55

19 2 0
                                    

Saat ponsel itu bergetar, Azka raih secara cepat dari dashbor mobilnya. Mematikan getar. Lalu mengaktifkan mode silent. Tanpa getar dan suara. Sedang yang duduk di sampingnya memperhatikan. Sempat juga dia lihat, siapa yang menelpon barusan. Namun dia tak pedulikan. Biarkan saja. Bukan urusannya.

Mobil pun melaju pelan. Menyisi dan berhenti tepat di depan gerbang.

"Ya Ampun, Ka. Makasih ya udah nganterin Fisca pulang." Dari Mamah Fisca yang orangnya sudah menunggu di depan gerbang. Ketika Azka menyalaminya.

Jadi, setelah selesai acara, Fisca yang tadinya akan dijemput sang Papah sekalian pulang dari toko tiba tiba saja di cancel karena tokonya sedang turun barang. Yang sudah pasti akan lama selesainya.

Mau tidak mau, Fisca harus pesan ojek online. Tapi saat itu kejadiannya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Azka datang menawari tumpangan. Fisca mana mau menolak. Sudah pasti dia iyakan.

"Sama sama, Mah. Udah malem, kasian kalau pulang naik ojek. Nanti takutnya yang jemput ojeknya pas buka helm gak ada mukanya."

"Ih, kamu mah." Di pukul bisepnya.

"Becanda, Fis."

Azka ya gitu, emang suka bercanda. Mamahnya Fisca ya udah paham betul lah kelakuan anak lanangnya Bu Rika yang satu ini.

"Masuk dulu ayok!"

"Gak usah Mah, Azka mau langsung pulang aja. Udah bau nih dari pagi." Menolak tawaran dengan halus. Azka bahkan mengendus badannya sendiri guna memperjelas apa yang dia katakan.

"Ya udah kalau gitu hati hati deh. Makasih loh udah nganterin anak Mamah pulang."

Azka anggukkan kepala. Dia pamit cium tangan. Tapi yang beranjak duluan justru Mamahnya Fisca. Dia masuki pekarangan rumah meninggalkan anaknya beserta mantu gagalnya di depan pintu.

Di sebelum Azka beranjak. Fisca kembali katakan, "Makasih ya."

"Aku denger makasih sekali lagi dapet piring cantik nih."

"Maunya kamu itu mah."

"Ya dari pada kamu aku gelitikin. Emang mau?"

"Coba aja kalau berani. Makasih."

"Dih nantangin."

"Nggak, yeu. Makasih."

Azka tersenyum tak percaya. Dengan sigap dia raih pinggang Fisca untuk dia gelitiki. Namun sayangnya, Fisca yang hendak menghindar justru hampir terjatuh sebab highheelsnya. Maka Azka pun refleks menarik tubuh itu.

Jantung Fisca yang berdetak tak karuan. Mereka sungguh ada pada jarak yang teramat dekat. Meski dada mereka terhalang oleh kedua tangan Fisca yang memegang bahu Azka. Tapi kedua pasang bola mata itu saling bertatapan lekat.

Deru nafas mereka berhembus saling bergantian. Yang dengan lancangnya tiba tiba Fisca kecup bibir Azka. Keduanya sama sama terbelalak.

"Maaf!"

Lalu kabur begitu saja. Mengunci gerbang tanpa permisi.

Inilah bestie, bahanya laki laki dan perempuan berduaan di malam hari. Di tambah dia itu mantan yang terkasih. Rasa ingin mengulang cerita kembali hadir.

Sial!

Azka usap wajahnya secara kasar. Fisca itu gak beda jauh sama Kiara. Tipe cewek yang berani mengambil tindakan. Mungkin memang tipe-tipenya Azka yang seperti itu. Tapi kalau begini, Azka harus gimana?

Azka dekat dengan Fisca lagi bukan untuk memberi gadis itu harapan kembali. Dia hanya sekedar berbaik hati. Bukan dengan niat kembali sodorkan hati.

Kenapa Fisca membuatnya merasa bersalah. Padahal jelas jelas dia yang salah. Azka merasa bersalah pada Kiara yang sudah dia bohongi tentang perasaannya saat ini. Tentang rasa yang ternyata masih tertinggal untuk Fisca sang mantan kekasih.

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang