°
°
°Para laki-laki di hunian milik keluarga Melody sedang mondar-mandir tidak jelas dan sesekali melirik ke arah pintu masuk, berharap bahwa seseorang yang ditunggu-tunggu segera menampakkan raganya.
Rasa khawatir dan rasa marah bercampur menjadi satu. Namun rasa khawatir lah yang menjadi pemenangnya.
Sang sahabat yang sebelumnya bersikap tidak peduli namun kini juga ikut merasa khawatir dengan keadaan sahabatnya itu. Jari-jarinya tak berhenti menari-nari diatas layar ponselnya dan berkali-kali memencet tombol panggilan kepada sederet nomor ponsel yang tidak begitu asing.
“Kumala, diangkat belum?” Lirih wanita paruh baya dengan tatapan penuh keredupan.
“Belum Bunda, nomornya nggak aktif.” Jawab Kumala penuh rasa bersalah.
Mata yang berkaca-kaca dari wanita paruh baya itu membuat hati Kumala teriris-iris. Jika saja tadi ia lebih giat untuk mencegah Melody pergi dengan si brengsek Raygan pasti semuanya tidak akan menjadi seperti ini.
“Faiz akan cari keluar,” putus Faiz hendak mengambil kunci mobil di kamarnya.
Namun tangan Ridwan menahan tubuh sang putra agar tetap berdiri ditempat semula. Faiz mengikuti arah pandang sang Papa dan begitu terkejutnya ia melihat seseorang yang berjalan terseok-seok menuju ke arah mereka.
“Melody....” Lirih Faiz.
Sontak Kirana dan Kumala yang semula duduk di sofa tamu langsung berdiri dan mendekat ke arah pintu masuk.
“Melody!” Panggil Kirana histeris dan segera menghampiri sang putri. Dipeluknya Melody dengan penuh rasa haru. Pikiran takut kehilangan seseorang kini sudah meluap ke udara.
“Kamu kemana aja sayang, semuanya khawatir sama kamu dan ini kenapa baju kamu basah,” ucap Kirana setelah melepaskan pelukan mereka.
Melody hanya diam menatap sang Bunda. Ia ingin menangis sekali lagi namun bukan disini tempatnya. Ia harus kuat didepan keluarganya.
Tangan Kirana memegangi kedua buah pipi sang putri dan bola matanya memutari wajah Melody untuk menemukan secuil luka yang mungkin saja ada. Namun kenyataan bahwa mata sang putri sembab tentu membuatnya khawatir.
“Kamu habis nangis? Kenapa sayang?”
“Aku nggak papa, Bun.” Jawab Melody sambil menurunkan tangan sang bunda dari kedua pipinya.
“Lutut kamu kenapa?” Tanya Faiz yang baru saja menyusul sang bunda.
“Lutut?” Kirana langsung menengok ke bawah dan menemukan bahwa lutut Melody terluka dan sedikit mengeluarkan bercak darah.
“Nggak papa kok,” jawab Melody sambil berusaha menyembunyikan lukanya.
“Kamu kemana aja?!” Tanya Faiz penuh emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Debu Antariksa (END)
Teen Fiction"Makasih buat kamu yang datang seperti batu dan hilang seperti debu." - Melody Nareswari - ------ Bagaimana jika seseorang yang kau cintai tiba-tiba menghilang tanpa kau ketahui penyebabnya?. Sakit bukan?. "Bukan sakit tapi lebih kepada kecewa." Kal...