33

27 1 0
                                    

Awalnya ...

"Aku tahu kok, Kak. Makanya aku bilang ini sekarang ke Kakak. Karena gak mungkin aku bilang di setelah Kakak nikah. Karena saat itu, aku udah gak bakalan punya kesenpatan lagi."

Terus?
Maksudnya, kalau sekarang Dion masih punya kesempatan buat milikin Silva gitu?

Gila!
Yang bener aja. Silva gak mungkin tiba tiba ngekhianatin pacarnya yang udah 3 tahun sama dia.

"Gak ada salahnya Kakak coba sama aku. Mungkin Kakak bisa dapetin apa yang gak Kakak temuin di Bang Aldi."

Coba?
Coba katanya?
Emangnya hubungan itu bahan percobaan?! Emang ya, anak kecil tuh sukanya main main. Duh. Pening kepala Silva. Dia baru pulang kerja loh. Tiba tiba di hadepin sama bocil yang minta Silva jadi pacarnya. Gila kalau sampai Silva iyain. Gak mungkin bangat Silva pertaruhin hubungannya yang lagi baik baik aja demi anak SMA.

Minggu depan Silva mau ngadain pesta pertunangan. Dia sudah di lamar secara pribadi sama Bang Aldi. Pegawai BUMN yang jabatannya gak main main.

Masa iya Silva mau lepasin yang tampan dan mapan demi bocah sekolahan. Dion emang ganteng, badannya juga bagus kok. Tinggi tegap meski kulitnya gelap. Tapi coba di lihat lagi ...

"Yon, kamu tuh harusnya suka sama cewek yang seumuran kamu. Temen sekolah kamu pasti cantik cantik kan? Sama adek kelas juga pantes kok.."

"Terus sama Kakak gak pantes? Umur Kakak mungkin lebih tua, tapi lihat.." Dion menupuk pelan kepala Silva. Otomatis Silva menegang. Apalagi saat Dion mensejajarkan kepala teman Kakanya dengan dagunya, Bocah SMA itu mendekat. "Aku masih jauh lebih tinggi dari Kak Silva."

Silva mundur seketika. Bahaya bangat sih nih bocil. Susah di bilanginnya deh. Padahal Silva sudah menolaknya secara halus. Masa iya dia mau ngomong kasar. Kan gak mungkin. Mengingat adik siapa Dion, ini.

"Kasih aku kesempatan sampai acara pertunangan Kakak. Kalau Kak Silva tetep gak berubah pikiran, aku janji bakalan ngubur dalem perasaan ini"

Ayolah, setiap orang punya kesempatan. Tapi tidak untuk kali ini. Silva gak boleh goyah. Mungkin ini yang namanya ujian sebelum pernikahan. Orang bilang, kalau di sebelum hari pernikahan, ujiannya tuh banyak bangat. Salah satunya ya seperti ini, munculnya tiba tiba orang ketiga.

"Wait.."

Otak Silva gak bisa langsung proses sama kejadian ini. Dia butuh waktu. Dia tinggalkan Dion di teras belakang. Mengambil ponsel di kamarnya. Menghubungi Kiara yang entah sedang apa dan dimana. Yang jelas, Kiara harus tahu kelakuan adeknya.

"HAAH!!!.. Seriusan lo?!"

"Menurut lo gue bercanda?"

"Sil, gue tahu adek gue suka sama lo, tapi .."

"WHAT?!" Kali ini Silva yang kaget. "Lo tahu dia suka sama gue tapi lo diem aja?! Wah sakit lo!"

"Loh? Emangnya lo gak tahu?"

Silva gak peka ternyata. Karena memang benar benar menganggap Dion sebagai adik. Melihat Dion sebagai seorang adik kecil yang lucu dan manis. Yang perhatian sama kakaknya. Tidak pernah lebih.

Mana Silva tahu kalau perhatian Dion selama ini padanya adalah sebuah modus. Silva yang sering di antar jemput sama Dion. Padahal Kiara aja jarang bangat di bonceng Dion. Bahkan, untuk minta antar atau jemput saja, harus ada imbalannya. Gak pernah tuh Dion bantu Kiara tanpa pamrih. Adik gak ada akhlak emang.

Silva menggeram pelan. "Adek lo gini amat sih, Ra"

Ya gimana ya, Kiara juga gak tahu kalau Dion senekat itu.

"Terus gimana?" Kiara tanyakan

Yang jelas Silva gak bisa kasih kesempatan itu untuk Dion.

"Kakak sayang sama kamu bener bener sebagai adik. Gak pernah lebih. Cinta itu gak harus memiliki. Kakak udah punya Bang Aldi. Gak bisa Kakak relain hubungan Kakak sama Bang Aldi gitu aja. Bukan karena Bang Aldi mapan. Nggak. Tapi karena waktu dan segala hal yang udah Kakak lewatin sama dia. Kalau pun, Kakak maksa buat coba sama kamu, apa kamu mau ngejalanin hubungan sama orang masa lalunya belum beres?"

Dion diam tak bergeming. Dia hanya mampu menatap lantai putih.

"Jangan sia siain waktu dan tenaga kamu buat orang yang hatinya jelas jelas ada nama orang lain. Kau bisa dapetin orang yang seumuran sama kamu, Yon. Kakak gak nyalahin kamu kok, Yon. Cuma maaf, Kak Silva gak bisa."

Yang Dion ceritakan ulang kejadian tadi sore pada Azka. Tanpa di kurang kurangkan apalagi di lebih lebihkan.

Jadi, wajar kan kalau Dion sekarang galau?

"Kak Silva tetep nolak aku. Aku malah di suruh pulang waktu Mbak telpon."

Azka mendekat, merangkul pundak lebar yang rupanya sedang lemah. Penolakan ini double sakitnya. Bukan lagi karena Silva sudah punya pasangan, tapi juga karena perbedaan umur mereka yang mungkin tidak bisa Silva toleransi.

Ah, mungkin Kalau Dion lahir lebih dulu dari Silva, akan beda ceritanya. Kemungkinan Silva menerimanya pasti akan lebih besar bukan? Atau mungkin akan Dion pacari Silva sejak gadis itu berteman dengan saudaranya. Jadi gak akan ada tuh yang namanya Bang Aldi dalam hidup Silva.

"Emangnya apa yang bikin kamu suka sama Silva?" Tanya Azka.

Sedang Dion termenung. Menatap puntung rokok yang sudah dia matikan disaat Azka datang. Mengingat, hal apa yang membuat dia suka pada perempuan yang 4 tahun lebih tua darinya. Padahal, Dion kenal Silva sejak masih kecil. Tapi kok bisa?

"Gak tahu."

"Tuh lihat. Kamu bahkan gak punya alesan kan kenapa kamu suka sama dia. Karena memang cinta itu gak butuh alasan. Jadi, kalau kamu bisa memulai dengan tanpa alasan, kamu juga pasti bisa mengakhirinya dengan tanpa alasan juga."

Begitu kah?

"Udah, kalau kamu sayang sama Silva. Kamu pasti maunya dia bahagia kan?"

Dion angguki. Jelas dong. Gak perlu di tanya. Mana ada orang yang mau lihat orang yang disayangnya menderita. Gila aja.

"Kamu juga pasti bahagia kan kalau Silva bahagia."

Iya lah. Aneh aneh aja dih Mas Azka nanyanya.

"Kalau gitu, seharusnya kamu sekarang bahagia dong."

Dion mengernyitkan alisnya. Kenapa harus bahagia? Udah tahu abis di tolak. Masa harus bahagia. Yang bener aja. Gimana caranya?

"Ya karena Silva sekarang lagi bahagia, kan dia mau tunangan, mau nikah. Bahagianya dia ada sama pasangannya. Nah kalau kamu sayang sama dia. Kamu juga harus bahagia. Itu namanya cinta. Kalau kamu gak bahagia lihat dia bahagia. Itu bukan cinta. Tapi keegoisan."

"Jadi, Aku harus bahagia?"

"Hm.." Azka angguki dengan tegas.

Azka yakin sih, cinta yang Dion rasakan saat ini hanya karena perasaan yang tumbuh sebab karena terbiasa. Bukan murni cinta pada lawan jenis. Jadi Dion pasti bisa. Azka wajarkan karena Dion baru mengenal yang namanya Cinta. Setelah ini, pasti bakalan banyak cewek cewek seumuran yang bakalan Dion lirik. Sebab kan selama ini cuma Silva yang dia lihat.

"Oke. Aku bahagia kok!"

"Sip" Azka acungkan jempol

Dimana dari kejauhan Kiara memperhatikan dua lelaki di balkon itu. Kiara juga bahagia, sebab Azka bisa sangat di andalkan. Bukan hanya untuk Kiara, tapi juga orang orang di sekitar Kiara.

Fix lah, Kiara makin cinta sama Azka. Kiara mau Azka. Gak mau yang lain. Kiara juga pasti bisa melewati rintangan yang bakalan datang, seperti Silva yang sudah berhasil melewati masa masa itu.

Sekali lagi, Kiara mau Azka. Karena ketika bersama Azka, semua berbeda.

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang