34

34 4 0
                                    

UHUK!!! Uhuuk!!

Detik Kiara membaca pesan di ponselnya, detik itu juga Kiara tersedak. Mata melotot bak hendak loncat dari kelopaknya. Bahkan hampir saja dia mengumpat kalau ia tidak sadar sedang apa, dimana, dan dengan siapa.

"Pelan pelan, Mbak."

"Gak ada yang ngambil makanan lo, kali."

Mamah dan Dion memperingati bergantian. Bedanya Mamah dengan cara halus, sedangkan Dion, seperti biasa dengan nyinyirannya.

Kiara makan dengan hikmat kok. Apalagi saat ini sarapannya hanya roti selai. Kiara memang orang yang jarang makan nasi kalau pagi. Beda sama Dion yang indonesia bangat. Bukan makan namanya kalau gak sama nasi. Begitu katanya.

"Bandel sih gak nurut apa kata Papah." Lagi, Dion bersabda.

Ada banyak aturan yang Papah terapkan dalam keluarga kecilnya. Salah satunya adalah : Dilarang membawa handphone ke meja makan. Dengan arti lain, gak boleh tuh mainan handphone saat makan. Karena akibatnya ya itu tadi, bisa tersedak saat mendapat kabar mengejutkan.

Papah saja yang jelas jelas terkadang sering mendapat telepon penting dan dadakan tidak pernah tuh membawa handphonenya saat makan. Dia berprinsip, harus menghormati makanan yang tersaji di depan mata. Tidak boleh ada aktivitas lain selain makan.

"Simpen handphonenya, Ra!" Perintah Papah.

Tapi, ini kan Kiara. Anak gadis pertama Papah yang seringnya gak dengerin omongan Papah. Membantah perintah Papah.

Jangankan soal tidak boleh membawa handphone ke meja makan, soal tidak boleh menemui Reno saja, dia langgar. Tentang tidak boleh memacari Reno pun, dia tak dengar. Jadi ya gak akan mempan.

"Baca chat dari siapa sih?" Yang Kiara dengar kalimat tanya dari Papah. Dia melirik sekilas pada sang Papah. Namun mulutnya tak jua suarakan jawaban. Kiara justru meletakkan ponsel itu di samping piringnya. Melahap sekali suap sisa roti di tangan. Yang kemudian bergegas kembali menuju kamar.

Dion berdecak. "Nemu anak itu dari mana sih Mah?"

Biasanya kan ya, yang sering di jailin tentang anak pungut itu ya si bontot. Tapi di keluarga ini beda. Sebab disini si bontot lebih savage dari kakaknya.

Sedang Papah hanya bisa geleng geleng kepala. Usianya sudah lewat setengah abad. Ngadepin anak sulung perempuannya memang perlu kesabaran tingkat tinggi. Kalau di ladenin, yang ada darah tingginya bisa naik.

****

Gila!!
Satu kata pertama.

Azka gak ada akhlak!!
Kalimat penegas berikutnya.

Begitu batin Kiara berteriak berulang kali. Begitu pun matanya bolak balik berulang kali. Membaca kembali pesan yang sempat dia baca di meja makan tadi. Pesan yang membuat dirinya tersedak sampai dapat tatapan tajam sang Papah.

Pesan itu isinya berupa: Yang, mau lihat burung aku gak? Tapi ke kosannya Nata ya. Hehehe.

Begitu pesan dari Azka.

Iya Azka Dwi Cahyo yang kirim pesan. Kontak dengan nama, Mas Azka yang ujungnya di beri emoticon hati itu kirimkan pesan yang membuat Kiara tak habis pikir.

Kalimatnya terlalu ambigu. Otak Kiara refleks traveling kemana mana kan jadinya. Azka nih kenapa sih? Gak ada angin gak ada hujan. Kok pagi pagi gini tiba tiba kirim pesan gak ada akhlak? Emangnya Kiara gampangan bangat ya, sampai di tawari hal yang tidak senonoh begitu?

Mereka itu statusnya pacaran loh. Bukan pasangan suami istri. Gak pantes yang gitu gitu. Di ajaran agama mana pun, itu dosa hukumnya.

NGACO KAMU!! SAKIT YA?! MAKSUD KAMU APA?!

*** WHEN I'M WITH U ***Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang