22

39 2 0
                                    

Hubungan itu dimulai dari seseorang yang memperjuangkan untuk mendapatkan. Dan di jalani dengan cara mempertahankan. Dimana ada dua manusia yang sama sama berjuang untuk mempertahankan suatu hubungan itu.

Tapi, jika salah satunya menyerah untuk berjuang, apa bisa satu orang saja yang berjuang. Ibarat sepeda yang di kayuh, tidak mungkin hanya dengan satu kaki. Dua kaki harus mengayuh bersama beriringan. Jika tidak ada kerjasama di antara sepasang kaki itu, mak tidak mungkin untuk sampai ke tujuan. Berhenti di tengah jalan. Seperti itulah hubungan Kiara dengan Reno.

Kiara tidak segigih Papahnya yang terus berjuang untuk bisa dapatkan hati Mamahnya. Kiara tidak bisa berjuang sendiri jika Reno menyerah. Kiara juga tidak segigih Dion yang terang terangan mencintai Silva meski tahu Silva bersama yang lain. Kiara tidak seberani itu untuk menyatakan perasaannya pada orang yang kini tepat di hadapannya.

"Hey. Gue baru mau telpon lo. Eh gue malah liat lo di pinggir jalan gini sendirian. Gak takut ada yang godain?" Canda lelaki yang baru saja menghentikan mesin motor matic retronya.

"Bukannya Mas yang barusan godain saya?"

"Eh, iya gitu?"

Kiara terkekeh, "Bercanda."

"Jangan keseringan bercanda. Sekali kali seriusin. Mau?"

"Dih, apa sih lo. Garing bangat."

Terkekehlah keduanya. Umur baru 22 tahun. Istilahnya sih masih dalam fase peralihan dari remaja ke dewasa lah. Terlalu serius yang ada stres. Apalagi mereka bekerja di lingkungan yang mana berhubungan langsung dengan anak remaja. Jadi, kalau gayanya ala ala anak remaja. Maklumkan saja.

"Ini rumah lo, Ra?" Mata lelaki berhelm retro biru itu menyusuri sebuah rumah yang ada tepat di belakang gadis dihadapannya.

Kiara anggukkan kepalanya.

"Gue gak disuruh masuk?"

Eh

"Mau ngapain? Kan kita mau pergi"

"Justru itu, gue mau cium tangan sama calon mertua. Sekalian mau minta ijin mau bawa anaknya pergi."

"Heh. Kalo ngomong suka ngasal ya." Padahal jantung Kiara loncat loncat. Udah kayak ada trampolin aja gitu di dalem dadanya.

"Aminin, Ra. Siapa tau beneran"

Astaga. Gak tahu deh gak tahu. Kiara pengen blushing, tapi malu kalau ketahuan.

"Kok diem. Gak mau?"

Hah?
Spontan Kiara mendongak pada lelaki yang tingginya macam tiang bendera.

"Mau apa?"

"Jadi calon istrinya gue."

Meleleh gak tuh di gombalin begitu. Di gombalin sama cowok yang disuka, tapi Kiara gak tahu, dia ngomong gitu cuma bercanda atau dia emang suka sama Kiara. Kan ngeselin ya.

"Ya Ampun, ngasal bangat deh lo ngomongnya. Udah ah, ayok kita pergi." Kiara dorong punggung lebar dihadapannya.

"Pergi kemana sih, Ra? Ke KUA? Gak usah buru buru, Ra. Yang penting jadi."

"Ih Azka. Udah ah. Udah siang nih." Salting setengah mampus lah Kiara.

Lagian Azka gombalnya gak tanggung tanggung sih. Iya Azka. Azka yang sekarang ada di hadapan Kiara. Azka yang tempo hari ngajak taruhan game. Dan Azka juga yang kalah taruhannya. Jadi, sesuai janjinya. Dia akan mentraktir Kiara makan.

Sumpah demi apapun juga Azka yang Kiara temuin sekarang ini beda bangat sama Azka yang Kiara temuin sebelumnya. Ini beneran Azka Dwi Cahyo temen PPL nya bukan sih?

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang