#47

558 118 82
                                    

"Sir All yang mengizinkan seseorang masuk ke ruang penyimpanan mu pada tanggal 2 Januari. Sebelum tanggal ini, Ramuan mu yang hilang masih terdaftar ada." William menunjukkan kertas data nya. "Namun tepat setelah tanggal ini, ramuan nya hilang. Aku yakin, dia pencuri nya, karena hanya dia lah yang memasuki tempat ini."

Aline diam sejenak, kepala nya di putar cepat mencari maksud tersembunyi dan kode-kode lain nya. "2 Januari adalah hari Bell dan Peter pergi ke rumah Harry—"

Aline terdiam, mata nya sedikit melotot, ia baru tersadar akan satu hal namun itu membuat William mengerutkan kening nya. "Aline, ada apa?"

"Itu juga hari di mana aku absen karena pria itu tidak ingin aku pergi." Aline menatap William dengan mata berbinar.

William menjentik kertas nya lalu tersenyum kesenangan, "Kita akan mempersempit kemungkinan yang ada jika kita fokus, Aline."

"Aku juga menemukan surai kemerahan di tempat ramuan ku yang hilang."

"Noted." bulu pena milik William bergerak sendiri.

"Tapi ada banyak orang yang menggunakan baju merah—"

"Aku yakin kau adalah pencipta ramuan yang baik, Aline." William tersenyum penuh maksud, Aline diam sejenak, mencoba menebak maksud dari senyuman pria ini lalu seketika ikut tersenyum manis.

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Aline masuk ke dalam rumah nya sambil menenteng banyak cemilan yang sengaja ia beli untuk anak-anak yang tinggal di rumah nya. James, Albus, Lily, Rose dan Scorpius menginap di rumah nya untuk menemani Bell dan Peter.

Masalah sekolah, Harry yang mengambil alih dan mengundurkan tanggal masuk sampai masalah diri nya dan pria itu selesai. Karena kabar perpisahan mereka cukup mengejutkan dan menggemparkan dunia sihir.

Aline menaikkan satu alis nya melihat ada atensi lain, lalu tersenyum kecil. "Senior."

Oliver yang sedang bermain dengan Peter dan Albus menoleh lalu ikut tersenyum, "Sudah selesai urusan mu dengan William?"

Aline terkekeh pelan lalu membawa kantung belanjaan nya ke atas mini bar. "Kau tidak sopan, Senior. Dia atasan mu."

Oliver bangkit dari duduk nya dan berjalan mendekat, "Aku hanya tidak suka, setiap kali kita menghabiskan waktu berdua, dia selalu memotong dan membawa hal penting yang membuat kita berpisah."

Aline meneguk minuman nya hingga habis, "Itu hanya kebetulan." Aline memandangi pakain pria ini lalu kembali terkekeh pelan. "Itu masih muat?"

Oliver menunduk, menatap sweater Gryffindor kebangaan nya. "Yeah, ini masih ku simpan dan ku gunakan. Sayang rasa nya jika di buang."

"Aku tidak tahu milikku kemana, terakhir kali ku melihat nya itu di pakai oleh Peter saat ia masih berumur tiga tahun." Aline meneguk minuman nya lagi, "Bayangkan bagaimana tubuh kecil nya dengan sweater ku yang kebesaran."

Kedua nya terkekeh geli membayangkan Peter yang saat itu masih imut dan tubuh kecil nya yang memakai sweater merah yang langsung menutupi seluruh tubuh nya.

Perlahan kekehan nya menghilang lalu mereka berdua memperhatikan anak-anak tersebut bercerita tentang banyak hal dan sesekali melemparkan bantal ke wajah yang lain lalu tertawa puas. Mata Aline tertuju pada Bell, putri nya itu terlihat tersenyum manis dan tertawa lebar, seakan tidak punya beban dalam hidup nya dan itu membuat Aline sedikit lega.

Jika di pikir-pikir, bukankah Bell yang merasa sangat tersakiti di sini? Ayah nya adalah cinta pertama nya, dan ia mengetahui cinta pertama nya berselingkuh lalu ia hanya diam, tak ingin merusak keadaan yang sudah rusak lebih dulu.

Lalu mata Aline beralih pada Peter, ia sedang duduk berdua dengan Lily di sofa dengan selimut tipis menutupi kaki hingga perut mereka dan saling bercerita.

Aline yakin, gadis itu lah yang membuat Peter tetap kuat hingga sekarang dan selalu ada di sisi putra nya.

"Kau ingin berjalan-jalan, Aline?" tawar Oliver.

Aline menoleh kemudian diam sejenak, awal nya ia ingin mengiyakan untuk mencari udara segar namun seketika ia mengingat tugas yang harus ia laksanakan malam ini. Aline menggeleng pelan, "Aku lelah, aku ingin cepat beristirahat."

"Baiklah," Oliver mengangguk paham. "Aku harus pergi, ini sudah malam."

Aline mengangguk samar. Sedangkan Oliver masih di sana, berdiri di sebrang mini bar dan menatap nya dalam dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Perlahan, Aline menelan ludah nya kasar, apalagi ketika pria itu memajukan tubuh hingga sangat dekat. Aline mengeratkan pegangab nya pada ujung meja lalu mundur untuk menjauhkan kepala nya.

Oliver yang menyadari pergerakan Aline langsung berhenti di tempat, perlahan mata nya naik ke atas hingga menatap manik hijau itu. "Can i?"

Aline mengigit bibir bagian dalam nya, "Sorry, senior. Tapi aku belum terlepas dari status pernikahan ku dengan pria itu."

Oliver berdecih pelan, "Lalu jelaskan tindakan mu saat kita di depan danau hitam. Kau juga menciumku saat status mu masih istri pria itu."

Aline diam, ia tak tahu harus menjawab apa pemandangan nya di kunci, ia bahkan menahan nafas nya saking dekat nya jarak mereka saat ini.

Hingga akhir nya Oliver menarik kepala nya kembali dan menghela nafas lalu mengangguk samar, "Baiklah, aku akan berpura-pura seperti itu tidak pernah ada."

Oliver mengambil mantel nya yang tergantung lalu berjalan pergi meninggalkan Aline yang merasa bersalah di tempat nya, ia terkesan seperti memainkan perasaan pria itu.

Aline menarik nafas panjang.

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.

Aline dengan hati-hati memasukkan secarik benang tersebut ke dalam kuali kecil nya yang baru saja ia buat setelah menunggu semua anak-anak tersebut tidur dengan nyenyak.

Setelah memasukkan nya, uap ramuan tersebut langsung kembali masuk ke dalam kuali. Aline menghembuskan tangan nya lalu menggosok nya untuk memberikan diri nya kehangatan.

Aline mundur beberapa langkah, mencoba menunggu hasil dari ramuan yang ia ciptakan beberapa jam yang lalu.

Kini, kuali tersebut sedikit bergerak hingga akhirnya, semua uap yang tadi nya di dalam kuali kini keluar ke udara tepat di hadapan Aline dan menunjukkan darimana serai benang tersebut berasal.

D E G H

Aline menelan ludah nya kasar, ini bukan harapan nya.

Aline langsung cepat-cepat meraih telepon nya dan menekan nomor dengan tangan yang bergetar hebat, setiap kali ia menoleh ke arah uap tersebut, semakin jantung nya berdegub dengan sangat kencang.

"Yes?"

"S-sir!"

"Aline?"

"Benang itu," Aline mengigit jari nya yang bergetar, "Sweater Gryffindor!"
























T B C

The Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang