menoleh ke arah pria ini, "Tidakkah kau merasa aneh? Ini sudah lebih dari sepuluh jam dan dia terus tertidur."

"Aline, dia di obati oleh guru ku. Dan guru ku tidak mungkin menya—"

"Karena guru mu lah yang mengobati itu sebab nya aku khawatir," Aline memang sangat suka memotong ucapan suami nya, "Aku tidak semudah diri mu untuk mempercayai orang asing."

"Dia bukan orang asing," Severus terlihat protes, "Dia guru ku."

"Apa dia sepengalaman Madam Pomfrey?" Aline menaikkan satu alis nya, menunggu jawaban dari pria yang sepertinya tidak memiliki jawaban.

Aline menatap suami nya dingin lalu kembali menatap wajah cantik putri nya, setiap saat ia melihat wajah Bell, Aline selalu bersyukur bisa memiliki anak seperti nya. Bell dan Peter adalah pelipur lara setiap ia merasa bersedih ataupun kecewa. Bahkan jika dunia akan hancur, asal kedua nya ada bersama Aline, ia akan baik-baik saja.

Aline menghela nafas gusar, "Aku sudah tidak tahan, panggil Madam Pomfrey."

"Apa?"

"Panggil Madam Pomfrey kemari," Aline menatap pria itu dingin, "Jangan bilang kau sudah mengusir nya?"

The Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang