38

35 3 0
                                    

Azka habiskan nasi padangnya. Bahkan dia menambah nasi. Mulutnya ceremot yang sempat Kiara videokan saat dia mengelap mulut kekasihnya.

"Ih bayi besar aku kalo makan gak bisa ya kalau gak ceremotan. Makannya banyak bangat lagi habis dua piring. Padahal tadi abis makan Ramen." Suara Kiara di video yang dia jadikan story instagramnya.

"Ramennya gak sesuai ekspetasi. Kurang nampol." Begitu jawaban Azka.

"Hush. Gak boleh gitu!"

Julid sekali bestiee

Video berdurasi 15 detik itu hanya menampakkan Azka seorang. Yang Fisca lihat. Betapa bahagia dan lahapnya Azka. Namun sakit bagi Fisca. Kala masakan yang masih dia buat dengan sepenuh hati di kata tidak sesuai dengan ekspetasi.

Padahal dulu..

"Bawa makanan apa lagi hari ini?"

"Sayang cepetan datengnya, aku udah laper pengen makan masakan kamu."

"Sayangku masak apa sih? Baunya enak bangat nih"

"Masakan kamu emang paling enak sedunia."

"Ini kalau Chef Juna cicipin masakan kamu, kamu pasti langsung jadi juara"

"Udah deh, aku mah cinta mati sama masakan kamu, Yang. Terbaik"

Kalimat kalimat yang masih terngiang di telinga Fisca. Tidak pernah sekalipun Azka mengecewakannya dengan menyisakan makanan. Azka bilang, "Makanan kamu terlalu mubazir buat di sisain."

Tapi tadi, Ramen yang Fisca buat tidak di habiskan sama sekali. Fisca pun menyaksikan sendiri, sewaktu pegawainya mengantarkan makanan ke meja nomor 61. Dari meja kasir, terlihat dengan jelas, Azka yang tadinya duduk berhadapan dengan kekasihnya, Kini duduk di sampingnya.

Justru Ramen yang di pesan Azka malah lelaki itu suapkan pada pacarnya. Begitu pun dengan katsu yang di pesan. Azka hanya mencicipi. Satu gigitan saja. Tidak beda dengan Cappucino yang di pesan. Azka justru lebih sering menenggak air mineralnya. Benar benar tidak menghargai apa yang sudah Fisca buatkan untuknya.

Di tambah perlakuannya pada pacar barunya itu. Benar benar membuat hati Fisca terbakar cemburu. Perhatian perhatian kecil yang Azka berikan pada pacar barunya, melebihi apa yang Azka berikan dulu padanya.

Azka bersendawa.

Duh untung ganteng, walaupun sejatinya sendawa di tempat umum itu gak sopan. Jangan di contoh ya. Lebih baik tahan sendawanya. Meskipun bersendawa itu pun baik untung mencegah perut kembung akibat udara yang ikut tertelan saat makan.

"Kenyang?" Tanya Kiara

"Banget. Langsung naik ke mata. Jadi ngantuk."

"Ya udah ayok pulang."

Ya pulang.

Pulangnya ke rumah Kiara. Azka yang katanya ngantuk pun beneran tidur. Tidurnya pun di rumah Kiara. Di kamar Dion. Azka pun sudah mendapatkan izin dari si empunya kamar. Malah di tawari. Sebab awalnya Azka tertidur di sofa saat Kiara buatkan kopi untuknya.

"Mas, istirahat di kamar aku aja." Sambil Dion goyang goyangkan bahu itu.

Azka terkesiap. Ya ampun, gak sadar kalau dia sudah ketiduran. Padahal baru bangat Kiara pamit ke dapur buatkan kopi hitam kesukaan Azka.

Ya, walaupun gak bisa masak, kopi buatan Kiara andalan Papah. Bahkan lebih sedap dari buatan Mamah. Makanya waktu Azka pertama kali minta dibuatkan kopi, dia langsung jatuh cinta pada seruputan pertama. Pas. Gak terlalu manis ataupun terlalu pahit. Tidak pula terlalu kental maupun encer.

"Tidur di kamar aku aja, Mas. Gak apa apa. Soalnya aku mau pergi." Begitu tawaran Dion yang Azka angguki.

Duh, kayaknya ngantuk semalem belum beres deh. Gara gara Nata sih yang tiba tiba telepon ngajak ke gantangan, sampai harus terjadi salah paham di pagi hari, kan. Di tambah emosi Azka hari ini benar benar di uji oleh pacar yang tiba tiba mempertemukan dia dengan mantan.

Sementara Azka sudah merebahkan diri di kasur, Kiara yang naik ke lantai dua dengan kopi di nampan, celingukan.

"Orangnya kemana?" Gumamnya.

Seingat Kiara, tadi Azka duduk di sofa deh. Ponsel sama dompetnya juga ada di atas meja.

"Ke toilet kali ya." Terkanya.

Ya sudah, Kiara letakkan cangkir kopi di atas meja. Dia nyalakan televisi. Sembari menunggu Azka kembali. Dan saat itu pula ponsel di atas meja berdering. Ada panggilan masuk dari nomor tak di kenal.

Kiara biarkan. Sebab itu bukan hak nya untuk menjawab. Tapi, sampai tiga kali panggilan itu masuk Azka tak kunjung datang.

"Kemana sih?"

Kiara kelilingi lantai atas, ke toilet, balkon, bahkan dia cari di kamarnya sendiri. Ya siapa tau aja Azka iseng masuk kamar Kiara kan. Sembari dia pegang ponsel yang terus saja berdering. Kayaknya telepon penting.

Notifikasi pesan pun muncul. Nomor yang sedaritadi menghubungi memberi pesan yang berisi : Ka, jawab telponnya.

Tuh kan, ini pasti telepon penting. Makanya sembari terus mencari Kiara jawab tepat disaat ponsel itu berdering kembali. Akan Kiara sampaikan pesan yang dia dapat dari si penelepon nanti jika tak temukan Azka sekarang.

"Akhirnya di jawab juga telepon aku." Suara perempuan.

Langkah Kiara terhenti. Pandangannya lurus ke depan. Menatap ruang gelap.

Kamu masih nyimpen nomor aku kan? Kamu, apa kabar? Aku sampe gak sempet nanya kabar kamu tadi, soalnya cewek kamu nempelin kamu terus sih, hehehe."

Suara perempuan itu terdengar jelas di telinga.

"Aku gak nyangka kamu bisa datang ke cafe aku. Lain kali datang sendiri aja, banyak yang pengen aku omongin ke kamu."

Demi langit yang sekarang mulai di tinggal sang surya, mendatangkan gelap di kamar yang baru saja Kiara masuki. Segelap pandangan Kiara saat melihat tubuh yang meringkuk dalam damai.

"Ka.. kok kamu diem aja?"

"Maaf, Azkanya lagi tidur. Mungkin nanti bisa telepon lagi kalau dia udah di rumah."

Langsung terputus secara sepihak. Yang di seberang sana pelakunya.

Cih.
Pengecut!

Beraninya main belakang. Kenapa gak tadi aja sewaktu tatap muka. Nanya kabar? Alasan!

Kiara blokir nomornya saat itu juga. Bisa bisanya Azka cuma sekedar hapus nomor mantan. Harusnya kan di blokir sekalian. Biar apa coba? Biar bisa reunian?

Dalam gelap, langkah kaki itu berjalan dengan pasti. Kiara duduk di sisi ranjang. Mengamati wajah damai sang kekasih. Hidung dengan tulang yang tinggi. Rahang yang tegas, serta kelopak mata yang besar itu, tidak ingin Kiara lepaskan. Apalagi dia kembalikan pada orang yang sebelumnya sempat memiliki. Nggak!

Kiara gak mau lagi kehilangan. Kiara mau Azka. Latar mereka sudah banyak yang sama. Tidak ada perbedaan yang berarti di antara mereka. Tidak layaknya Kiara dengan Reno yang harus memanjat tebing tinggi demi restu orang tua. Jalan Kiara dan Azka itu mulus, asalkan tidak ada roh halus. Macam mantan yang suka modus.

Jemari lentik itu membelai halus rambut hitam milik Azka, turun ke rahang sebelum dia mencegat salah satu jalur nafas lelaki itu dengan bibirnya.

Azka gelagapan. Tidur tenangnya tiba tiba terganggu karena sesak nafas. Mata besarnya melotot saat menyadari sosok di atasnya.

"Ra.." susah payah Azka sebut penggalan nama itu.

Kok tiba tiba bangat sih? Kesannya kan Azka seperti sedang di lecehkan saat tidur. Tapi Azka itu kan laki laki, di seperti ini kan dia malah menjadi. Menarik tengkuk Kiara dan mulai mendominasi. Membuat jarak mereka tanpa spasi.

*****

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang