"Kau sudah tahu ini semua 'kan?"
William menatap nya dengan tatapan tak percaya, "Aline—"
"Katakan, Sir." Aline menekan kalimat nya. "Dari awal, kau sudah mengetahui nya. Kau tahu pelaku nya, kau tahu apa yang terjadi dengan mata pria itu." mata Aline yang sudah memerah menatap William dengan nanar, "Dan kau tidak memberitahu ku?"
"Aline, aku bersumpah—" William berusaha menggapai bahu wanita itu namun dengan cepat Aline menghempaskan nya.
"JAWAB AKU!" Suara Aline memekik menahan tangis, "Kau sudah mengetahui semua nya 'kan?"
William menatap Aline dengan tatapan sedih dan rasa bersalah, ia tak tega melihat wanita itu menangis menahan rasa sakit yang bersiap menghancurkan hidup nya. William menunduk dan menelan ludah nya, ia meminta maaf dalam hati pada seseorang yang sudah ia janjikan untuk menutupi nya, tapi rasa sayang nya terhadap Aline lebih besar daripada tanggung jawab nya pada janji itu. Dengan sekuat tenaga ia menatap manik hijau menyala itu, "Ya."
"Tch,"
Aline berbalik kala liquid itu mengalir dari kelopak mata nya, ia mengusap wajah nya frustasi, ia seakan di hantam oleh bogem mentah berkali-kali. Ia kembali menatap ketua nya, "Kenapa?" Aline terisak, "Kenapa kau tidak memberitahukan ini sejak awal?!"
"Aku sudah berjanji pada Severus untuk tidak memberitahu mu."
D E G H !
"Severus?" Aline kebingungan, otak nya tidak bisa berfikir jernih saat ini. "Kenapa? Kenapa kau berjanji untuk itu?!"
William menarik nafas, "Aku tidak bisa memberitahu mu."
"Sir, katakan ...," Aline menarik tangan Wiliam dan terisak sedih, "Aku masih mencintai nya."
William terdiam, lagi-lagi air mata itu membuat nya tidak tega. William menarik nafas panjang lalu menarik tangan Aline lembut dan membawa nya duduk di salah satu kursi yang ada di sana. William berjongkok, menyamakan jarak nya.
"Berjanjilah pada ku, kau tidak akan menyalahkan diri mu sendiri setelah ku ceritakan." William menunjukkam jari kelingking nya.
Aline mengangguk dalam diam.
William kembali menarik nafas, "Dengar, aku sudah tahu ini sejak Severus masih menjadi suami mu."
Aline memejamkan mata nya merasakan dada nya terasa sempit dan membuat nya susah untuk bernafas.
"Dia sadar, bahwa dia di bawah pengaruh efek ramuan mu karena setiap ia melihat mata gadis itu, ia seakan lupa tentang segala nya. Tapi percaya lah," William menggengam tangan Aline, "Dia selalu, berusaha untuk lepas dari efek itu. Namun saat ia sadar, itu semua sudah terlambat, dia sudah menyakiti mu terlalu banyak dan merasa, dia tidak lagi pantas mendapatkan maaf mu."
"Dia mendatangi ku, ia memohon pada ku," William menghapus air mata Aline, "Untuk menikahi mu setelah perpisahan kalian, karena dia yakin, aku adalah satu-satu nya pria yang bisa melindungi mu dan anak-anak mu."
Aline menelan ludah nya kasar hingga rasa nya tenggorokan nya sangat sakit dan berdarah. Ia menutup mulut nya saking sakit nya menahan isakan.
"Aku di paksa berjanji untuk hal itu dan aku akan menyanggupi nya jika," William mengigit bibir bagian dalam nya. "Dia sudah pergi."
"Pergi?" Aline tersentak, "Apa maksud mu?!"
"Aline," William berusaha menenangkan nya. "Efek ramuan itu sangat berbahaya, saking berbahaya nya. Efek ramuan itu sama saja dengan mempercepat, kematian."
D E G H !
"Dia sengaja membuat rasa benci mu pada pria itu semakin besar agar kau tidak merasa kehilangan saat ia sudah pergi."
"Selama ini, kekuatan nya hanya lah kau. Tapi sejak berpisah, kau tak pernah mau menemui nya dan membuat efek itu semakin cepat menyerang inti sihir nya." William mengulum bibir nya, "Dia sudah sekarat."
Aline berdiri dan hendak pergi namun ia lupa William masih menggengam tangan nya lalu menarik nya dan memeluk nya erat. William menghelus rambut hitam itu dan berbisik, "Kau tidak akan sanggup menemui nya."
Aline masih terus menangis bahkan tangis nya semakin kencang saat di pelukan ketua nya, "Aku harus menemui nya ...!"
"Kau hanya akan menyiksa diri mu, Aline."
"Semua siksaan takkan terasa, Sir. Jika dia saja sudah menanggung banyak siksaan karena diri ku."
Aline mencengkram setelas jas William dengan kuat, "Aku akan membunuh gadis itu."
"No, Aline, no," William semakin mempererat pelukan nya, "Dia hanya boneka, dalang dari semua ini adalah," William diam sejenak, "Tsalia."
"Tsalia adalah nama penyamaran," William menghelus rambut Aline lembut, "Ingat adik Professor Sprout yang menggantikan kakak nya dan dia mencium suami mu? Dia sedang membalaskan dendam nya dengan memisahkan kalian."
Aline merasakan tubuh nya lemas, untung saja ia masih ada di pelukan ketua nya. Wajah nya terlihat sangat lelah karena terlalu banyak menangis, "Kau tahu itu semua dan tak memberitahu ku?"
"Severus lah yang memberitahu ku."
Tubuh Aline semakin lemas dan seperti nya akan pingsan sebentar lagi.
"Tapi jika kau ingin balas dendam," William menatap lantang, "Aku akan membantu mu."
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
Pintu terbuka dengan sangat kasar hingga mengejutkan pemilik ruangan yang ada di situ. Satu per satu, anggota Departemen 1 masuk membentuk barisan hingga di depan meja seorang wanita yang sedang duduk di kursi nya dengan kebingungan.
Kebingungan nya terjawab saat semua pria yang memakai pakaian formal meletakkan tangan nya di dada kanan menyambut seorang pria yang memakai kacamata hitam dan lencana kebesaran nya di bahu sama dada masuk di ikuti seorang wanita yang memakai setelan yang sama.
"Nona Grace Sprout, anda di tangkap atas kasus pencurian ramuan milik Kementrian." ujar William dengan suara tegas nya.
Wanita tersebut terlihat sangat terkejut ketika ada yang mengetahui nama asli nya.
"Tapi sebelum itu, anggota ku ingin bicara dengan mu."
William menyingkir dan memperlihatkan seorang wanita dengan rambut yang di gulung dan di tusukkan dengan pensil, memakai setelan formal membuka kacamata hitam nya hingga terlihat manik hijau itu.
Grace tersenyum penuh kemenangan, "Aku sudah ketahuan, eh?"
Aline menarik nafas panjang lalu meletakkan kedua tangan nya di atas meja dan menatap wanita itu dengan intens, "Kau sudah tak bisa lari kemana pun."
"Tapi aku bisa menghancurkan hubungan mu."
Dada Aline tertusuk tapi ia tetap berusaha terlihat tegas di depan nya.
"Pertanyaan ku gampang," Aline menekankan suara nya, "Darimana kau mendapatkan gadis itu?"
"Beri pertanyaan yang jelas, Aline." Grace terkekeh geli dan bersandar di kursi nya, "Siapa gadis yang kau maksud?"
Aline mengeraskan rahang nya, ia membenci nama nya dan tak mau menyebutkan nya. Tapi wanita itu bermain dengan sangat cantik dan membuat Aline mau tak mau harus menyebut nya.
"Nancy, Nancy Danita."
Grace tersenyum puas, ia senang melihat Aline tersiksa karena diri nya. Ia lantas menegakkan duduk nya, "Aku akan menceritakan nya, lagipula misi ku sudah tercapai, aku tak lagi membutuhkan nya."
Grace tersenyum pada Aline yang menatap nya dengan tatapan seperti pembunuh berdarah dingin.
T B C
Kalo komen nya nyampe 200, lanjut hari ini juga. Awokawoawok
Btw,
#lupakanomkopi #sambutmaspemandu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Soul.
FanfictionPasangan jiwa mu tidak akan tertukar dengan jiwa manapun. Benarkah? Apa yang terjadi setelah berakhir nya takdir benang merah dan mereka kembali bersama hingga mempunyai keturunan. "Kau Ayah-" Wajah Peter terlihat sangat menyeramkan, "-Terburuk y...