No Regrets| 32

34.7K 3.9K 5K
                                    

Jangan lupa vote and komen!

Happy Reading 💕

***

Mata Naya masih terpaku untuk beberapa saat. Satu menit, dua menit berlalu dan Naya masih mencoba untuk mencerna semuanya. Ia masih terpaku ditempat menatap kembali amplop berwarna cokelat tersebut.

"Arsa, kenapa?" Naya bertanya dengan suara pelan, seperti berbisik.

"Buat apa Nay kita pertahanin? Dari awal memang mungkin gue yang terlalu menganggap serius pernikahan ini sampai lupa sama perjanjian-perjanjian awal kita. Sekarang gue lepasin lo, biar lo bisa memulai dengan siapapun." Jelas Arsa dengan tatapannya yang tidak bergerak dari Naya.

Naya masih terdiam dengan dadanya dirasa kian sesak. Dia tidak tahu harus mengatakan apa karena semua ini memang salahnya bukan?

"Jadi siapa yang mau kirim ke pengadilan?" tanya Arsa setelah beberapa saat hanya diam. "Siapa yang mau jadi pihak tergugat? Gue bisa cariin kuasa hukum buat lo kalo——"

"Sa, stop." Suara Naya melirih.

Menghapus jejak air matanya Naya bergerak meninggalkan Arsa yang masih terdiam di tempatnya. Dan ketika sudah di dalam kamar, Naya meluruh dilantai dengan tangisnya yang kian menjadi. Kedua tangannya ia gunakan untuk membekap mulut agar suara isakannya tidak terdengar.

Setelah beberapa menit ia meluapkan semua tangisnya, ia berdiri. Dengan keadaan yang kacau Naya meraih kunci mobil yang berada di atas nakas berniat keluar dari apartemen. Tujuannya kali ini adalah Leon dia akan mengakhiri semuanya sekarang juga.

Begitu dia keluar kamar, Naya tidak menemukan sosok Arsa lagi di ruang tamu. Tatapannya beralih pada pintu kamar Arsa yang tertutup.

Naya memasukan ponselnya pada saku celana, bergerak keluar dari apartemen mengesampingkan semua rasa sakit pada badannya. Lalu sesampainya di basement ia segera memasuki mobil berwarna putih tersebut dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi.

***

Ketukan suara sepatunya bertalu seiring dengan dia yang berjalan, mengisi kehampaan di lorong apartemen yang saat ini sepi. Menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan berharap jikalau keresahan dalam dirinya ikut terbang pergi bersamaan dengan hembusan napas tersebut.

Dia bermaksud untuk menemui Leon yang sekarang ia duga pasti tengah berada di apartemen laki-laki itu.

Naya, perempuan itu masih memandangi pintu apartemen bernomor 105 tersebut sebelum akhirnya memasukan password apartemen milik Leon. Bagian beruntungnya adalah password yang ia masukan benar, membuat ia buru-buru masuk ke dalam apartemen tersebut.

Suasana apartemen yang remang-remang, hanya ada terdapat cahaya yang keluar dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka disusul dengan suara orang yang sedang mengobrol dari dalam kamar. Mungkin si pemilik apartemen ini tidak mendengar pintu apartemen yang terbuka karena terlalu serius mengobrol sekarang.

"Gue harus gimana?"

Gerakan tangan Naya yang baru saja hendak meraih handle pintu kamar tersebut seketika terhenti begitu telinganya menangkap suara perempuan dari dalam kamar Leon.

"Lo pasti becanda."

"Gue gak becanda Leon!"

"Mungkin hasilnya gak akurat?"

"Leon. Gue udah pake 5 tespack. Mana mungkin gak akurat?"

Naya semakin dibuat diam ditempat mencoba mencerna semua pembicaraan mereka. Dan suara perempuan itu, Naya sangat hafal. Telinganya seakan sudah tidak asing lagi begitu mendengarnya.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang