No Regrets | 19

36.9K 3.4K 261
                                    

Hal yang harus diperhatikan sebelum membaca :
1. Vote dulu
2. Komen dulu
3. Pastikan kalian udah follow biar kedepannya bisa kalian baca dengan tenang

Happy Reading 🦋

.
.
.
.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam untuk meredakan emosinya, Arsa kembali ke apartemen. Tadi dia hanya berputar-putar menyusuri jalanan menggunakan motor miliknya, benar-benar mencari udara untuk menghilangkan penat di kepalanya. Ketika kakinya memasuki apartemen keadaan yang sunyi langsung menyambutnya.

Awalnya Arsa pikir Naya sedang berada di kamarnya dan ia tidak akan mengganggu perempuan itu dulu. Akan tetapi begitu melihat pintu kamar Naya yang terbuka lebar dan tidak menampakkan penghuninya di dalam sana. Arsa menghela napas berat, ia merogoh ponselnya untuk menghubungi Naya. Panggilan telponnya tidak diangkat sama sekali. Lalu tak lama dari itu ponselnya bergetar dan ternyata panggilan dari Bundanya.

"Halo Bun?"

"Kamu apain Naya?"

Arsa diam tidak langsung menjawab.

"Anak bunda itu gak akan gitu, Arsa yang bunda kenal itu gak mungkin gitu. Kalo apa-apa tuh jangan pakai emosi."

"Arsa minta maaf ..."

"Minta maaf sama Naya jangan sama bunda."

"Iya."

"Sekarang dia ada di rumah?"

"Gak ada."

"Astaga, cari Sa ini udah malem. Kamu cari Naya dan minta maaf sama dia."

Belum sempat menjawabnya sambungan telepon lebih dulu terputus.  Arsa duduk, menyibak rambutnya. Membuat rambut hitamnya kini terlihat sedikit berantakan, tangannya terulur untuk memijat pelipisnya. Sedari siang rasa pusing sudah menghampirinya di tambah sekarang Naya yang entah kemana di saat sudah malam begini.

Masih dengan tangannya yang memijat pangkal hidungnya, Arsa terus mencoba menghubungi Naya. Dan entah di panggilan ke berapa, Naya mengangkat panggilan telepon darinya. Hembusan napas lega kian terdengar bersamaan dengan tubuhnya yang melemas.

"Di mana?" Tanya Arsa begitu ponselnya menempel pada telinganya.

Tidak ada sahutan, selain terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan dan juga suara orang-orang yang bersahutan, terdengar sangat ramai.

"Di mana Nay, biar nanti gue jemput." Arsa mencoba merendahkan nada suaranya.

"Gue gak mau pulang ke apartemen, gue mau pulang ke rumah mamah." Suara Naya yang serak memasuki gendang telinganya.

Arsa menghela napas lelah, menyandarkan punggungnya dengan mata yang terpejam.

"Dengan keadaan lo yang lagi kacau balau gitu? Terus nanti Mama mau bilang apa? Please Nay jangan kekanakan."

"Iya gue emang kekanakan, enggak dewasa. Gak kayak lo."

"Sekarang dimana biar gue jemput, ini udah malem."

"Gue pengen cerai," suara Naya tersendat oleh isakannya. "Emang gue belum siap buat nikah gini Sa..."

"Lo dimana biar gue jemput."

Cukup lama Naya tidak menyahuti selain suara isakannya saja yang terdengar.

"Minimarket yang deket apartemen."

Akhirnya Arsa merasakan ketenangan begitu mengetahui dimana Naya saat ini berada. Arsa berdiri, meraih jaket kulit hitamnya dari dalam lemari di kamarnya masih dengan ponselnya yang diapit oleh pundaknya.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang