Mark masih menenangkan kekasihnya yang sedang menangis dipelukannya. Jika kalian bertanya mengapa Mark bersama Haechan, karena saat Haechan keluar dari kafe ia berpapasan dengan Mark.
"Mark, apa aku begitu jahat pada Jeno?" kata Haechan sambil terisak.
"Sudah, berhentilah menangis, sayang."kata Mark menenangkan Haechan.
"Hiks, tapi aku merasa bersalah padanya." wajah Haechan tampak sedih dengan mata penuh air mata.
"Apa kau masih mencintainya?" kata Mark pelan. Sebenarnya ia tak ingin menanyakan ini pada Haechan, namun hatinya tak kuat melihat jika lelaki manis dihadapannya ini sedih karena lelaki lain.
Haechan yang ditanya pun terdiam, ia tak menjawab pertanyaan milik Mark. Jujur saja ia memang masih bingung dengan perasaannya sendiri apakah ia masih mencintai Jeno atau itu hanya perasaan kasihan. Ia tak bisa berpikir dengan jernih.
Melihat respon Haechan, Mark pun menghela nafas pelan. Mungkin ia salah bertanya seperti itu pada Haechan.
"Berhentilah menangis, jika kau memang masih mencintainya, lebih baik aku saja yang mundur. Aku tak ingin kau terpaksa menerimaku tetapi hatimu masih milik Jeno."
Haechan terkejut mendengar perkataan Mark. Bisa-bisanya Mark berkata seperti itu disaat hubungannya sudah kandas dengan Jeno.
"BAJINGAN! BISA-BISANYA KAU BERKATA SEPERTI ITU! AKU MEMILIHMU BODOH DAN KAU MALAH MENYURUHKU KEMBALI PADA JENO? SEBENARNYA OTAKMU DIMANA HAH?! APA KAU YANG TIDAK MAU BERSAMAKU?!" teriak Haechan marah.
"Bu-bukan begitu maksudku..." kata Mark panik. Haechan berdiri dan melangkahkan kakinya menjauh dari Mark, dan jangan lupakan tetesan air mata yang terus mengalir dipipinya.
"Argh, sial!"
♡♡♡
Semalaman Haechan mengurung dirinya dikamar. Ten dan Johnny tampak khawatir pasalnya anak bungsunya tidak mau makan. Tak lupa Hendery juga telah membujuk sang adik untuk keluar dari tempat persembunyiannya dengan banyak janji-janji manis yang telah ia keluarkan. Namun semua itu sia-sia.
"Haechan tetap tidak mau keluar, bagaimana ini?" kata Ten khawatir. Melihat sang istri yang gelisah, Johnny dengan sigap merangkul Ten dan menenangkannya.
"Kita coba cara lain ya sayang. Bagaimana kalau kita hubungi Renjun saja? Mereka kan sahabat, mungkin dengan adanya Renjun, Haechan mau membuka pintu kamarnya." usul Johnny.
"Ah benar, Renjun. Biar Hendery saja yang menghubungi Renjun." Ten dan Johnny pun mengangguk. Mereka berharap bahwa Renjun bisa membujuk anak bungsunya itu.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya Renjun pun datang. Ia berlari tergesa-gesa hanya memakai kaos oversize dan celana pendek.
"Mom, Dad, Haechan di dalam?" kata Renjun.
"Iya Njun, Haechan gak mau buka pintunya, Mom, Dad sama Dery sudah berusaha bujuk tapi dia tetap gak mau buka pintu." jelas Ten.
"Hm, biar Injun coba ya Mom."
Renjun mengetuk pintu kamar Haechan keras.
"Heh cabe, buka pintu kamar lo anjir, gue mau masuk! Jangan sok-sok an jadi sad boy deh lho! Cepetan buka!"
Lelah dirinya berteriak namun tidak digubris oleh Haechan, ia pun menendang pintu dan berteriak lagi.
"HEH LONTE, BUKA BANGSAT! KALAU LO GAK BUKA DALAM HITUNGAN 3, GUE DOBRAK PINTU KAMAR LO!"
"Satu"
"Dua"
"SAMPAI GUE BILANG 3 DAN LO GAK BUKA, ABIS LO SAMA GUE!"
"Ti-"
Pintu kamar Haechan pun terbuka, penampilan Haechan benar-benar berantakan. Mata bengkak, hidung merah, baju kusut dan tak lupa lembaran tisu berceceran dimana-mana.
"Masuk." kata Haechan lirih.
"Nah gitu kek dari tadi, buang tenaga gue aja lo." Renjun pun masuk ke kamar Haechan.
"Echan," panggil Ten pelan.
"Maaf Mom, Echan mau sama Renjun dulu. Nanti kalau sudah merasa baikkah, Echan cerita ke Mommy."
Ten mengangguk pelan. Mungkin anaknya memang butuh waktu bersama sahabat karibnya itu. Memang rasanya lebih leluasa jika bercerita dengan sebaya dan Ten paham akan hal itu.
"Cepat membaik ya, sayang. Mom tunggu kamu sampai kamu siap cerita." Haechan pun tersenyum tipis.
"Terima kasih, Mom."
♡♡♡
Siapa nih yang kangen?
Jangan lupa baca 'Feel Special'
KAMU SEDANG MEMBACA
MORE AND MORE [MARKHYUCK]
Fanfictionyou don't say more, more and more. WARNING⚠️🔞🌚