Chapter 20. Destiny

846 57 5
                                    

Vote, comment, and share!

Sorry kalau masih ada typo.

Happy reading😘

🍂

“Setelah waktu berlalu, aku tahu. Tak ada kebetulan dalam takdir. Walaupun takdir ditentukan dari pilihan kita, tapi terkadang takdir itu juga memilih kita.”

- Jung Tae-eul -

(The King: Eternal Monarch)

🍂


Ditempat lain yakni di mansion mewah kediaman keluarga Antariksa, seorang laki-laki tengah memandang langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang yang begitu memanjakan mata dari balkon kamarnya.

Ia disini sejak berakhirnya obrolan singkatnya dengan seseorang yang beberapa hari ini ia pikirkan dan entah kenapa saat memikirkan perempuan itu secara tidak sadar jantungnya berdetak tak karuan dan senyumannya mengembang begitu sempurna. Dan jangan lupa perempuan itu juga berhasil membuatnya bertekuk lutut akan namanya kecemburuan. Sangat berbanding terbalik saat hubungannya dengan perempuan yang sebelumnya yang terkesan begitu datar. Tak ada detak. Tak ada senyum lebar. Tak ada kecemburuan.

"Takdir dan cinta?" gumam Rangga sambil menyenderkan kedua tangannya dipembatas balkon kamarnya.

Mungkin Rangga mencoba flashback soal takdir dan cinta yang pernah diutarakan oleh Melody saat ia berkunjung ke rumahnya tempo hari. Mungkin bagi Melody itu hanyalah sebuah inti dari drakor yang pernah ia tonton, tapi bagi Rangga itu adalah hal yang cukup bisa menggugah seleranya untuk berpikir keras.

"Apa takdir juga bisa membawa manusia kepada masa lalu yang ingin dilupakan?" tanya Rangga. Seolah-olah bintang-bintang yang bertebaran dilangit malam itu adalah 'orang ahli' yang bisa menjawab pertanyaannya.

"Apa cinta juga bertekuk lutut akan sebuah takdir?" lanjut Rangga.

"Hah.. " Rangga menghembuskan nafasnya kasar sesaat ia mendapat jawaban yang menurutnya tidak sesuai dengan keinginannya.

Sekiranya cukup menikmati panorama malam itu, Rangga pun memilih kembali masuk kedalam kamarnya lalu menutup pintu kaca penghubung kamar dan balkon.

Tapi ia tak langsung berbaring ke ranjangnya, ia malah memilih keluar kamar menuju sebuah ruangan disebelah kamar tidurnya.

Kreet

Suara pintu ruangan itu terbuka saat rangga memutar knop pintunya. Rangga pun segera menyalakan saklar lampu ruang itu agar ia dapat melihat seluruh isi ruangan itu.

Mungkin itu bukanlah ruangan biasa karena sebenarnya ruangan itu adalah sebuah kamar. Namun karena sudah bertahun-tahun tidak digunakan jadinya kamar itu sekarang mirip sebuah gudang. Dimana ranjang dan perabot-perabot yang hampir lengkap itu ditutup oleh sebuah kain panjang berwarna putih yang tentunya sudah sangat berdebu, sebab tak ada yang pernah masuk kedalam kamar ini untuk membersihkannya. Bukankah sudah mirip dengan kamar berhantu?

Ah, Rangga ingat. Bahkan kamar ini belum tersentuh sama sekali.

Karena penghuninya yang tak akan pernah kemari.

Bukan tak pernah.

Ataukah belum saatnya kemari? Ataukah tak ada yang mengijinkan dia kemari? Ataukah dia yang tak ingin kemari? Ataukah karenanya dia tak ingin kemari?

Segala kemungkinan sudah berkeliaran di otak Rangga. Namun sama sekali ia tak pernah menemukan garis lurusnya.

Terhitung sudah kedua kalinya ia masuk kedalam kamar ini. Yang pertama adalah saat kamar ini selesai di renovasi. Itupun Rangga yang meminta ruangan ini di renovasi. Karena ia yakin bahwa dia akan kembali ke rumahnya, kediaman aslinya. Walaupun itu hanyalah sebuah keinginan semu semata.

Debu Antariksa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang