"Ini."
Aline menaikkan satu alis nya melihat William menunjukkan sehelai bulu sapu terbang kepada nya. "Ini bukan waktu nya bercanda, Ketua."
"Aku tahu." William menatap bulu yang ia pegang. "Aku menemukan jejak ramuan mu di Hogsmeade, pelaku nya memesan kamar dan kamar tersebut tidak pernah lagi di tempati setelah nya. Dan aku menemukan ini."
"Maksud mu, bulu sapu terbang itu milik pelaku?" Aline berjalan mendekat dan meraih bulu tersebut.
"Dengan kata singkat," William tersenyum, "Ya."
"Siapa pemilik sapu terbang ini?"
William menyingkir dari pandangan Aline, "Kenapa tidak kau cari tahu?"
Aline melihat kuali ramuan nya ada di sana. Aline tersenyum kecil lalu berjalan mendekat, ia menoleh ke arah William sebentar sebelum akhirnya ia memasukkan bulu tersebut ke dalam kuali kecil itu.
Tepat saat bulu itu di masukkan, kuali nya bergetar perlahan, isi nya meluap-luap kecil dan mengeluarkan banyak asap hingga akhirnya asap itu kembali dalam kuali. Itu diam sejenak kemudian asap nya meluncur ke atas dan menunjukkan dari mana bulu itu berasal.
DEGH
Mata Aline membulat bersamaan dengan ia mundur perlahan ketika melihat sapu terbang yang sangat tidak asing itu. Ia tentu saja pernah melihat nya, itu pernah menjadi sapu terbang favorit nya saat masih sekolah dan menonton pertandingan Quidditch.
"Aline," William meraih pundak wanita itu, "Kau baik-baik saja? Apa kau mengenal nya?"
"Bagaimana bisa aku melupakan nya." Aline menunduk dengan suara bergetar, "Aku pernah menjadi penggemar nya ...!"
William tersenyum senang, "Jadi kau mengenal nya? Katakan, Aline, siapa dia? Ini akan memudahkan kita—"
"Wood." Aline memotong, "Itu sapu milik Oliver Wood."
William menelan ludah nya kasar, ia merasakan otak nya berhenti bekerja saat mendengar nama itu. "Aline, ini bukan waktu nya bercanda."
"Aku tahu." Aline menatap William, "Tapi aku pernah menjadi penggemar nya." Aline melepaskan pegangan William lalu berjalan menuju pintu.
William berbalik, "Kalau begitu, Ayo temui dia, Aline. Kita akan menemukan jawaban nya—"
"Aku lelah, sir." Aline berbalik menatap pria itu, "Aku ingin istirahat."
William mengerutkan kening nya heran, "Bagaimana bisa kau ingin istirahat saat kita sudah menemukan petunjuk baru—"
"Kenapa kau terlihat sangat antusias dengan masalah ini, William?"
DEGH–!
William terdiam di tempat nya, selama bertahun-tahun ia menjadi ketua tim Departemen 1 tidak pernah ada yang memanggil nya dengan nama tanpa embel-embel 'sir' ataupun 'ketua' dan Aline mematahkan hal itu hari ini. Walaupun ia tidak memiliki nama belakang, tapi setidaknya orang-orang tidak berani memanggil nama nya, apalagi dengan nada tidak sopan seperti itu.
William mengeraskan rahang nya dan menajamkan tatapan nya, "Karena aku adalah ketua mu. Dan aku berhak, atas apapun tentang diri mu dalam pekerjaan ini."
"Jangan lupakan aku baru saja berpisah dengan suami hari ini, ketua." Aline menatap nya malas, "Apa kau memang peduli dengan anggota mu?" ia menaikkan satu alis nya. "Atau kau punya maksud lain dengan anggota mu yang satu ini?"
William tersentak kecil, "Aline—"
"Kau tidak pernah seantusias ini dengan masalah Jian, Maykel ataupun Dian." Aline memotong lagi, "Bukankah mereka juga anggota mu?"
"Masalah mereka tidak sepenting masalah mu, Aline." William menekankan kata tiap kata dalam kalimat nya.
Aline berdecih pelan, "Apa penting nya sebuah ramuan kecil yang seperti nya tidak ada guna nya?"
"Xavier!" William membentak nama belakang wanita itu. "Yang aku pikirkan adalah, bagaimana jika ramuan yang kau ciptakan sangat berbahaya dan menimbulkan konflik lain nya di dunia sihir?! Bagimana jika itu kedapatan berhubungan dengan mu?! Kau akan bencana besar pada Departemen 1, Nona yang terhormat! Dan aku tidak mau, tim yang aku bangun dengan susah payah hancur hanya karena diri mu!"
Aline diam, ia memandangi pria yang menatap nya nanar itu dengan dingin lalu tersenyum meremehkan, "Benarkah?" Aline berbalik lalu berjalan pergi meninggalkan William yang tengah di kendalikan emosi.
Aline melankah dalam diam, wajah nya datar namun sangat terlihat ia sedang berfikir keras. "Dia selalu membawa nama tim jika aku meragukan nya. Selalu."
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
Aline menatap kedua anak nya yang sedang berbicara dengan teman-teman nya sebelum akhirnya naik ke dalam gerbong kereta. Aline tersenyum kecil saat mereka melambaikan tangan nya terlebih dahulu.
"Tenanglah, mereka akan ada di dalam pengawasan ku."
Aline tersentak lalu menoleh ke sumber suara dan menemukan atensi Neville. "Bagaimana aku bisa khawatir jika ada guru hebat seperti kau yang menjaga anak-anak ku?"
Kedua nya terkekeh pelan sebelum akhirnya kembali diam.
"Aku turut sedih dengan apa yang terjadi pada mu." ucap Nevile tiba-tiba.
Aline menarik nafas panjang, "Berhenti mengatakan itu atau ku pukul wajah mu."
Nevile terkekeh geli, "Why?"
"Kau tidak lihat semua orang memandang ku dengan tatapan kasihan?" Aline menaikkan kedua alis nya. "Seakan berpisah dengan suami adalah hal yang paling menyedihkan di dunia ini."
Nevile kembali tertawa dan mengacak rambut Aline gemas. "Karena semua orang tahu bagaimana kisah cinta kalian, Aline. Seperti Romeo dan Juliet."
"Sama seperti mereka," Aline melipat kedua tangan nya di depan dada, "Aku tidak mendapatkan akhir yang baik, bukan?"
Nevile menarik nafas sembari mengulum bibir nya, ia perlahan mendekatkan tubuh nya. "Baiklah, cukup basa-basi nya. Yang ingin ku katakan adalah,"
Aline tersentak lantas menegakkan leher nya, memudahkan pria itu berbisik.
"Madam Pomfrey terlihat tidak baik-baik saja. Beberapa kali aku sering melihat nya tidak ingin satu ruangan dengan Tsalia, dan beberapa kali pula aku melihat wajah nya pucat." Nevile berdeham saat Harry, Ron, Hermione dan Ginny berjalan mendekat ke arah mereka. "Aku yakin, ada yang tidak beres antara mereka berdua."
"Hai, Aline."
"Hai, Ron."
Aline dan Nevile spontan menjauhkan tubuh mereka secara perlahan agar tidak menimbulkan kecurigaan teman-teman nya.
Bunyi kereta berbunyi dan asap berkepul, tanda kereta akan segera berjalan pergi. Semua nya lantas melambaikan tangan mereka pada anak-anak yang menggantungkan kepala nya di atas jendela yang di buka setengah.
Mereka terus seperti itu bahkan pada anak yang tidak di kenal. Hingga gerbong kereta yang terakhir.
"Ingin makan bersama kami, Aline?" tawar Ginny.
"Sure, why not?" Aline tersenyum.
Lalu mereka berjalan bersamaan sembari berbincang dan tertawa. Berbeda dengan Aline, kepala nya terus saja memikirkan kalimat Nevile tentang wanita yang sudah ia anggap seperti ibu nya sendiri.
Madam Pomfrey, apa dia baik-baik saja?
T B C
ayo overthinking bersama ....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Soul.
FanfictionPasangan jiwa mu tidak akan tertukar dengan jiwa manapun. Benarkah? Apa yang terjadi setelah berakhir nya takdir benang merah dan mereka kembali bersama hingga mempunyai keturunan. "Kau Ayah-" Wajah Peter terlihat sangat menyeramkan, "-Terburuk y...