19

40 2 0
                                    

Kehidupan Kiara benar benar sibuk selepas PPL. Karena dia sudah di hadapkan dengan yang namanya skipsi. Mata kuliah terakhir yang bikin pusing.

Tapi untunglah, karena Kakak dari Mamahnya ada yang punya yayasan sekolah. Jadi Kiara tinggal penelitian disana deh. Mudah bangat ya jadi Kiara. Lulus kuliah juga tinggal pilih mau ngajar dimana. Karena juga ada beberapa Om dan Tantenya yang bekerja di sekolah negeri.

Berhubung Kiara juga anak yang pintar, walaupun ada revisi tapi gak terlalu berarti. Terbukti tuh skripsinya ACC paling pertama dari dospem. Sampai sampai dia urutan pertama yang daftar sidang skripsi.

"Permisi, Bu."

Yang sedang sibuk mencatat teralihkan konsentrasinya pada orang yang mengetuk pintu.

"Oh Kiara. Ada apa Ra?"

"Saya mau daftar sidang skripsi bu."

Seseorang yang menjabat sebagai Kepala Program Studi itu nampaknya agak terkejut. Lalu dia berkata, "Skripsi kamu udah beres? Udah di ACC dospem?"

Ya jelas sudah lah. Kalau belum mana bisa Kiara daftar sidang. Tapi sebenarnya sih tidak heran kalau itu Kiara. Mahasiswa yang memang terbilang cukup aktif dalam organisasi kampus dan akrab dengan beberapa dosennya itu memang sudah tidak perlu di ragukan lagi kemampuan akademiknya.

Makanya Kaprodi langsung meminta Kiara untuk mencatat data diri sebagai peserta sidang skripsi gelombang pertama.

Senengnya bukan main. Dia sampai berjalan sambil berloncat loncat keluar dari ruang dosen. Dan ..

Ups.

Hampir saja menabrak seseorang.

"Hai, Ra."

"Gue duluan ya."

Kiara menghilang dari pandangan saat itu juga. Padahal sudah lumayan lama mereka tidak bertemu. Seharusnya Kiara menyapa bukan pergi begitu saja. Tapi Azka rasa memang perempuan itu menghindarinya sejak hari terakhir PPL. Bahkan selama pengerjaan laporan PPL pun mereka tidak pernah bertemu.

Iya Azka. Kiara gak maksud menghindarinya kok. Hanya saja Kiara merasa patah hati sebelum berjuang. Ketika sayapnya sedang patah, dan dia merasa menemukan obat. Tanpa di sadari obat itu malah semakin melukai sayapnya yang patah. Ya begitulah.

Seorang Azka yang ternyata tidak bisa Kiara gapai.

Kini Kiara sadar. Mungkin dulu dia selalu dapatkan apa yang dia inginkan dengan mudah tanpa rasa bersyukur. Harusnya Kiara bersyukur miliki Reno. Tapi dia terlalu serakah. Hingga akhirnya semua hilang dari genggaman.

Sekarang, semenjak Reno pergi, semua yang dia inginkan tidak selalu bisa di capai dengan mudah. Butuh perjuangan ternyata. Bahkan pada Azka saja dia gagal sebelum berjuang.

****

"Hey"

Kiara terkesiap. Silva tepukan tangannya tepat di hadapan Kiara.

"Ga usah di liatin terus. Orangnya gak bakalan notice kalau lo ga manggilin. Kecuali lo punya telepati sama dia."

Iya, Kiara ada di lantai dua Aula, dan orang yang dia pandangi ada di lantai satu Aula. Hari ini adalah acara pengukuhan alumni FKIP di kampusnya. Semua mahasiswa FKIP yang lulus sidang skripsi di nyatakan sebagai alumni sebelum di wisuda minggu depan.

"Azka!"

Yang di panggil menengadah. Sebab suara itu berasal dari lantai dua. Azka lambaikan tangan dan berikan senyumannya.

"Sendiri aja lo? Galih mana?"

"Tadi sih ada. Tapi sekarang gak tau kemana."

"Sini."

Tepat saat Azka serukan kata "Iya." Kiara tarik tubuh Silva.

"Lo ngapain ngajakin dia kesini?" Panik seketika

"Loh, emangnya kenapa?"

"Terus gue gimana?"

"Ra. Kalau suka tuh bilang. Jangan diem aja."

Silva tahu. Kiara punya rasa pada Azka. Itu sudah dia curigai saat mereka bertemu dengan cowok jangkung itu di parkiran.

Awalnya Silva tidak terlalu memusingkan ekspresi Kiara yang kelihatan sebal saat Azka tidak menyapa. Tapi ternyata, Silva denger anak anak membicarakan temannya itu dengan Azka di kantin.

"Serius. Gue liat sendiri, Pak Azka pegang tangannya Bu Kiara. Mesra bangat tahu."

Waktu itu Silva agak kesal. Sebab hari itu Kiara masih banjir air mata menangisi Reno. Tapi di sisi lain dia main hati sama cowok lain. Pantas saja Reno meninggalkannya. Bagaimana pun Kiara belum sepenuhnya menetapkan hati untuk Reno.

Silva yang temannya saja heran sama Kiara. Kok ada cewek macem Kiara. Dia gak paham sama jalan pikirannya Kiara. Tapi mau bagaimana pun itu pilihan Kiara. Dia yang mau menjalani hidup seperti itu.

Dan kecurigaannya semakin menjadi ketika Kiara memeluk Azka saat kunci motornya di temukan. Kiara memang bukan tipe cewek yang genit sama cowok. Silva tahu betul itu. Tapi memang sikap Kiara terlalu berlebihan saat itu. Terlalu kentara bahwa dia ingin di perhatikan oleh Azka.

Tapi mungkin benar perasaan Kiara terbalas saat Azka meminta Kiara tinggal selepas rapat. Karena waktu itu,

"Eh Mel. Lo duluan deh, dompet gue ketinggalan"

Yang membuat Silva putar balik ke ruang kurikulum. Waktu itu Silva lihat Azka yang sedang mengaitkan gantungan kunci di kunci motor Kiara. Silva juga lihat waktu Azka mengacak rambut Kiara. Waktu itu Silva langsung hampiri Kiara setelah Azka keluar dari sana.

"Lo beneran pacaran sama Azka?"

Kiara terkesiap. Yang tadinya sedang lemas karena sikap Azka langsung berdiri tegak.

"Apaan sih lo. Nggak."

"Lo gak bisa bohong sama gue."

"Nggak Sil. Siapa yang pacaran sih."

Silva memincingkan matanya. "Itu apa?"

"Kunci motor lah. Emang lo pikir ini apaan? Eh lo kok balik lagi sih. Kangen ya sama gue?" Kiara hampiri Silva sambil merangkul temannya itu.

Oke. Kiara mengalihkan pembicaraan. Maka Silva akan biarkan temannya seperti itu sampai dia katakan sesungguhnya yang terjadi.

Dan betul. "Gue suka sama Azka. Tapi dia udah punya cewek." Itu yang Kiara katakan setelah acara perpisahan selesai.

"Kenapa sih dia harus punya cewek. Gue kan jadi gak bisa move on kalau gini caranya." Kiara nangis nangis karena cintanya tidak sempat tersampaikan.

"Ya udah lah. Mungkin bukan dia orangnya." Ya, siapa tahu ada lelaki lain yang akan menjadi obat patah hatinya Kiara. Makanya Silva bilang, "Mending sekarang lo fokus dulu sama diri lo. Kita udah mau skripsi loh. Ga usah mikirin cowok deh. Lagian kalau jodoh pun pasti lo bakalan di persatukan"

"Tapi dia udah punya cewek, Sil"

Kalimat yang Kiara ulangi puluhan kali saat membahas seorang Azka. Iya. Kiara yang belum juga move on dari Azka.

Sekarang Silva paham. Mungkin Kiara gampang baper sama cowok. Mungkin Kiara bisa aja pacaran sama ini dan itu. Tapi seseorang yang sulit dia lupakan, itu adalah orang yang benar Kiara cintai. Layaknya Reno. Kiara susah lepas dari Reno itu karena Kiara tulus cinta sama Reno, seburuk apapun itu Reno. Dan Azka, orang yang bahkan Kiara tidak pernah tahu isi hatinya.

"Loh. Apa yang salah? Dia punya cewek atau nggak, bukan salah lo kalau lo suka sama dia. Kalau lo suka sama orang bukan berarti lo harus milikin dia kan? Kecuali lo ada jiwa pelakor, bisa aja lo ada niatan rebut dia dari ceweknya."

Refleks Kiara ketuk kepalanya sendiri "idih, amit amit."

"Ya udah sih santai aja. Lagian. Kalau lo ngehindar terus dari dia. Yang ada dia curiga sama sikap lo. Kita liat aja, dia dateng gak kesini"

****

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang