HELLO GUYS!
HAPPY READING YAA 💐💗
***
Beberapa hari belakangan ini Naya rasa kondisi tubuhnya tidak bisa diajak bekerjasama dengan baik. Di saat tugasnya terus berdatangan dia malah merasakan tidak enak badan membuat beberapa tugasnya belum bisa ia kerjakan. Beruntung, dia memiliki Arsa yang sangat multitalent. Lelaki itu banyak membantunya dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya.Samar-samar Naya mendengar pintu kamarnya yang terbuka, semalam dia menginap di rumah Mama karena akan ada acara makan malam dengan keluarga Arsa juga katanya. Yang tentunya hanya ada akan Ayah dan Alora saja yang hadir.
Sapuan lembut pada rambutnya membuat matanya semakin enggan untuk terbuka. Benar-benar serasa ada lem yang membuat kelopak matanya masih setia menutup.
"Nay, bangun udah sore."
Naya hanya melenguh pelan begitu mendengar bisikan pada telinganya.
"Udah bangun belom Sa?" Lalu suara kakaknya kian terdengar.
"Belum, udah beberapa hari dia lagi gak enak badan." Arsa kembali mengelus kepalanya, lantas memberikan ciuman pada pelipisnya. "Sayang, bangun," kata Arsa kembali lembut.
Tsanaya yang melihat itu langsung berdecak kasar. "Bangunin dia kayak gitu bikin dia makin pules lah Sa. Harus agak brutal bangunin dia," ujar Tsanaya.
"Biarin sebentar lagi aja, kasian."
Akhirnya Tsanaya memilih untuk undur diri dari sana. Dari pada jiwa jomblonya semakin meronta-ronta bukan?
Arsa masih setia duduk dipinggir kasur seraya mengamati wajah Naya yang terlelap. Beberapa hari ini Arsa amati jika Naya mudah merasakan lelah, ditambah dengan wajahnya yang terlihat selalu pucat akhir-akhir ini. Selepas pulang dari kampus perempuan yang kini sedang terlelap ini mengeluh jika dia merasakan pusing.
"Arsa ..."
"Iya, sayang?"
"Jam berapa?" tanya Naya dengan suara paraunya.
Arsa melirik jam digital yang berada di atas nakas. "Jam lima lebih sepuluh menit."
Arsa menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Naya. "Gimana kepalanya? Udah enakan?"
Naya bergerak untuk bangun dari tidurnya karena dia ingat masih ada tugas yang belum selesai sementara deadlinenya sore ini tepat pada pukul enam.
"Lumayan." Naya berucap pelan seraya menerima gelas berisi air mineral yang Arsa sodorkan. "Mau minta tolong ambilin laptop aku di tas dong," ujar Naya kembali.
"Mau ngapain lagi?"
"Powerpoint aku belum selesai. Deadlinenya jam enam, disuruh dikirim ke email dosennya."
Menghela napas berat, Arsa akhirnya bergerak untuk mengambil laptop tersebut. Menyerahkannya pada Naya yang kini masih terlihat sangat kelelahan dengan wajah pucatnya.
"Gak mau ke dokter?"
"Nggak mau." Naya menggeleng, menolak tawaran dari Arsa. "Paling cuman kecapekan, nanti juga mendingan kok."
"Sini biar aku yang lanjutin bikin powerpoint nya."
Lagi, Naya menolak tawaran dari Arsa. Beberapa hari ini dia sering sekali merepotkan Arsa, membuatnya tak enak hati saja. Menarik kedua sudut bibirnya, Naya mencoba tersenyum.
"Gak usah biar aku aja," tolak Naya dengan halus.
Sesaat Naya terdiam ketika tiba-tiba rasa pusing kembali menyerang kepalanya. Memijat pelipisnya beberapa kali berharap rasa pusingnya hilang. Tapi ternyata Naya rasa, pusing pada kepalanya semakin menjadi membuatnya meringis sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Regrets
Teen FictionSEBAGIAN PART DI PRIVAT FOLLOW SEBELUM MEMBACA "Keadaan yang memaksa dan kita tamat karenanya." Start : 19/02/22 End : 11/04/23