Haechan pulang dengan wajah lesunya. Duduk tak bertenaga di tempat biasa ia makan bersama sang Ibu.
"Kenapa?"
Dan tentu saja sang Ibu yang melihat kedatangan anaknya yang murung itu khawatir.
"Mark. Dia sudah punya kekasih, Mom"
Ah. Rupanya tentang hal itu.
"Dia masih muda. Wajar kan kalau memiliki kekasih?"
Sang Ibu tentu saja tak akan melupakan paras wajah tampan yang pernah ditemuinya itu. Meski sudah cukup lama rasanya.
"Iya. Bukan itu yang kumaksud, Mom"
"Lalu?"
"Minnie"
"Heum?"
Haechan menggigit bibir bawahnya sebelum menceritakan apa yang membuatnya seperti patah hati saja.
"Kalau Mark punya kekasih, lalu nanti menikah. Minnie akan punya Ibu kan?"
Memang masih terlalu jauh mengingat usia orang yang dibicarakannya. Tapi mungkin saja kan? Pemuda itu cukup bertanggung jawab di usianya yang masih sangat muda itu. Bahkan bisa mengurus bayi saat teman-teman sebayanya masih memikirkan kesenangan duniawi saja.
"Bahkan Minnie belum pernah mengenalku, dan nanti Ibu baru Minnie-"
Tak bisa melanjutkan kalimatnya saat lelehan air mata itu mulai terjun tanpa ia suruh. Membayangkan hal yang begitu menyayat hati Haechan.
"Jangan berpikir begitu. Haechan sudah menyesal dan meminta maaf kan? Haechan sudah mau menerima Minhyuk sebagai anak Haechan kan?"
Bola mata berair itu melebar.
"Min...hyuk?"
Sebuah elusan di pipi putihnya diberikan oleh sang Ibu.
"Mom tidak tahu Mark menggunakan nama itu atau tidak. Tapi kalau panggilannya Minnie, bisa saja Mark menggunakan nama yang Mom berikan sebelum benar-benar melepaskannya"
"Jadi... Namanya... Minhyuk?"
Sang Ibu hanya tersenyum saja. Menghapus lelehan air mata Haechan perlahan.
"Jika memang Haechan bersungguh-sungguh menyesal dan ingin memperbaikinya, Haechan harus berjuang mendapatkan hati Mark. Bahkan sepasang suami istri yang sudah menikah saja bisa berpisah, apalagi yang statusnya hanya sebatas kekasih"
"Men...dapatkan...hati...Mark? Kenapa?"
"Untuk Minhyuk kan?"
Memang Haechan hanya ingin meminta maaf saja pada pemuda itu. Setidaknya ia bisa bertemu dengan anaknya jika hubungannya dan ayah si bayi tidak seperti sekarang.
Tapi apa kata ibunya tadi? Mendapatkan hati Mark?
"Bayangkan saja. Jika Haechan dan Mark menikah, Haechan bisa sepuasnya memeluk dan mencium Minnie tanpa takut apapun"
"Me...nikah?"
Tak pernah terlintas di pikirannya. Sungguh.
Berbanding dengan sang Ibu yang memberikan anggukkan semangat. Seperti tengah memberikan dukungan penuh atas idenya sendiri.
"Tapi...itu...terlalu berlebihan, Mom"
Diam sejenak, sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Dan sepertinya...sangat....mustahil, Mom. Mungkin keajaiban itu hanya.... 0,00000001%"
Bagaimana ia tidak pesimis jika mengingat perlakuan pemuda itu selama ini padanya?!
"Kalau begitu Haechan harus membuat 0,00000001% itu menjadi nyata. Mom akan-"