#41

644 144 142
                                    

Aline memegangi kening nya yang terasa berdenyut sembari berjalan menuju ruangan di mana ia akan meminta perpisahan atas hubungan nya. Dia belum tidur sama sekali karena terus menangis walau Oliver sudah berusaha untuk menenangkan nya namun itu semua sia-sia. Pada akhirnya, mereka memang harus berpisah.

Langkah demi langkah terasa sangat berat. Apalagi ketika pintu berwarna coklat itu mulai terlihat membuat jantung Aline melemah dan hampir tidak berdetak.

Lima belas tahun yang mereka lewati, itu tidak ada guna nya.

Aline menarik nafas panjang saat kedua tumit kaki nya akhirnya berada tepat di hadapan pintu besar dan panjang itu. Aline mengigit bibir bagian bawah nya lalu menunduk. Sial, dia ingin menangis lagi.

Ayolah, Aline. Kau mencintai nya tapi cinta mu pada anak-anak lebih besar dari nya.

Kau pasti bisa.

Aline menarik nafas panjang. Dengan sekuat tenaga ia mengangkat tangan nya untuk menggapai pendorong pintu. Tiba-tiba mata nya seperti teater rusak yang menampilkan seorang bayi cantik dan lucu dengan mata kehijauan nya. Ia memakai pakaian serba putih di ranjang kecil dengan penuh mainan, tangan nya menangkap di udara hingga akhirnya jari telunjuk manusia lain datang dan langsung di genggam oleh tangan yang sangat kecil itu.

Aline menoleh ke arah nya, itu suami nya.

Ia terlihat sangat bahagia, mata nya berair saking haru nya.

"Lihat, Aline! Dia menggengam jemari ku!" Severus tersenyum lebar, "Astaga, tangan nya sangat kecil ...,"

Aline diam, ia ingat bagaimana ekspresi nya dulu. Tak jauh beda dari pria itu, ia juga sangat bahagia.

"Mata nya ...," Senyum Severus hilang sejenak lalu kembali lebar. "Sama persis dengan mu." Severus menoleh ke arah Aline yang sedang menatap nya sedih dan dengan air mata nya. "Aku seperti melihat cerminan diri mu."

Seperti nya, Severus yang ada di dalam ingatan Aline tidak bisa melihat diri nya yang sekarang ini.

Cukup lama Aline memperhatikan suami nya tersenyum ke arah bayi yang baru lahir dari perut nya. Seorang malaikat yang di kirimkan Tuhan untuk pelipur lara mereka berdua. Lalu tiba-tiba,

"Terima kasih," Severus berjalan mendekat, "Sudah memberiku malaikat dan menjadikan ku Ayah. Aku mencintai mu."

Severus mencium kening Aline lembut dan penuh cinta. Detik itu juga pertahanan Aline runtuh, air mata nya langsung meluncur melewati wajah nya yang cantik. Bahkan sudah bertahun-tahun lama nya, Aline masih bisa merasakan bagaimana ciuman itu membekas di kening nya, bagaimana ia merasakan perasaan pria ini untuk nya, bagaimana ia bersyukur mendapatkan pria itu sebagai suami nya. Aline masih ingat dengan sangat jelas.

Hingga akhirnya, Aline tertarik dalam sekali tindakan. Tubuh nya lemas seketika, ia bahkan harus berpegangan dengan pendorong pintu agar tidak jatuh. Mata nya sudah basah. Ia berbalik, bersandar dengan pintu dan terisak pelan. Tidak, ia tidak sanggup. Ia masih mencintai pria itu dengan sangat-sangat dalam. Bukankah ia di ciptakan untuk mencintai pria itu agar ia tidak terjebak dengan masa lalu nya?

Aline merasakan kaki nya sudah tidak sanggup menopang tubuh nya hingga ia diam sejenak lalu terhuyung ke depan dan hampir saja akan jatuh ke lantai jika saja seseorang tidak berdiri di hadapan nya dan dengan murah hati memberikan bahu nya untuk bersandar agar ia tidak jatuh.

"Sir ...?" lirih Aline, ia sudah sangat lemas sekarang.

William diam sejenak, Aline jatuh tepat di bahu nya. "Kau belum bisa melakukan hal ini 'kan?" Mata coklat William menatap pintu di depan nya dingin.

Aline menggeleng samar.

"Kau tidak bisa melakukan nya jika kau masih mencintai nya dan," William diam sejenak. "Kau dalam keadaan sadar."

"Apa?" kaget Aline pelan. Mata sayu nya menatap William penuh pertanyaan.

"Kita bisa membeli Firebolt atau alkohol di dunia muggle. Yang penting," William memgangi bahu Aline dan mendorong nya pelan, "Kau tidak sadar."

William menggengam tangan anggota nya itu lalu menarik nya. Baru beberapa langkah, Aline sudah menahan nya lalu menggeleng pelan.

"Tidak, Will. Suami ku melarang ku untuk meminum—"

"SUAMI MU ADALAH BAJINGAN, ALINE!"

Aline tersentak ketika mendengar pria itu membentak nya. Tidak pernah ada sejarah, ketua departemen 1 memarahi nya dengan nada marah. Jika dia sudah tidak bisa mengendalikan amarah nya, dia akan pergi lalu kembali dengan kondisi yang sudah lebih baik. Namun kali ini, ia terlihat benar-benar menyeramkan.

"Dia adalah pria yang menduakan mu! Menyakiti mu! Dan menampar anak-anak mu!" rahang William mengeras, tanda ia sudah di zona yang tidak aman.

"Dan kau masih memikirkan perasaan nya?" suara William merendah, sangat rendah membuat Aline semakin ketakutan.

"Dimana Aline ku yang pintar, hm?" mata pria itu sudah memerah. "Aku membangun tim ini dan membuat nya menjadi tim unggulan dengan penuh kerja keras, Aline. Aku mempercayakan tim ini pada mu dan anggota lain nya. Lalu, hanya karena pria bodoh yang tidak bisa memperlakukan mu dengan layak kau membuat kinerja tim kita menurun dan membuat kemungkinan tim lain nya merebut posisi kita!"

"William, tim ini—"

"Demi Tuhan." William mengacak rambut nya frustasi. "Bukan hanya tim, aku juga mengkhawatirkan anak-anak mu!"

"Kau seharusnya bisa menghiraukan perasaan mu demi masa depan Bell dan Peter!" William hampir kehilangan nafas. "Di umur mereka yang masih sangat muda, mereka sudah menanggung beban yang sangat besar dan itu mempengaruhi mental nya. Itu yang seharusnya kau tangiskan. Bukan pria yang masih sibuk dengan wanita kotor itu!"

Aline menelan ludah nya kasar mendapatkan serangan bertubi-tubi dari pria yang berstatus ketua tim nya. Seluruh ucapan nya sangat menusuk hati nya tajam membuat diri nya merasa bodoh.

"Sir ...," Aline menunduk.

William diam, dada nya naik turun karena kehilangan nafas. Perlahan, emosi nya yang sudah memuncak tadi kian menghilangan secara perlahan namun pasti. Hingga akhirnya, ia menarik nafas panjang dan dalam, menunduk sebentar lalu berjalan mendekat dan menarik Aline ke dalam pelukan nya yang hangat.

"Aku menyayangi mu, kau tahu itu." William menghelus punggung wanita itu lembut. "Jika kau khawatir mereka tidak akan mendapatkan kasih sayang Ayah. Aku ada. Aku akan menikahi mu tanpa menyentuh mu seumur hidup ku. Kau harus kuat, Aline. Kau punya dua jantung yang lebih berharga dari kenangan mu dengan pria itu. Kau mengerti?"

Aline diam sejenak, ia menelan ludah nya kasar, kemeja pria ini sudah basah karena tangisan nya. Lalu perlahan, ia mengangguk samar.

William tersenyum lega, "Alright."
















T B C

DOAIN GUE JADIAN SAMA OM KOPI.

The Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang