Chapter 37. Don't Watch Me Cry

440 42 5
                                    

“Teruntuk kamu, yang ku pandang dari jauh. Kumohon hapus air matamu saat tangan ini tak sanggup meraihmu. Demi Tuhan, aku tidak sanggup lagi melihatnya.”

- Kenzo Domani -

°
°
°

Ken membuka pintu ruang basecamp tim basketnya dengan terburu-buru. Beberapa hari lalu atau lebih tepatnya saat pertandingan basket antara timnya dan tim SMA Bima Sakti, di ruang ini ia menemukan sebuah kejanggalan. Awalnya ia berharap bahwa penglihatannya salah, namun saat orang yang dipedulikan bersedih maka tanpa pikir panjang ia harus segera bertindak.

Kakinya langsung mengarah ke loker milik sang kapten basket yang membuat darahnya mendidih saat ia tahu bahwa yang menyakiti hati Melody adalah orang yang sama yang selalu Melody bela.

Syukurlah di basecamp mereka, tidak ada satupun loker yang terkunci. Mereka yakin bahwa rekan setimnya adalah orang yang tidak panjang tangan. Sesama teman bukankah memang harus begitu? Percaya dan dukungan adalah rumus untuk kelanggengan persahabatan.

Namun bila ditanya apakah Ken percaya dengan Rangga yang sekarang, maka jawabannya adalah tidak!

Ken orang terpelajar dan ia sudah bisa membedakan mana orang yang berniat buruk dan mana yang tidak. Dan untuk Rangga yang sekarang, sudahlah jangan dijelaskan pasti kalian sudah tahu sendiri jawabannya.

Ken bertekad ia harus segera menemukan benda itu agar kecurigaannya selama ini terjawab. Jika sudah terjawab maka ia dapat menentukan langkah selanjutnya dengan tepat.

Tangan kekarnya dengan kasar membuka pintu loker yang berpapan nama 'Rangga Antariksa', kemudian matanya menilisik ke dalam ruang sempit itu. Namun nihil, hanya kekosongan yang ia dapatkan.

'Kemana anting itu?' Batin Ken.

Perkiraannya salah bahwa hari itu Rangga meninggalkan sebuah bukti yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang hinggap di pikiran Ken. Awalnya ia yakin sebab sejak kemarin ia tidak melihat Rangga memakai anting itu. Tapi apakah sudah diambil tapi dia tidak memakainya?

“Nyari ini?”

Seketika Ken langsung menegakkan badannya lalu menutup pintu loker itu dengan kasar. Telinganya menangkap suara yang sangat tidak asing baginya. Badannya ia putar ke belakang untuk langsung bertatap muka dengan sosok itu.

Ken menatap anting bulat berwarna hitam yang berada di atas telapak tangan Raygan.

Sial!

Ken sungguh benci dengan senyuman yang ditunjukkan cowok itu. Benar-benar seperti senyum beruang yang memergoki tupai yang tengah mencuri wortelnya. Tunggu dulu, memangnya ia juga dikategorikan mencuri? Ya tidaklah, Ken bukan mencuri tapi mencari.

“Nih ambil,” ucap Raygan sambil mengulurkan tangannya. Ken hanya menatap sekilas lalu bola matanya memutar ke segala arah, tanda ia sudah malas untuk berargumen dengan cowok itu.

“Yaudah kalo nggak mau.” Raygan pun kembali memasukkan anting yang hari-hari biasa ia pakai ke saku celananya.

“Hobi lo emang mencuri ya dari dulu,” sarkas Raygan.

Ken menautkan alisnya bingung, “Maksud lo apa?”

“Maksud gue itu jangan ikut campur soal kehidupan gue.”

“Gue nggak ada niatan seperti itu dan nggak akan pernah.”

Raygan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya lalu memandang Ken dari atas sampai bawah, “Kalo nggak ada niatan, terus lo main nyelonong ke loker gue itu apa namanya?”

Debu Antariksa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang