No Regrets | 26

30.3K 3.6K 2.6K
                                    

Hello I'm back!

Cuman mau bilang jangan lupa vote sama komen nya ya!

Happy reading 💘

____________

Suara derap langkah yang terdengar sangat terburu-buru memenuhi koridor rumah sakit yang lumayan sepi. Dan derap langkah itu menghampiri laki-laki yang kini sedang terduduk di atas dinginnya lantai rumah sakit Punggungnya bersandar pada dinding sementaranya kepalanya sedari tadi menunduk, ia simpan pada lipatan lutut yang ia tekuk.

"Arsa..." Panggilan tersebut membuat laki-laki yang kini mengenakan kemeja berwarna putih itu langsung mendongak, menampilkan keadaannya yang benar-benar kacau. Wajahnya sudah terlihat sangat pucat, dengan buku-buku jarinya yang terlihat terdapat luka disana. 

"Nay, bunda——" tenggorokannya tercekat dia tidak tahu harus mengatakan apa, yang mampu ia lakukan sekarang adalah menangis kembali.

Seakan ada hantaman keras pada dadanya, hati Naya ikut mencelus begitu melihat bagaimana hancurnya Arsa. Naya menekuk kedua lututnya dengan segera Naya langsung merengkuh tubuh Arsa mendekapnya erat dengan air matanya yang sudah ikut meleleh membasahi pipinya.

"Bunda pergi. Dia ninggalin gue," lirihnya entah mengapa membuat Naya semakin merasa sesak. "Ini cuma mimpi kan? Tadi siang kita masih ngobrol, bunda masih peluk gue kok. Bahkan pelukan hangatnya masih kerasa sampai sekarang." Lanjutnya lagi dengan suara serak.

Kepala Naya menengadah mencoba menghalau air matanya yang semakin berlomba untuk keluar dari pelupuk matanya.

"Gue yakin ini cuman mimpi, Bunda gak mungkin tinggalin gue."

Naya hanya diam, tidak ada yang bisa ia katakan untuk membalas racauan Arsa kini karena terasa ada sesuatu yang mengganjal pada tenggorokannya membuat dia sulit untuk berbicara.

"Tadi siang gue masih genggam tangan bunda. Tapi sekarang, sekarang bunda pergi ninggalin gue tanpa pamit. Bunda udah enggak ada."

Tatapan kosong itu lagi-lagi mampu menghantam dirinya, andai saja tadi dia  memilih untuk pergi ke rumah bunda. Dan andai saja tadi dia tidak mengaktifkan mode silent pada ponselnya. Mungkin dia akan bisa lebih dahulu menenangkan Arsa.

"Gue kehilangan satu-satunya harapan yang gue punya." Dan kali ini Arsa benar-benar menangis dalam pelukan Naya.

"Kenapa perempuan itu harus datang sekarang? Kenapa?"

Naya yang mendengarnya langsung dihampiri rasa bingung, ia tatap semua orang yang berada di sana. Ada Ayah, Mamanya, Kak Tsana dan teman Arsa yang hanya terlihat Jevian, Kaendra, dan Raka saja. Tapi ada satu orang yang mampu menarik penuh perhatian Naya. Seorang perempuan yang kini tengah mencoba menenangkan seorang anak perempuan yang berada pada gendongannya yang sedang meraung menangis.

Semua orang yang berada di sini tidak terlihat baik-baik saja, semuanya hancur. Semuanya tengah merasakan kehilangan.

"Kenapa dia harus dateng sekarang?" lirih Arsa kembali membuat Naya kembali menaruh fokus pada lelaki itu.

"Dia ambil Bunda dari gue!"

Naya tersentak ia kembali dekap tubuh Arsa, mencoba menenangkannya. "Arsa tenang. Tenang ya?"

Terus memeluk erat Arsa yang kini lelaki itu menyembunyikan wajah pada ceruk lehernya, bisikan yang lelaki itu berikan membuat Naya kembali dibuat bingung. "Gue benci ayah Nay. Gue benci dia."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang