No Regrets | 54

30.7K 2.4K 154
                                    

HAPWIEE READING LOVE❤️

***

Naya mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba membukanya walaupun terasa sangat berat. Butuh beberapa kali sampai akhirnya ia bisa menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Aroma khas rumah sakit langsung menusuk indera penciumannya ditambah lagi dengan dinding yang bercat putih yang membuatnya semakin yakin di mana sekarang dirinya berada.

Dan benar saja, ketika kepalanya menoleh ia langsung menemukan selang infus yang menempel pada punggung tangannya.

Naya ingin terbangun ketika tenggorokannya dirasa kering. Namun, sepasang lengan langsung menahan gerakannya.

"Mau ke mana?"

Naya mengernyit sesaat begitu menemukan Arsa yang kini wajahnya terlihat sudah sangat lelah. Lengan kemeja birunya sudah digulung hingga sikut, rambutnya yang terlihat acak-acakan, dan juga sampul dasi yang sudah melonggar.

"Aku haus," jawab Naya pelan.

Arsa tak bersuara lagi, lelaki itu kini mulai mengambil gelas berisi air dan langsung memberikan pada Naya. Masih dengan tanpa suara.

Dari raut wajahnya, dari intonasi bicara, dan dari semua gerak-gerik laki-laki itu, Naya sudah bisa menebak jika kini Arsa mungkin tengah menahan rasa marahnya yang sudah meletup-letup.

"Ada lagi?" tanya Arsa kembali masih dengan nada dingin dan juga raut tanpa ekspresinya.

Naya membasahi bibir yang tiba-tiba terasa kering. "Kalo kamu mau marah, marah aja," ucap Naya kemudian.

Arsa menyandarkan punggung pada sandaran kursi, matanya terpejam disusul dengan helaan napas beberapa kali.

"Aku pengen marah. Aku marah banget," ujar Arsa. "Dokter Agatha bilang kalo kamu udah hubungin dia dua hari yang lalu. Dan kamu bilang ke dia kalau kamu ada flek. Tapi bisa-bisanya kamu gak bilang sama aku?" tanya Arsa, kecewa.

Masih terdiam dengan tangan yang saling bertaut, Naya berdeham untuk sesaat. "Aku ... aku pikir cuma flek biasa dan gak akan lama."

"Mau biasa atau pun nggak, mau lama atau nggak, kamu harus tetep kasih tahu aku. Kamu tahu gimana kagetnya aku tadi waktu di telepon sama bibi? Kamu tahu gimana takutnya aku waktu denger penjelasan dari dokter?" papar Arsa.

"Kamu lagi ada masalah di kantor, kamu kelihatan lagi sibuk banget. Aku gak mau nambahin beban pikiran kamu."

"Nay, sesibuk apa pun aku. Kamu dan bayi kita masih tetap jadi prioritas aku. Jangan ditanya lagi," balas Arsa dengan cepat.

"Oke ... aku minta maaf." Nada suara Naya sudah terdengar bergetar.

Arsa mendongak menatap Naya yang kini pipinya sudah dipenuhi dengan lelehan air matanya. Arsa berdiri, menghampiri Naya dan langsung membawa tubuh perempuan itu ke dalam pelukannya.

"Maaf, aku gak bermaksud marahin kamu. Aku cuma takut ...." bisik Arsa mencoba menenangkan Naya.

"Dokter bilang sekarang janinnya udah baik-baik aja. Tapi kamu harus bed rest total, beneran bed rest yang total. Oke?"

"Kapan aku bisa pulang?" tanya Naya yang mana langsung mengundang kekehan ringan dari Arsa.

"Nanti setelah bener-bener pendarahannya berhenti," jawab Arsa seraya mengecup puncak kepala Naya cukup lama.

"Maaf ya?"

"Jangan gitu lagi ya, Nay. Apa pun masalahnya, sekecil apa pun, kamu harus bilang sama aku. Jangan pernah kamu mikir kalo hal itu bisa nambah beban aku," ujar Arsa kembali.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang