44

25 3 0
                                    

Alih alih melamar dan menikahi Kiara, mereka malah seperti simulasi bulan madu. Nah loh.

"Kamu mau mandi duluan atau Mas dulu?"

Yang di tanya tidak menjawab

"Ra.."

Kiara mengerjap. "Y-ya.. K-kenapa Mas?"

Gadis di sampingnya sedang melamun atau gimana? Azka sampai harus mengulang pertanyaannya. "Mau kamu yang mandi duluan, atau Mas yang mandi duluan"

Kiara senyum meringis. Bagaimana bisa akhirnya mereka berakhir di ruang tertutup berisikan ranjang dengan ukuran queen bed, lalu ada meja dan bangku kecil serta rak tepat di depan ranjang, beserta lemari di sudut ruangan, bahkan ada ruang kecil sebagai kamar mandi juga disana. Semua ini terasa mengerikan bagi Kiara. Dia harus bermalam di kamar penginapan berdua dengan Azka.

Tapi lebih mengerikan jika sampai harus jalan di kegelapan malam mengendarai motor di sepanjang jalan Bandung. Kiara takut ada makhluk ghaib lewat, atau mungkin begal yang lewat.

Semua ini terjadi karena Azka.

Kemarin itu ... "Yang, jalan jalan, yuk."

Sembari mencicip wingko babat yang Azka bawa, Kiara bertanya, "Kemana?"

"Bandung?"

"Boleh. Sama siapa?"

"Berdua aja."

Matanya terbuka lebar. Kiara berseru, "Seriusan?! Gak capek nyetir sendiri? Bandung loh, Mas. Pasti macet musim liburan gini."

"Naik motor aja, Yang. Biar bisa sulap salip. Jadi cepet nyampenya."

Kali ini Kiara melengos, dia lanjutkan makan wingkonya dengan santai. Lalu katakan, "Ih pegel dong. Makin capek yang ada."

Kiara paham betul sih gimana rasanya jalan jauh berjam jam naik motor. Karena dulu Kiara sering lakukan itu bersama Reno. Muter muter gak jelas sampai pegal pantat.

Kalau di pikir pikir agak kurang kerjaan juga ya. Tapi ya namanya orang di mabuk cinta. Asal sama ayang, modal bensin sama jajanan di pinggir jalan doang juga gak masalah.

Tapi, sekali lagi. Itu dulu. Sekarang seringnya Azka jemput Kiara pakai mobil. Ya meskipun masih kepemilikan atas nama orang tua, tapi mobil itu memang di hibahkan untuk keperluan Azka. Beda sama Reno yang punya kendaraan roda doa yang pure asli hasil jerih payahnya sendiri.

Makanya, Kiara sekarang manja. Jarang naik motor kecuali kalau pergi ke sekolah. Atau tempat tempat yang dekat dari rumah. Pegel kalau naik motor lama lama.

"Ya nginep lah, Yang."

Hah?

Matanya membulat. Sebentar. Kiara gak salah denger nih? Apa tadi Azka bilang?

"Nginep?"

"Iya Nginep, Yang. Bulak balik Bandung gak bakalan bisa seharian doang. Bisa sih, tapi malem malem di jalan emang kamu mau?"

Kiara membayangkan, seseram apa di jalanan pada malam hari. Sekali lagi, kalau pakai mobil mungkin gak akan terlalu menakutkan. Tapi kan kalau naik motor ngeri di jegat begal di tengah jalan.

"Tega kamu sama aku, nyuruh aku bawa motor malem malem gitu?"

"Ih tapi kan.." nginep loh. Nginep berdua? Di hotel? Di penginapan? Di vila? Ya intinya nginep.

Kiara kan jadi bimbang. Soal .. "Nanti kita cari penginapan, vila, atau hotel yang deket aja dari tempat wisata yang mau kita tuju. Tapi sekamar aja.."

Tuh kan. Sekamar bangat?

"Aku janji kok gak bakalan macem macem. Lagian capek kan abis jalan jauh. Malemnya pasti aku langsung tidur. Gak bakalan sempet kepikiran buat ini itu sama kamu. Kamu tenang aja."

"Dih. Apaan sih kamu, Mas." Kiara kan malu.

Jadi, "Gimana? Mau ya?"

Iya atau nggak. Kiara menimbang.

Jujur nih, Kiara takut. Oke, Kiara percaya kok Azka gak bakalan macem macem. Tapi gimana kalau justru dia yang nanti malah menerkam Azka di malam hari. Kan gawat ya.

Lama Kiara terdiam. Sampai Azka gemas sendiri. Langsung saja dia serukan "Nanti aku yang ijin sama Papah. Kamu tenang aja. Kamu tinggal beres beres besok pagi jam 6 aku jemput. Oke?"

"Besok pagi?!"

Lah iya, kapan lagi. Kan lusa sudah mulai masuk sekolah. Alias senin. Jadi kalau bukan besok, kapan lagi?

"Tapi kan semalem kamu baru pulang, Mas. Gak capek?"

Capek sih sudah pasti. Tapi kan Azka kepengen buat moment di liburan ini. Ini liburan pertama mereka loh.

Ya begitulah awal mulanya. Yang pada saat Papah Kiara datang, Azka langsung meminta izin. Bilangnya, "Azka mau ajak Kiara ke Bandung boleh, Pah?"

Papah Kiara mengernyitkan alisnya tajam. Begitu pula tatapan matanya. Gini loh, Papah memang merestui hubungan mereka. Sebab Azka anaknya baik, sopan, begitu pun dengan asal usul keluarganya yang bisa di bilang sepadan dengannya. Tapi bukan berarti Papah menyerahkan anak gadisnya pada anak lelaki yang kerjaannya cuma guru honorer.

"Ngapain?"

"Jalan jalan, Pah. Sama temen temennya Azka. Kiara juga kenal, kok. Ada ceweknya juga. Jadi Papah gak usah khawatir. Lagian Azka juga pasti jagain Kiara kok."

Oh itu sih harus. Kalau sampai anak gadis satu satunya tergores sedikit pun. Maka satu tebasan akan Papah layangkan untuk Azka. Serem gak tuh.

Azka ketar ketir di tempat. Agaknya mulai gelisah, sebab Papah Kiara tidak bersuara sama sekali. Dia masih terus menatap tajam lelaki yang duduk di hadapannya.

Kalau Dion, tajam mulutnya. Kalau Papah, tajam tatapanya. Papah sih gak pake AIUEO kalau ada yang macem macem langsung dor.

"Ya kalau emang Papah khawatir, mungkin Dion bisa ikut kalau emang Dion mau. Azka cuma mau bikin moment aja sih sama Kiara, karena kan kita belum pernah wisata kayak gitu. Itu pun kalau Papah ngizinin."

Duh, Azka harus ngomong apa lagi sih biar dapet izin dari Papahnya pacar. Coba kalau itu Papahnya Fisca. Azka gak perlu ngomong panjang lebar pun pasti sudah di izinkan. Papahnya Fisca itu orangnya simpel. Dia percaya penuh pada anaknya. Ya tapi kan cara orang tua mencintai anaknya itu berbeda beda. Azka paham sih.

Jadi kalau pun tidak di izinkan membawa anaknya pergi, Azka akan memaklumi.

"Boleh."

Eh..

"Beneran nih, Pah?"

Sampai tidak percaya kalau Azka di percaya.

"Ya, silahkan. Asalkan hati hati. Jaga Kiaranya."

"Pasti." Tanpa di minta pun pasti akan Azka lakukan. Tapi apa boleh kalau ... "Kemungkinan sih nginep, Pah"

Loh.. loh.. loh.. Kok gak bilang dari awal?

"Paling nanti nginepnya di rumah saudaranya temen Azka kok, Pah. Soalnya weekend gini kalau bulak balik pasti macet parah."

Ini anak muda banyak maunya. Di kasih hati minta jantung. Berani bangat ngajak anak orang pergi jauh sampai menginap segala. Tapi salutnya Papah Kiara, Azka berani minta izin langsung. Gak asal maen kabur.

Boleh lah, mentalnya dapet. Bukan mental tempe. Apa sebaiknya di izinkan saja? Toh Papah Kiara sudah tahu siapa dan bagaimana keluarganya Azka. Diketahui bahwa Papahnya Azka itu waka polres di daerahnya. Jadi, gak mungkin kan kalau anaknya seragam coklat itu macem macem sama anaknya seragam ijo.

"Papah percaya sama kamu." Artinya, ya udah gak usah banyak omong. Buktikan saja.

******

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang