Chapter 36. I Hate You but I Love You

516 36 10
                                    

“Cinta dan benci memang dua hal yang dibatasi oleh garis tipis dan akan berubah seiring waktu. Dari benci ke cinta atau malah sebaliknya. Namun apabila perasaan benci dan cinta dirasakan pada saat yang sama, apakah kalian tahu jawabannya?”

- Debu Antariksa -

°
°
°


“Lo takut?”

Raygan tersenyum remeh, “Kata takut itu nggak pernah ada di kamus hidup gue. Menyakiti adalah hoby gue dan tersakiti adalah untuk para korban gue.”

“Rangga yang selama ini gue denger itu ternyata lebih sombong saat dilihat langsung.”

“Hahahaha sumpah Lo lucu banget anjir, Lo kok sok kenal banget sih.”

“Nggak usah banyak bacot lo!”

“Ya udah apa? Lo mau kita tawuran? Ya udah ayo, 99,9% gue pastikan gue akan menang melawan anak buah Lo itu.”

“Percaya diri banget Lo! Tapi tenang, bukan tawuran yang kita mau.”

“APA?!” Kesabaran Raygan sudah terlampaui habis untuk menghadapi tikus-tikus itu.

“Ayo balapan.”

Raygan tersenyum tidak percaya dengan ucapan sang musuh barusan. Apa tadi katanya? Balapan? Huh, tinggal tiup saja sudah dipastikan bahwa Raygan yang akan menang.

Sombong adalah wujud percaya diri - quote by Raygan.

Mata Raygan kembali fokus kepada sosok dihadapannya, “Apa taruhannya?”

Sang kapten basket SMA Bima Sakti––Alvin––mulai memutar otaknya, “Kalo lo menang gue nggak akan gangguin lo sama tim sekolah lo. Tapi kalo lo kalah....” Alvin menjeda ucapannya lalu menoleh ke arah teman se-gengnya.

“Gue mau cewek lo,” sambung Alvin lalu matanya kembali menatap Raygan yang terlihat sedang menahan tawa.

“Hahahaha,” tawa Raygan pecah seketika mendengar taruhan sang musuh, “Cewek? Maksud lo si jalang Mentari? Nggak usah balapan, tanpa lo minta pun gue akan kasih.”

Ingat! Raygan menjalin hubungan dengan Mentari hanya digunakan sebagai alat untuk menyakiti Melody dan pada akhirnya yang ikut terluka adalah Rangga.

Alvin menekuk kedua alisnya lalu maju perlahan kedepan untuk mendekat ke hadapan Raygan, “Bukan dia, tapi Melody,” ralat Alvin sambil bertarung tatapan tajam dengan Raygan.

Kedua tangan Raygan mengepal dengan sempurna dan giginya ia gertakkan kuat-kuat bahkan urat-urat disekitar lehernya juga ikut muncul.

Ia marah, benar-benar marah. Bukan marah karena seseorang yang dicintainya berusaha direbut orang. Bukan! Bukan itu.

Ia marah karena menurutnya hanya ia saja yang berhak memiliki Melody. Memiliki bukan artian dalam mencintai tapi memiliki untuk menyakiti. Dan dengan beraninya, tikus didepannya ini mengatakan hal seperti itu. Sumpah mati pun, Raygan berjanji tidak akan menghilangkan pandangannya dari arah Melody. Gerak-gerik Melody adalah sumber hasil dari balas dendamnya.

Raygan menghembuskan nafasnya pelan untuk mengontrol rasa panas yang siap meledak kapan saja, “Ok, dimana jalurnya?”

“Ikutin gue,” jawab Alvin.

Tangan Raygan terangkat lalu mengusap dada Alvin yang dilapisi jaket kulit dengan gerakan seperti seseorang yang tengah membersihkan debu.

“Siap-siap buat kekalahan lo.” Setelah mengatakan itu, Raygan berbalik dan menuju tempat motornya.

Debu Antariksa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang