"Ya, ini anak saya. Namanya Minhyuk"
Dengan tanpa ragu, Mark mengenalkan si bayi yang kini sudah duduk tenang di pangkuannya.
"Wajahnya tak asing. Seperti mirip seseorang"
"Tentu saja mirip saya. Saya ayahnya"
Si tamu kembali menatap bayi itu dan Mark bergantian. Dan mengangguk terpaksa setelahnya.
"Yah, yah. Terserahmu saja. Sekarang kau jawab pertanyaanku tadi. Kau pasti tahu kan apa yang terjadi pada anakku? Kau yang membawanya ke rumah sakit kemarin"
"Seharusnya Anda menanyakannya langsung pada anak Anda. Bukan pada saya"
Si tamu nampak kembali mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Jadi kau memilih agar aku mencari tahu sendiri atau kau memberitahukannya padaku?"
Mark mengernyitkan keningnya bingung.
"Jika Anda bisa mencaritahu sendiri, untuk apa Anda datang kemari?"
"Yah, aku hanya mencari cara sulit agar lebih menantang. Sekalian juga kan aku lebih tahu siapa teman Hendery selama ini"
Mark masih belum bisa menerimanya. Tak bisa menebak isi dari otak pria beda generasi yang tengah duduk di depannya ini.
"Jika sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, sebaiknya Anda pergi"
"Oh, jadi kau memilih agar aku mencari tahu sendiri? Jadi seperti ini ya temannya Hendery"
Pria itu berdiri.
"Oh ya, kalau memang anakku masuk rumah sakit hanya karena tendangan bola darimu, aku akan kembali"
"Untuk apa? Saya sudah meminta maaf pada Anda"
Markpun ikut berdiri, menggendong si bayi yang masih diam saja.
"Kau kira hanya dengan maaf, kesalahanmu bisa kumaafkan? Dalam mimpimu, Nak"
Mark hanya diam saja, tak menanggapi apapun. Berharap pria asing ini segera pergi dari rumahnya.
"Oh ya, aku baru ingat sekarang"
Pria yang akan keluar itu kembali berbalik.
"Apa lagi?" desis Mark yang sudah kehilangan sopan santunnya tadi.
"Anakmu mirip anak pertamaku saat masih kecil dulu. Meski tidak mirip 100%, tapi ada hal yang aku juga tak tahu kenapa mengingatkanku pada anakku itu"
"Sebaiknya Anda segera pergi dari sini sekarang"
Lagi-lagi Mark tak menanggapinya.
"Baiklah, sampai jumpa"
"Yang benar selamat tinggal" sahut Mark mengikuti dari belakang.
"Mungkin instingku saja. Tapi aku memiliki firasat jika kita akan kembali dipertemukan. Jadi, sampai jumpa hingga hari itu tiba"
Blam~
Langsung saja pintu itu Mark tutup. Tepat setelah si tamu mengakhiri kalimatnya.
"Kenapa... Orang itu... Terdengar menakutkan?" gumam Mark.
Kemudian menggeleng pelan dan kembali ke ruang tengah.
"Tidak. Aku tidak salah, aku tidak perlu takut"
"Papa?"
Akhirnya si kecil yang sejak tadi hanya berperan sebagai pengamat itu mengeluarkan suaranya.
"Ya, Baby?"
~.a.b.c.~
"Dad!"
Haechan nampak tersenggal akibat berlari. Mendapati sang ayah di depan sebuah apartemen yang pernah ia datangi sebelumnya.