#37

663 129 100
                                    

Aline menghela nafas gusar sekaligus frustasi. Ia tidak menemukan nama ramuan nya di dalam daftar pemeriksaan. Yang artinya, itu sudah hilang sebelum Sir Addie masuk ke dalam penyimpanan nya. Lalu kemana pergi nya itu? Aline memutar otak nya dengan keras. Yang tahu mantra pembuka pintu hanya Sir Addie, diri nya dan — William.

Tentu saja, ketua nya selalu tahu apa yang di ketahui oleh anggota nya. Tapi mungkinkah William mengambil nya? Dia tidak pernah menginjakkan kaki nya di sana selain ada pemeriksaan umum.

Aline menggertakkan gigi nya frustasi. Terlalu sibuk dengan urusan rumah tangga nya membuat Aline hampir hilang kontrol dengan ramuan ciptaan nya.

Aline menyandarkan tubuh nya ke punggung kursi lalu menatap langit-langit ruangan. Masih berusaha berfikir dan menebak, siapa yang memiliki potensi lebih besar untuk mengambil nya.

Haruskah ia menanyakan nya langsung pada William? Tapi bagaimana jika itu menyakiti hati nya karena beranggapan dia mencuri.

Apalagi bertanya dengan Sir Addie. Walaupun dia sering mengirimkan bunga dan bingkisan, tetap saja, dia adalah atasan yang paling menyebalkan dan sangat galak.

Bisa-bisa ia di pecat sebelum menanyakan nya.

Tiba-tiba, telepon di meja nya berdering. Ia menghela nafas lalu mengangkat nya, "Auror A1 di—"

"MOMMY!"

Aline mengerutkan kening nya, "Bell?"

"Yeah, it's me. Daddy menjemput kami dan mengajak kami bermain ke wahana!"

Aline berusaha mendengarkan suara anak nya di saat suara gemuruh anak-anak berteriak kesenangan sangat menganggu nya.

"Bisakah kau kemari, Mom?"

"Honey, Mommy sedang sibuk."

"Kau selalu menggunakan alasan itu."

Aline mengusap wajah nya frustasi, "Bell, kau tahu sendiri—"

"Kami pulang enam bulan sekali dan kau tetap saja sibuk, Mom. Aku membiarkan mu tidak datang saat aku ulang tahun dan sekarang kau tidak mau menyempatkan waktu mu untuk ku."

"Bell, bukan begitu—"

"Yasudah, aku pergi saja—"

"Baiklah, baiklah." Aline kalah, "Mommy akan datang."

"Oke, kami akan menunggu mu!"

Telepon di matikan. Saat itu juga Aline kembali menghela nafas frustasi. Ia mulai hilang kendali menyeimbangkan urusan nya dengan anak-anak dan urusan pekerjaan. Baru Aline sadari, ia tak pernah ada untuk anak nya. Severus dan Aline sama-sama sibuk dengan dunia nya. Saling tak perduli. Saling acuh. Saling egois. Hingga akhirnya membuka celah untuk masuk nya orang ketiga dalam hubungan mereka.

Aline bangkit dari duduk nya lalu mengambil mantel panjang nya yang berwarna coklat. Ia berjalan keluar dan melemparkan kunci nya pada wanita yang senantiasa duduk di meja dekat pintu masuk.

"Tapi ma'am, ini belum waktu nya—"

"Kau akan mengerti saat sudah menikah, Hana!"

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

"Mommy!" Bell berlari dan meloncat ke atas pelukan ibu nya yang baru saja masuk dengan kacamata hitam nya. Ia terlihat seperti gadis trendi. "Akhirnya kau datang!"

Aline tersenyum lalu membelai kepala putri nya. "Masih ingin bersenang-senang, huh?"

"HUUM!" Bell menganggukkan kepala nya semangat lalu ia di tarik oleh sang adik yang bahkan tidak sempat menyapa ibu nya karena sudah sangat bersemangat untuk mencoba permainan lain nya. Aline tersenyum, memandangi kedua anak nya yang akur dan bahagia. Senyum mereka benar-benar menenangkan hati.

Tapi ketenangan itu hanya sebentar, sebelum akhirnya Aline menyadari atensi lain datang mendekat.

"Aku tidak menyangka kau akan datang."

Aline melipat tangan nya di depan dada, "Aku juga tidak menyangka kau menjemput anak-anak tanpa seizin ku."

Severus tersenyum kecil, "Mereka sudah di sana selama tiga hari! Kau ingin mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan si kembar daripada dengan kita?"

"Setidaknya di sana, mereka tidak akan melihat pertengkaran orang tua nya."

Severus diam sejenak lalu merubah posisi dari menghadap Aline kini berdiri di samping istri nya itu dan menatap kedua buah hati nya dari jauh. Mereka sama-sama diam, hanya menatap Bell dan Peter yang tengah menaiki permainan itu.

Severus menoleh, "Kenapa kau memakai kacamata hitam?"

"Agar aku tidak melihat wajah mu secara langsung."

"Wajah ku tampan, jika kau lupa."

"Yeah." Aline melepaskan lipatan tangan nya sembari menghela nafas lalu menatap pria itu. "Sangat tampan hingga membuat wanita lain jatuh hati, huh?"

Aline berjalan meninggalkan pria itu lalu melangkah mendekat ke arah salah satu mesin minuman. Ia memasukan uang kertas lalu memilih menu kemudian mengambil botol yang jatuh di bawah mesin tersebut. Aline membuka tutup nya seraya duduk di bangku taman yang ada di sana.

"Bisakah kita tidak membahas nya di saat kita sedang menghabiskan waktu bersama anak-anak." Severus menyusul duduk di samping istri nya itu namun dengan jarak yang sangat jelas.

"Hm."

Severus menarik nafas panjang melihat tingkah istri nya sekarang. Ia tidak lagi istri yang ramah dan ceria, ia sudah berubah total, menjadi istri yang sinis, pendiam dan dingin.

Aline meneguk minuman soda nya. "Kemana kau membawa gadis itu?"

"Biasakan untuk menggunakan nama nya, Aline."

"Yang ada aku akan menyumpah serapahkan nama nya jika ku sebut." balas Aline cepat.

Severus diam sejenak, "Aku membelikan nya rumah."

"Baguslah."

"Kenapa kau bertanya?" Severus menaikkan satu alis nya.

"Untuk memastikan kau bisa berhubungan dengan nya tanpa harus menganggu ku."

Severus mengulum bibir nya sejenak, mulai membiasakan diri dengan ucapan-ucapan yang menyelekit hati.

"Bagaimana jika nanti malam kita menonton Teater?" tanya Severus dengan senyuman kecil nya.

Aline meneguk kembali minuman soda nya, "Aku sedang tidak ingin."

"Ayolah, aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan mu." ucap Severus lagi.

"Pergi saja dengan istri mu itu." Aline menaikkan kaki nya ke atas kaki yang lain.

"Kau istri ku."

"Yang lebih muda."

Severus mengacak rambut depan nya gusar, "Kau, Aline. Aku ingin kau."

Aline diam sejenak melihat kefrustasian pria ini. "Aku lelah."

"Kali ini saja, Aline." Severus melembutkan suara nya. Aneh nya, mau sekuat apapun suara teriakan anak-anak yang ada di sini, itu tidak mampu membuat Aline menyamarkan suara suami nya ini, apapun kalimat nya, itu terdengar dengan sangat jelas.

"Aku ingin duduk di mobil, berdua dengan mu, mendengarkan lagu kesukaan kita, bercanda bersama dan memakan popcorn sembari menonton drama." Severus tersenyum manis, "Sama seperti yang kita lakukan dulu."

Aline terdiam, mematung lebih tepat nya. Memori itu, mana mungkin ia bisa melupakan nya. Bagaimana pria ini bisa melupakan umur nya hanya untuk melakukan gaya pacaran jaman sekarang.  Aline tidak mungkin bisa melupakan nya.

Aline menunduk sebentar, "Aku tetap—"

"Kita akan pergi jam tujuh malam. Bersiap-siaplah!" setelah mengatakan hal itu, Severus langsung berdiri dan menyambut pelukan putri nya dan terkekeh pelan dengan putra jya.

Sedangkan Aline masih diam di tempat nya, memikirkan perkataan suami nya.




























T B C

The Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang