#36

664 133 121
                                    

Aline memutuskan untuk mengubah jadwal Bell dan Peter yang menginap di rumah Paman Rose Weasley itu dari seminggu menjadi tiga minggu, sesuai dengan jadwal libur mereka. Aline tidak tahu harus membawa kemana kedua anak nya itu di saat ia menjadikan ruangan kantor nya menjadikan tempat tinggal. Ia tidak mungkin membiarkan mereka pulang ke rumah dan melihat sang Ayah dengan ibu mereka tiri mereka.

Sudah berkali-kali William dan Oliver menawarkan untuk tinggal di rumah mereka saja. Tapi Aline menolak baik-baik, penolakan nya pun sangat lembut. Ia tidak mau menimbulkan rumor bahwa ia punya hubungan dengan kedua pria itu.

Aline sudah berpikir akan mencari tempat tinggal baru, lingkungan baru, orang-orang baru, untuk anak-anak yang pasti akan menanyakan alasan 'kenapa' mereka pindah rumah, ia sudah menyiapkan banyak jawaban untuk itu. Yang pasti, Aline tidak akan membiarkan Severus apalagi Nancy menginjakkan kaki di rumah baru nya nanti.

Aline semakin rajin bekerja bahkan sampai lupa waktu, itu membuat William kesal terkadang, karena mereka tidak punya waktu untuk bermain kartu lagi. Tapi Aline tak perduli, ia hanya ingin mengalihkan pikiran nya agar tidak meratapi nasib suami nya yang memilih wanita lain.

Aline mengucapkan beberapa mantra untuk membuka pintu penyimpanan ramuan ciptaan nya yang sangat kuat. Ini adalah pertama kali nya Aline mengecek penyimpanan ini setelah sepuluh bulan lama nya.

Aline menarik nafas, ia berjalan mendekat ke arah rak sembari membolak-balikkan lembar kertas yang ada di tangan nya.

Ia memperhatikan satu per satu botol-botol tersebut. Dari yang paling besar hingga paling kecil yang hanya sebesar kelingking jari. Sesekali mengingat, kapan ia membuat ramuan ini.

Di letakkan pada Departemen 1 divisi ramuan adalah hal yang paling tepat untuk nya. Sejak dulu, bakat nya adalah membuat ramuan baru. Aline tersenyum tanpa sadar ia mengingat kenangan ia dan Severus yang membuat ramuan bersama hingga tengah malam sambil bercanda ria dan sesekali mencoret wajah dengan bahan ramuan itu.

Glek.

Aline menelan ludah nya kasar, apa yang ia pikirkan? Astaga, itu sudah lama sekali, tidak seharusnya ia ingat itu. Aline menarik nafas kecil lalu menggelengkan kepala nya pelan.

Aline kembali melanjutkan pengecekan nya hingga ia berhenti di satu nama yang botol nya lenyap alias tidak ada.

Aline mengerutkan kening nya kecil sembari membaca ; Agopo.

Aline tidak ingat dia pernah memakai ramuan ini. Agopo adalah ramuan yang belum teruji dan masih setengah jadi. Itu adalah ramuan yang bahkan Aline sendiri belum tahu penggunaan nya untuk apa.

Lalu ia teringat dengan perkataan William di telpon saat ia sedang mengunjungi anak-anak nya di Hogwart.

"Kementrian akan datang untuk memeriksa penyimpanan ramuan mu."

Aline menahan nafas nya, apa mereka memakai nya? Tapi kenapa Aline tidak pernah mendengar laporan tentang hal tersebut? Aline mendengus kecil, lalu segera menyelesaikan tugas nya hingga akhir kemudian bergegas menuju ruangan nya. Ia akan meminta pertanggungjawaban Sir Addie atas hilang nya ramuan nya itu.

Itu tidak penting, sebenarnya. Karena ia sudah terbiasa ramuan nya hilang di curi oleh orang kementrian lain. Tapi masalah nya, itu di perkirakan akan menjadi sangat berbahaya jika dugaan Aline saat membuat nya tepat.

Aline melewati beberapa orang dan para fans tanpa senyuman sedikitpun. Fikiran nya sudah di alihkan dengan ramuan yang hilang dari tempat nya.

Aline hanya tersenyum pada Oliver yang baru saja keluar dari ruangan nya yang bersebelahan dengan milik nya sambil membawa dokumen nya. Namun senyuman itu menghilang saat Aline membuka pintu dan menemukan atensi pria yang sudah hampir seminggu ini tak ia temui. Ia berdiri membelakangi nya namun ketika sadar akan pintu terbuka, ia berbalik sambil tersenyum dan memegang sebuket bunga di tangan nya.

Aline menatap pria itu dingin lalu menarik nafas pelan. Kalian pikir dia akan masuk dan menutup pintu? Yeah, tidak sepenuh nya salah. Karena akhirnya, Aline kembali menutup pintu nya sedikit membanting lalu berbalik dan berjalan menjauhi pintu tersebut.

Severus terkejut, ia lantas langsung berjalan cepat menuju pintu dan membuka nya, "Aline, kita bisa—"

Aline memutar bola mata nya malas lalu terpaksa berbalik, berjalan cepat mendorong pria itu kembali masuk ke dalam kemudian menutup pintu nya. Membatasi pandangan pekerja lain nya untuk melihat interaksi mereka. Ia tidak mau menimbulkan rumor yang akan membuat anak-anak nya terganggu.

"What?!" Aline menatap pria itu dingin sekaligus kesal.

"Aku berubah fikiran."

"Huh?"

"Aku akan membawa Nancy pergi dari rumah itu."

Aline diam, menatap manik kehitaman pria ini lekat-lekat hingga akhirnya ia mundur satu langkah untuk menciptakan harap kemudian melipat tangan nya di depan dada. "Setelah semua ini?"

"Maafkan aku. Tapi aku akan membawa nya pergi. Ku mohon, kembali," Severus meraih tangan Aline dan menggengan nya hangat, "Aku sadar, itu adalah rumah pertama kita. Kita menghabiskan waktu di sana. Bell dan Peter juga tumbuh di sana, Aline. Jadi mohon, maafkan aku."

Aline kembali diam, menatap manik hitam itu intens kemudian berdecih. Ia lantas menarik tangan nya secara paksa, "Harus berapa kali aku dengar itu, Sir? Maafkan aku, maafkan aku, Aline, maafkan aku. Aku muak dengan permintaan maaf mu." Aline berjalan melewati tubuh Severus kemudian melangkah menuju meja nya, meraih pensil kemudian menggulung rumbut nya.

"Aku belum terbiasa di hadapkan dengan pilihan antara kau atau dia."

"Kau harus terbiasa." Aline berbalik menatap pria itu. "Sudah resiko mu."

Severus mengulum bibir nya sejenak, "Ku mohon, kembalilah. Ini adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama setelah selama ini kau dan aku sama-sama sibuk."

Aline berbalik lalu duduk di atas kursi nya, "Aku lebih baik menghabiskan waktu untuk menciptakan ramuan dan menolong banyak orang ketimbang duduk, berdua bersama mu."

Severus mengigit bibir bagian bawah nya, ia harus terbiasa dengan ucapan menusuk hati dari istri nya. "Aku tidak mau memaksa mu. Jikapun kau tetap ingin pindah, aku tidak akan melarang. Aku sadar dengan kesalahan ku."

Aline tak menjawab, ia hanya menyandarkan tubuh nya ke punggung kursi dan menatap pria itu dingin dan tak berperasaan.

Severus mendekat dan meletakkan bunga itu ke atas meja Aline. Ia hendak meraih kepala wanita itu, setidaknya untuk membelai rambut kehitaman nya yang indah. Namun Aline sudah lebih dulu menjauhkan nya membuat Severus mengepalkan tangan nya pelan lalu menarik kembali tangan nya kemudian tersenyum pedih. "Aku pergi dulu. Jangan lupa untuk makan siang, aku sudah menyuruh ketua mu untuk mengingatkan mu. Tubuh mu sudah terlalu kurus."

Aline masih tak menjawab membuat Severus lagi-lagi menelan ludah nya kasar. Ia lantas tersenyum canggung sebelum akhirnya berbalik dan berjalan keluar hingga akhirnya ia hilang di makan pintu.

Aline masih diam di tempat dalam beberapa menit menatapi pintu tersebut hingga akhirnya ia bergerak meraih gagang telpon, "Hana, bisa kau ambilkan laporan Sir Addie pada Sir John tentang penyimpanan ramuan ku? Terimakasih."

Aline hendak menutup telpon nya jika saja ia tak melihat buket bunga itu di atas meja nya, "Dan, bisakah kau menyuruh seseorang untuk membuang bunga yang ada di meja ku? Ini merisihkan."

"Tentu, Nona."

Aline tersenyum, "Terimakasih."


























T B C

The Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang