"Sekarang apa? Kalian bersekongkol untuk menyembunyikannya dariku?"
Sebuah pertemuan keluarga yang benar-benar menegangkan. Setelah bertahun-tahun, akhirnya empat orang itu dipertemukan di sebuah ruangan.
Jika dulu, berkumpulnya keluarga ini dalam kondisi harmonis, maka sekarang berbeda. Seratus delapan puluh derajat.
Dengan posisi seperti satu lawan tiga. Sosok yang paling tua, paling tinggi duduk berhadapan dengan tiga orang yang hanya diam saja di depannya.
"Kau pergi saja, ini rumahku"
Dan masih sempat-sempatnya sosok yang paling pendek diantara mereka itu seolah menantang.
"Baiklah, dimulai darimu"
Mngabaikan usiran terang-terangan yang ditujukan padanya, mantan sosok kepala keluarga itu menunjuk salah satu diantara mereka.
"Hendery. Kau tinggal serumah dengan Dad. Kenapa kau menyembunyikannya dari Dad?"
"Aku juga tahu baru-baru ini, Dad"
Bukan bermaksud membela diri, tapi nyatanya Hendery tengah berkata jujur atas apa yang diucapkannya.
"Baru-baru ini kapan?"
"Ya baru-baru ini"
Sedikit meringis di akhir kalimatnya.
"Jangan membuatnya banyak bicara! Dery sedang terluka!"
Hendery hanya diam saja setelahnya.
"Baiklah, kau bisa diam sekarang"
Sosok paling tinggi, meski dalam posisi duduk sekalipun itu kini menunjuk yang lain.
"Dad sangat menyayangimu. Meski terpisah jauh, Dad tetap menyayangimu. Dan kenapa berbohong pada Dad?"
Haechan. Sosok yang diajak bicara itu diam seribu bahasa. Bahkan menatap lawan bicaranya saja ia tak sanggup. Hanya bisa menunduk sambil meremas pakaian sang Ibu yang duduk di sebelahnya.
"Sudahlah, semua ini salahku. Aku yang tidak bisa menjaga Haechan. Dan biarkan aku yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi sekarang"
Meski sudah tidak sepanas tadi suasananya, tetap saja dua anak yang berada di kanan dan kirinya nampak masih ketakutan.
"Bertanggung jawab? Bagaimana kau melakukannya?"
"Untuk selalu menjaga Haechan. Membuatnya kembali tersenyum setelah kejadian itu. Dan kau tidak bisa melakukannya kan?"
"Selalu tersenyum? Hahaha lucu sekali, Chitta"
Yang disebut namanya hanya mendengus dan menatap tajam. Tak suka jika dipanggil dengan nama asli saat bersama anak-anaknya.
"Haechan"
"...."
"Kau mendengar suara Dad kan?"
Haechan mengangguk kecil. Tapi tetap tidak mengeluarkan suaranya.
"Kau membuat anakku ketakutan" desis Ibu Haechan yang ujung pakaiannya masih saja diremas-remas.
"Hhh~ tidak bisakah kalian memahamiku? Aku kepala keluarga disini dan-"
"Mantan"
"Chitta, bisa dengarkan dulu dan jangan memotong saat aku sudah bersabar seperti ini?"
Sebuah dengusan terdengar begitu keras dari mulut sosok yang daritadi masih berbicara ketus itu.
"Kalian semua menyembunyikan hal yang sangat penting dariku. Dan jika aku tidak mencaritahu sendiri, apa kalian akan memberitahuku suatu saat nanti? Tidak kan?"