9

42.3K 5.6K 1K
                                    

"Kau sedang apa?"

Mark bingung akan kelakuan temannya yang sedang berkunjung ini. Hendery. Satu-satunya teman yang ia bawa ke rumahnya.

Alasannya tentu saja keberadaan Minhyuk, perlengkapan dan mainan bayi itu. Tak mungkin Mark menunjukkannya pada orang lain.

"Aku masih takjub karena anak ini berasal dari orang itu"

Mark hanya memutar bola matanya malas. Jadi daritadi Hendery hanya mengamati Minhyuk dari dekat, tanpa mengatakan atau melakukan apapun hanya karena itu? Konyol.

"Terserah"

Markpun pergi ke dapur. Menghampiri aroma khas restoran dari tempat itu. Bibi Nam tengah memasak.

Dan membiarkan Hendery berdua saja dengan anaknya. Tak masalah pikirnya.

"Hei" cuit Hendery sambil mencolek lengan berisi si bayi yang kebetulan hanya menggunakan singlet dan celana training berwarna kuning saja.

Yang dicolek tak memperdulikan. Masih sibuk bermain sendiri.

"Jadi... Kau ini... Keponakanku?"

Sangat pelan di kata terakhirnya. Berharap hanya dirinya dan sang bayi yang belum paham saja yang mendengarkannya.

"Bagaimana bisa? Astaga, semua ini terlalu cepat untuk bisa masuk ke dalam otakku"

Kemudian mengambil mainan si bayi dengan paksa.

"AAAAHH!"

Yang tentu saja menuai protes dari si pemilik.

"Suara melengkingmu mirip orang itu"

Merasa dipermainkan, si bayi akhirnya bertindak. Mulai merangkak mendekat dan memanjat tubuh yang tengah duduk itu untuk mendapat mainannya.

"Pelan-pelan, hei"

Saat Hendery berhasil memeluk si bayi, mainan itu ia kembalikan. Agar Minhyuk kembali tenang.

"Dia bilang rindu" bisik Hendery pelan.

Akhirnya Minhyuk menanggapinya. Bayi itu mengoceh seolah paham apa yang Hendery ucapkan.

"Kau tidak akan percaya semudah itu kan? Kau kan bayi pintar, pasti bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang tidak"

Semakin jauh saja pembicaraan tak nyambung dua manusia beda generasi ini.

~.a.b.c.~

Haechan tidak tahu apa yang dilakukannya ini sesuatu yang ilegal, atau keberuntungan statusnya saat ini. Yang pasti ia merasa berdebar-debar sekarang.

Menggenggam sebuah kertas yang berisikan beberapa tulisan disana. Tulisan tangannya sendiri.

"Aku harus memastikannya"

Haechanpun beranjak pergi. Dengan mengendarai kendaraan umum, agar cepat sampai tentu saja, dada Haechan rasanya tak bisa melambatkan ritme yang kini begitu cepat.

"Tapi... Tidak akan semudah itu kan?" gumamnya sambil melihat kertas yang masih ia pegang.

Sebuah alamat. Haechan mendapatkannya secara diam-diam dengan memanfaatkan statusnya sebagai guru. Ya, alamat rumah Mark.

Dilihat dari alamatnya saja, sudah pasti ia tak akan mudah memasukinya.

"Apartemen mewah" gumamnya.

Yang Haechan yakin dilengkapi dengan berbagai keamanan canggih yang sangat ketat.

Kesempatan untuknya masuk saja hanya sepersekian persen.

Baby (MarkHyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang