No Regrets | 42

31.2K 2.6K 360
                                    

HELLO GUYS!

HAPPY READING YAW!

***

Langkah lebar Arsa terus bergerak menyusuri lorong koridor rumah sakit yang lenggang. Bahkan dia membiarkan Naya yang langkahnya tertinggal di belakang, tungkainya terus bergerak mencari ruangan yang telah Raka beri tahukan tadi. Selama perjalanan dia benar-benar tidak bisa bernapas dengan tenang, serasa terlalu banyak benda yang menghimpit rongga dadanya. Selama perjalanan menuju rumah sakit dia pun terus memikirkan kira-kira apalagi penyesalan yang akan dia terima nantinya.

Matanya menangkap sosok Raka yang tengah duduk di kursi. Temannya itu langsung berdiri begitu melihatnya.

"Sa, bokap lo——"

Arsa tidak menunggu kelanjutan ucapan Raka, karena detik selanjutnya dia langsung bergerak cepat memasuki ruangan d imana ayahnya berada.

"Kaki Ayah harus di operasi?" Suara seorang anak perempuan adalah hal pertama yang berhasil memasuki gendang telinganya begitu dia baru saja masuk ke dalam ruang inap tersebut.

"Ayah harus di operasi?" selak Arsa dengan suaranya yang sudah bergetar.

Ayah langsung menoleh ke arahnya begitu juga dengan anak perempuan di sampingnya. Terlihat raut wajah Ayahnya yang terkejut. "Sa kamu ke sini? Padahal Ayah udah bilang sama Raka gak perlu kasih tahu kamu," ujarnya seraya bangun dari posisi berbaringnya.

"Kenapa?"

"Bukan gitu. Ayah gak apa-apa kok. Ayah tadi cuman keserempet motor doang."

Kening Arsa mengernyit dalam. "Keserempet?"

"Iya, cuman keserempet doang. Kaki Ayah keseleo sama tangan lecet dikit. Makanya Ayah suruh temen kamu itu buat gak kasih tahu kamu karena emang ayah gak kenapa-kenapa," papar Ayahnya.

Arsa masih dibuat termenung di tempat, sulit mencerna semuanya. Karena sepanjang perjalanan tadi yang ada di bayangannya adalah Ayahnya yang mengalami luka serius, terbengkalai lemah di ranjang rumah sakit dengan dikelilingi alat-alat medis yang menempel pada tubuhnya. Dan dari sana lah berujung dia yang mendapatkan penyesalan seumur hidupnya.

"Jadi ... Ayah gak perlu operasi atau apapun itu?"

Ayahnya terkekeh pelan tangannya menyuruhnya untuk mendekat. "Gak perlu malah tadinya mau pulang sekarang tapi udah kemaleman jadi besok aja." Tangan Ayah menjawil hidung anak perempuannya. "Kamu sih bilang operasi-operasi. Kakak kamu jadi khawatir kan."

Perasaan lega langsung menghampirinya, dia sudah bisa bernapas dengan lega kali ini. Tapi entah kenapa rasa sesak pada dadanya tak kunjung hilang bersamaan dengan rasa takut yang terus memerangkapnya dengan kuat. Membuat dia harus beberapa kali menghembuskan napasnya.

"Ayah beneran gak kenapa-kenapa Arsa," ungkap ayah kembali meyakinkan.

Arsa masih duduk di kursi yang berada di samping brangkar dengan kepalanya yang terus menunduk mencoba meredakan degupan jantungnya dan kakinya yang ia rasa kini masih lemas.

"Aku pikir, aku bakal ngerasain kehilangan lagi..." lirih Arsa.

Bahkan memori saat Bundanya pergi pun masih tertanam jelas dalam ingatannya dan dia belum sanggup jika harus merasakannya lagi. Baru membayangkannya saja sudah membuat tubuh Arsa gemetar.

Pintu ruang inap Ayahnya terbuka dan langsung menampakkan Naya setelahnya. "Ayah gak apa-apa?" tanya Naya dengan nada suara yang terdengar sama paniknya.

"Nggak nak. Ayah gak apa-apa kok, emang ya Raka ini bikin huru-hara aja."

Pandangan Naya beralih pada Arsa yang kini hanya terduduk dengan diam. Naya tahu setakut apa laki-laki itu tadi dan hampir saja lelaki itu tadi menabrak pembatas jalan karena saking kalutnya dia.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang