Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 dan tepat setelahnya bel sekolah berbunyi dengan keras menandakan jam pelajarah sudah berakhir.
Banyak siswa berhamburan keluar kelasnya dan ingin cepat-cepat pulang untuk merebahkan dirinya diranjang empuknya. Tak banyak juga yang mengeluh lapar karena perutnya sudah kosong akibat terlalu mencerna materi yang diberikan.
Begitu pula dengan Haechan. Wajahnya terlibat sumringah setelah keluar dari ruang kelasnya. Kebebasan yang ia rasakan saat ini sungguh nikmat, seperti surga.
Bagaimana tidak, tadi ia mendapatkan mata pelajaran akuntansi yang notabene tentang hitung-hitungan. Bisa dibilang kapasitas otak Haechan untuk masalah hitung menghitung tergolong pas-pasan.
"Gila, akhirnya aku bisa keluar dari lubang neraka." kata Haechan kegirangan. Tak banyak yang menjadikannya sebagai pusat perhatian.
"Ingin rasanya menikah saja daripada harus memperlajari mata pelajaran yang susahnya minta ampun." Sahut teman sekaligus sahabat Haechan, Huang Renjun.
Huang Renjun adalah sahabat sepermainan Haechan sejak bayi. Bisa dibilang bahwa keluarga mereka adalah sahabat sejati hingga sekarang menurun pada anaknya. Mulut Renjun termasuk golongan cabe yang sekali berbicara sangat menusuk. Walaupun mereka sering beradu mulut, sebenarnya merek saling menyayagngi dan menjaga satu sama lain.
"Memangnya ada yang mau menikah denganmu? Kau kan galak, kejam dan suka marah-marah" ejek Haechan.
Plakkkk
Kepala Haechan pun menjadi sasaran empuk tangan Renjun.
"Aw, berani-beraninya kau sialan! Sakit sekali." Haechan menatap Renjun kesal, sedangkan sang empunya tak mengacuhkannya.
"Salahkan saja mulut sialanmu itu yang sudah mengejekku. Ah aku mau pulang saja." kata Renjun, ia melirik jam tangannya.
"Kau pulang dengan siapa?" tanyanya pada Haechan.
"Mungkin Jeno, aku sedang menunggunya sekarang."
"Dasar tuan putri yang manja."
"Iri bilang bos." kata Haechan sambil memeletkan lidahnya.
"Sialan! Aku pulang duluan ya, supirku sudah menjemput. Selamat menunggu Chanie." kata Renjun sambil mengusap pucuk kepala Haechan gemas.
See? Walaupun hobi mereka baku hantam, tetapi mereka tetap saling menyayangi satu sama lain.
"Bye Njun, hati-hati."
Renjun pun meninggalkan Haechan sendirian didepan ruang kelas. Haechan sendiri akhirnya duduk dan menunggu Jeno sambil menyesap permen.
Tak lama Jeno datang dengan nafas terengah-engah dan menghampiri kekasihnya.
"Sayang, maaf aku terlambat." kata Jeno.
"Ahh tidak apa-apa Jen. Aku juga baru keluar kelas." jawab Haechan santai.
"Sepertinya kita tidak bisa pulang bersama Chan, karena orang tuaku sudah meneleponku agar segera pulang. Aku seminggu akan pergi kr Jeju." kata Jeno menyesal.
"Oh kakak sepupumu yang akan menikah itu?" Jeno menganggukkan kepalanya.
"Tak apa Jen, aku juga sekarang harus ke perpustakaan dulu untuk mencari bahan tugasku. Kau duluan saja."
"Serius? Tak apa kau sendirian?" Haechan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. .
"Tak apa sayang, sudah pulanglah. Orang tuamu pasti sudah menunggu. Titip salam untuk mama dan papa ya." kata Haechan.
"Terimakasih sayang! Aku mencintaimu." kata Jeno sambil mengecup bibir Haechan singkat.
"Aku juga mencintaimu."
Sepeninggal Jeno, Haechan berfikir ia harus kemana, jika ia pulang sekarang maka tidak ada gunanya karen orang tuanya sedang pergi keluar kota.
Ah, bagaimana jika ke perpustakaan saja? Pikirnya. Siapa tahu ia bisa menemui lelaki berkacamata itu.
Entah kenapa atensi dari lelaki itu menarik perhatiannya. Sungguh, bahkan Jeno pun kalah dari lelaki itu.
Ah, Mark Lee...
"Bagaimana ya rasanya jika dia berada didalamku? Apakah muat atau tidak?" pikiran binal Haechan mulai mengusai dirinya.
Ia sungguh penasaran!
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
MORE AND MORE [MARKHYUCK]
Fanfictionyou don't say more, more and more. WARNING⚠️🔞🌚